BAB I
PENDAHULUAN
I.1
Latar Belakang
Kehidupan manusia sebagai makhluk sosial
selalu dihadapkan kepada masalah sosial yang tak dapat dipisahkan dalam
kehidupan. Masalah sosial ini timbul sebagai akibat dari hubungannya dengan sesama
manusia lainnya dan akibat tingkah lakunya. Masalah sosial ini tidaklah sama
antara masyarakat yang satu dengan masyarakat lainnya karena adanya perbedaan
dalam tingkat perkembangan kebudayaannya, sifat kependudukannya dan keadaan
lingkungan alamnya.
Sejak zaman
Yunani Kuno, politik telah banyak menarik perhatian dan menjadi bahan
perbincangan serius bagi sejumlah kalangan, termasuk ilmuan ternama seperti
Plato dan Aristoteles. Namun paradigma dan apa yang menjadi pusat perhatian
para ilmuan tersebut dalam menelaah dan memahami politik, telah berkembang dari
waktu ke waktu. Sebagian perubahan itu karena terdorong untuk mengikuti arus
besar perubahan metodologi dan paradigma yang memang melanda hampir semua
cabang-cabang ilmu sosial. Akibatnya, kita saat ini menyaksikan banyak sekali
definisi-definisi ilmu politik yang berbeda-beda dan sulit menyamakan pendapat
mengenai apa itu ilmu politik. Namun dari berbagai macam teori dan pendapat
dari para ahli mengenai ilmu politik yang pada dasarnya merupakan adanya suatu kekuasaan yang dapat memberikan
aturan, kewenangan dan adanya suatu kebijakasanaan.
I.2
Rumusan Masalah
Dari
latar belakang tersebut diatas, maka dapat dirumuskan beberapa masalah sebagai
berikut:
1.
Bagaimana ruang
lingkup dan kajian Ilmu Sosial?
2.
Bagaimana ruang
lingkup dan kajian Ilmu Politik?
3.
Bagaimana
hubungan antara Ilmu Sosial dan Ilmu Politik?
4.
Bagaimana
hubungan ISIP dan Ilmu Pemerintahan?
BAB II
TINJAUAN LITERATUR
II.1Ilmu
Sosial
Ilmu sosial demikian
diistilahkan dan dijadikan nama baku yang berlaku di seluruh dunia. Dinamika
perkembangan ilmu sosial yang dimulai secara resmi sekitar abad ke-19 dimana
perhatiannya ada pada perubahan tatanan masyarakat pasca revolusi industri, penguatan
kesadaran akan diri dan kelompok, serta hubungan interpersonal dalam berbagai
lingkup. Ilmu sosial lahir bersamaan dengan adanya manusia bermasyarakat yang
menghasilkan analisis dan penelaahan-penelaahan secara terus menerus, artinya
ilmu sosial adalah ilmu yang cukup tua usianya hal ini memberi petunjuk bahwa
perhatian tentang masalah sosial telah ada semenjak lama semenjak manusia lahir
dan hidup bermasyarakat. Kajian mengenai ilmu sosial sangat luas sehingga dapat
menghasilkan ilmu-ilmu sosial lainnya ini karena objek kajian ilmu sosial pada
intinya adalah mengenai manusia. Dalam kehidupan manusia beraneka ragam
mengenai sesuatu hal yang harus dipelajari diantaranya adalah melahirkan ilmu
sosial lainnya yaitu ilmu politik yang mempelajari mengenai alokasi dan
transfer kekuasaan dalam pembuatan keputusan, peran dan sistem pemerintahan
yang termasuk dalam pemerintah dan organisasi internasional, perilaku politik
dan kebijakan publik.
Terminology ilmu merupakan terjemahan dari
dalam bahasa Inggris Science, istilah
science berasal dari bahas latin scientia yang berarti pengetahuan. Sedangkan
kata scientia berasal dari kata scire yang artinya mempelajari ataupun
mengetahui. Ilmu pengetahuan (science) adalah pengetahuan knowledge yang
tersusun sistematis dengan menggunakan kekuataan pemikiran, pengetahuan selalu
dapat diperiksa dan ditelaah (dikontrol) dengan kritis oleh setiap orang lain
yang ingin mengetahuinya. Ilmu adalah suatu metode pendekatan terhadap seluruh
dunia, pengalaman yakni dunia yang dapat terkena pengalaman oleh manusia. Ilmu
dapat dipandang sebagai keseluruhan pengetahuan kita saat ini atau sebagai
suatu aktivtas penelitian, atau sebagai suatu metode untuk memperolah
pengetahuan.
Istilah
sosial (social dalam bahasa inggris) dalam ilmu sosial memiliki arti yang
berbeda- beda, misalnya istilah sosial dalam sosialisme dengan istilah
departemen sosial, jelas kedua-duanya menunjukan makna yang sangat jauh
berbeda. Menurut Soekanto (1986: 11), apabila istilah sosial pada ilmu sosial
menunjukan pada objeknya yaitu masyarakat, sosialisme adalah suatu ideology
yang berpokok pada prinsip pemilihan umum atas alat-alat produksi dan jasa-
jasa dalam bidang ekonomi. Sedangkan istilah sosial pada departemen sosial,
menunjukan pada kegiatan-kegiatan dilapangan sosial. Artinya, kegiatan-kegiatan
yang ditujukan untuk mengatasi persoalan-persoalan yang dihadapi masyarakat
dalam bidang kesejahteraan, seperti tuna karya, tuna susila, tuna wisma, orang
jompo, anak yatim piatu dan lain-lain. Selain itu Soekanto (1993: 464)
mengemukan bahwa istilah sosial pun berkenaan pun dengan perilaku interpersonal
atau yang berkaitan dengan proses-proses sosial. Menurut Ralf Dahrendorf ia mendefinisikan
ilmu sosial sebagai seperangkat disiplin akademik yang memberikan perhatian
pada aspek-aspek kemasyarakatan manusia. Ilmu-ilmu sosial mencakup sosiologi,
antropologi, psikologi, ekonomi, geografis , sosial, politik dan sejarah.
II.2 Ilmu Politik
Politik
berasal dari bahasa Belanda politiek dan bahasa Inggris politics,
yang masing-masing bersumber dari bahasa Yunani τα πολιτικά (politika –
yang berhubungan dengan negara) dengan akar katanya πολίτης (polites –
warga negara) dan πόλις (polis – negara kota). Secara
etimologi kata “politik” masih berhubungan dengan polisi, kebijakan. Politik
adalah seni dan ilmu untuk meraih kekuasaan secara konstitusional maupun
nonkonstitusional. Di samping itu politik juga
dapat ditilik dari sudut pandang berbeda, yaitu antara lain: politik adalah
usaha yang ditempuh warga negara untuk mewujudkan kebaikan bersama (teori
klasik Aristoteles), politik adalah hal yang berkaitan dengan penyelenggaraan
pemerintahan dan Negara, politik merupakan kegiatan yang diarahkan untuk
mendapatkan dan mempertahankan kekuasaan di masyarakat dan politik adalah
segala sesuatu tentang proses perumusan dan pelaksanaan kebijakan publik.
Menurut roger F. Soltau, “ilmu
politik adalah mempelajari Negara, tujuan-tujuan Negara dan lembaga-lembaga
yang akan melaksanakan tujuan itu, hubungan antara Negara dan warga negaranya
serta dengan Negara-negara lain.
J. Barent, dalam ilmu politika: Ilmu politik adalah ilmu
yang mempelajari kehidupan Negara yang merupakan bagian dari kehidupan
masyarakat; ilmu politik itu mempelajari Negara-negara itu melakukan
tugas-tugasnya.
Harold
D. Lasswell dan A. Kaplan, “ilmu politik adalah mempelajari pembentukan dan
pembagian kekuasaan.”
Deliar
Noer, mengatakan “ilmu politik adalah memusatkan perhatian pada masalah
kekuasaan dalam kehidupan bersama atau masyarakat.”
Joyce
Mitchel dalam bukunya political Analysis and Public Policy: “politik adalah
pengambilan keputusan kolektif atau pembuatan kebijaksanaan umum untuk
masyarakat seluruhnya.”
Karl. W Deutsch, mengatakan bahwa: “politik adalah pengambilan keputusan melalui sarana umum.
Karl. W Deutsch, mengatakan bahwa: “politik adalah pengambilan keputusan melalui sarana umum.
BAB III
PEMBAHASAN
III.1
Ruang Lingkup dan Kajian Ilmu Sosial
Istilah ilmu sosial dapat dilihat
menurut pendapat para ahli ilmu sosial diantaranya dikemukakan oleh Ralf
Dahrendorf, seorang ahli sosiologi Jerman dan penulis buku class and class
conflict in industrial society, menurutnya bentuk tunggal ilmu sosial
menunjukan sebuah komunitas dan pendekatan yang saat ini hanya diklaim oleh
beberapa orang saja, sedangkan bentuk jamaknya, ilmu-ilmu sosial, mungkin
istilah tersebut merupakan bentuk yang paling tepat. Ilmu-ilmu sosial mencakup
sosiologi, antropologi, psikologi, ekonomi, geografi sosial, politik, bahkan
sejarah walaupun di satu sisi ia termasuk ilmu humaniora (Dahrendorf,2000:999).
Istilah ilmu sosial tidak begitu saja
dapat diterima di tengah-tengah kalangan akademisi, terutama di inggris.
Sciences Sosiale dan Sozialwissenschaften adalah istilah istilah yang lebih
mengena meski keduanya juga membuat “menderita” karena diinterprestasikan
terlalu luas atau terlalu sempit. Ironisnya ilmu sosial yang dimaksud sering
hanya untuk mendefinisikan sosiologi atau hanya teori sosial sintetis
(Daendrorf,2000:1000).
Pendapat tentang ilmu-ilmu sosial lainya
yang agak berbeda dikemukakan oleh Immanuel Wallerstein, profesor sosiologi yang terkemuka dan Direktur Fernand
Braudel Pusat Studi Ekonomi, Sistem-Sistem sejarah dan Peradaban State
University of new york at Birmingham. Pandangannya tentang ilmu-ilmu sosial,
tidak sepesimis Ralf Dahrendorf, namun ia pun tetap kritis terhadap
padangan-pandangan yang menyeret ilmu sosial ke nomotetis maupun ideografis.
Wallerstein tidak memberikan usul
tunggal untuk dianut sebagai pendekatan nomotetik atau ideografik
(ideosinkratik). Sebaliknya,ia menganjurkan untuk semakin meningkatkan dialog
antara kedua pendekatan tersebut. Untuk ilmu-ilmu kealaman (sains) yang
kemudian sering didefinisikan sebagai pencarian hukum-hukum universal ataupun
nomotetik mengenai alam yang tetap benar, mengatasi segala ruang dan waktu
(Wallerstein,1997:4).
Sedangkan untuk ilmu-ilmu sosial,
Wallerstein lebih menekankan pada suatu prilaku sosial yang menekankan jauh
melebihi kearifan secara turun temurun dan merupakan hasil dedukasi dari
padatnya pengalaman hidup manusia sepanjang jalan.
Ilmu sosial adalah usaha penjelajahan dunia modern
.Akarnya tertanam pada upaya yang mekar sejak zaman abad keenambelasan ,serta
merupakan bagian dan bidang konstruksi dunia modern.Tujuanya untuk mengembangkan pengetahuan sekular secara
sistematis tentang realitas yang hendak dibuktikan secara empiris
(Wallerstein,1997: 2).
Pendapat serupa juga dikemukakan oleh Bung Hatta
sebagai salah seorang founding father (Abdullah, 2006: 6-26) bahwa ilmu sosial
sebagaimana hal nya dengan ilmu pengetahuan yang lain, adalah satu ragam dimana
memiliki peran tiga wajah ilmu sosial, sebagai critical discourse, sebagai
academic ebterprise, dan applied science/knowledge.
Pertama, sebagai critical discourse (wacana kritis)
artinya pada kajian ini membahas tentang apa adanya yang keabsahanya tergantung
pada kesetiaan pada prasyarat sistem rasionalitas yang kritis dan pada konvensi
akademis yang berlaku.
Kedua,
sebagai academic enterprise , memiliki pengertian “bagaimana mestinya”.
Dalam bahasa Taufik Abdullah ilmu sosial tampil sebagai tetangga dekat dengan
ideologi, sebagai sistematisasi strategis dari sistem nilai dan filsafat
sebagai pandangan hidup (Abdullah, 2006:10-11),
yang kenyataan nya sarat pada nilai.
Ketiga, sebagai applied science, artinya
bahwa dalam ilmu sosial itu diperlukan untuk mendapatkan atau mencapai hal-hal
yang praktis dan berguna entah untuk mewujukan atau mencapai hal-hal yang
praktis dan berguna entah untuk mewujudkan sesuatu yang dicita-citakan
contohnya kemakmuran, maupun mengurangi
atau meniadakan sesuatu yang tidak diinginkan misalnya kemiskinan.
Macam-macam Ilmu-ilmu sosial :
1. Geografi
Menurut
(Wikipedia) Geografi adalah ilmu yang
mempelajari tentang lokasi serta persamaan dan perbedaan (variasi) keruangan
atas fenomena fisik dan manusia di atas permukaan bumi.Kata geografi berasal dari Bahasa Yunani yaitu gêo ("Bumi") dan graphein
("menulis", atau "menjelaskan").Geografi juga merupakan
nama judul buku bersejarah pada subjek ini, yang terkenal adalah Geographia tulisan Klaudios Ptolemaios (abad kedua).Geografi lebih dari sekedar kartografi, studi tentang peta.
Geografi
tidak hanya menjawab apa dan dimana di atas muka bumi, tapi juga mengapa di
situ dan tidak di tempat lainnya, kadang diartikan dengan "lokasi pada
ruang." Geografi mempelajari hal ini, baik yang disebabkan oleh alam atau
manusia.Juga mempelajari akibat yang disebabkan dari perbedaan yang terjadi
itu.
Geografi berhubungan dengan keadaan
permukaan bumi, unsur biologi terdapat juga di dalamnya yaitu unsur-unsur yang
menyangkut dunia hewan, tumbuh-tumbuhan dan mengenai lapisan bumi atau
geologi.Geografi juga berhubungan langsung perikehidupan manusia dan menetukan
perikehidupan manusia menurut jenis-jenis lingkungannya, lingkungan pegunungan
atau dataran rendah, daerah pedalaman atau daerah-daerah dengan berbagai jenis
iklim dan musim, daerah perkotaan dan sebagainya.
Menurut Sapriya (25:2009) Geografi
dibagi ke dalam dua spesialisasi pokok: geografi fisik dan geografi budaya
(manusia). Para ahli geografi mengkaji aspek-aspek fisik bumi yang meliputi
iklim, tanah, sumber-sumber air; penyebaran tanaman dan binatang, dan
bentuk-bentuk tanah.
Menurut buku Pengajaran Studi
Sosial/IPS ( 1979 Para ahli geografi budaya (ahli
kependudukan-demografer) tertarik dengan penyebaran penduduk pada suatu wilayah
tertentu. Mereka bukan hanya tertarik dengan tempat tinggal dimana mereka hidup
namun juga mengapa mereka tinggal disana, yakni factor-faktor apa yang
mempengaruhi. Daya tarik utama kedua dari ahli geografi budaya adalah interaksi
antara manusia dengan lingkungan fisiknya.Cabang disiplin geografi lainnya
adalah kartografi atau pemetaan. Cabang ini pun biasanya menjadi perhatian
dalam kurikuluim social studies atau PIPS. Ahli kartografi tertarik dengan
pencatatan lokasi penduduk dan tempat-tempat pada permukaan bumi.Jadi geografi
ilmu yang mempelajari tentang permukaan bumi yang berkaitan dengan penyebaran
pendidik pada suatu wilayah tertentu.
2. Sejarah
Melalui
pemahaman sejarah rasakebangsaan semakin tebal dan mengenali “benang merah”
perjuangan bangsa sertamenghidupkan atau menyajikan peristiwa-peristiwa yang
terjadi pada masa lalu.Akan tetapi tidak semua peristiwa itu layak untuk
disajikan, masalah dapat dan tidakdapatnya perisrtiwa sejarah disajikan
bergantung pada keterhubungan masalah yangada dalam hubungan konsep disiplin
ilmu sosial dalam kajian ilmu sosial yang ada.
Hugiono dan P.K. Poerwantana (1987:9) mendefinisikan sejarah sebagai
berikut“Sejarah adalah gambaran tentang peristiwa-peristiwa masa lampau yang
dialamimanusia, disusun secara ilmiah, meliputi urutan waktu, diberi tafsiran
dan analisiskritis sehingga mudah dimengerti dan dipahami”.Konsep dari sejarah yaituwaktu dokumen, alur peristiwa, kronologi, peta, tahap-tahap
peradaban, ruang, evolusi, revolusiBerhubungan dengan sumber informasi
tentang perikehidupan manusia pada masa lampau di berbagai jenis lingkungan
dnegan berbagai corak kebudayaannya.Sejarah menampilkan perkembangan dan
perubahan dalam perikehidupan manusia di masa lampau. Konsep-konsep dasar dalam
sejarah antara lain adalah: waktu, dokumen, alur peristiwa, kronologi, peta,
tahap-tahap peradaban, ruang, evolusi, dan
revolusi.
3. Antropologi
Antropologi adalah suatu perspektif
ilmiah.Antropologi merupakan ilmu social yang dipermudah dan
dipersempit.Sebagian antropolog masa kini yakin bahwa perspektif antropologi
diperoleh dari sifat komprehensip pendekatannya.Mereka beranggapan bahwa
antropologi mecangkup cirri-ciri ilmu fisika, ilmu – ilmu social, dan
humanitas. Perbedaan antropologi dengan disiplin – disiplin lain dalam ilmu
social terletak pada fakta bahwa antropolog membawa pandangan integrative,
penyatuan , untuk membahas kondisi manusia.
“Antropologi dapat dipandang ilmiah
karena kajian ini meliputi kegiatan akumulasi pengetahuan yang sistenatik dan
dapat dipercaya mengenai suatu aspek universal yang dilaksanakan melalui
pengamatan empiris dan interpretasi dalam konteks antarhubungan
konsep-konsepyang lebih disukai bagi pengamatan empiris” (Pelto dan Pelto,
1989: 24 dalam Saiffudin, 2006 : 15)
Ilmu antropologi (Koentjaraningrat,
1987 : 1) adalah suatu ilmu yang mempelajari makluk antropos atau manusia,
merupakan suatu integrasi dari beberapa ilmu yang masing –masing mempelajari
suatu komplek masalah –masalah khusus mengenai makhluk mausia.
Haviland, (1988 I : 7) dalam
Sapardi, 2008: 1 mengartikan antropologi sebagai ilmu yang mempelajari manusia,
berusaha menyusun generalisasi yang bermanfaat tentang manusia dan perilakunya
untuk memperoleh pengertian yang lengkap tentang keanekaragaman manusia.
R. Benedict (1995 yang dikutip oleh
Harjoso 1982:13) menjelaskan antropologi sebagai ilmu pengetahuan yang
mempelajari umat manusia sebagai makluk masyarakat. Colemon, Simon, dan Helen
Watson (2005 : 8) dalam Supardi, 2008:2 mengartikan antropologi sebagai suatu
ilmu yang mengkaji manusia dan masyarakat, baik yang masih hidup maupun yang
sudah mati, mereka yang sudah punah maupun yang masih berkembang pada masa
kini.
Jadi antropologi dapat diartikan
sebagai ilmu yang mempelajari manusia dalam tata kehidupan masyarakat, baik
masyarakat yang sudah punah maupun yang masih berkembang pada masa kini, untuk
memperoleh pengertian yang lengkap tentang keanekaragaman manusia.
Istilah – istilah lain antropologi
menurut Koenjaraningrat (1985 : 10-13) dalam Sapardi, 2008: 7 antara lain
a. Ethnogapy adalah penulisan yang melukiskan
tentang bangsa-bangsa, terutama tentang kehidupan masyarakat dan kebudayaan
suku-suku bangsa.
b. Ethnology berarti ilmu bangsa – bangsa. Yang
mengkaji sejarah perkembangan kebudayaan manusia.
c. Volkerkunde/volkenkunde berarti ilmu bangsa-bangsa yang
berkembang di Eropa Tengahsampai sekarang.
d. Anthropology berate ilmu tentang manusia. Berarti mempelajari tentang
cirri-ciri tubuh manusia.
e. Cultural Anthropology berarti bagian dari antropologi yang tidak
mempelajari manusia dari segi fisiknya,
f. Social Anthropology sebagai lawan dari etnologi.
Percabangan antropologi ( Saiffudin, 2006: 21)
a. Antropologi biologi yaitu kajian mengenai biologi manusia,
khusunya dalam kaitan dengan antropologi yang dikonsepsikan secara luas, suatau
ilmu mengenai manusia.
b. Arkeologi yaitu kajian mengenai hubungan antar kelompok
–kelompok dan rekonstruksi kehidupan social bahkan pada masa yang relative
dekat dengan masa kini.
c. Antropologi linguistic adalah bagian dari kajian mengenai
bahasa, tapi khususnya yang terkait dengan keanekaragamannya.
d. Antropologi budaya, bidang kajiannya yaitu keanekaragaman
budaya, upaya mencari unsure-unsur budaya, mengungkapkan struktur social,
interpretasi simbolisme, dan berbagai masalah terkait.
4. Sosiologi
Sosiologi pada hakekatnya bukanlah
semata-mata ilmu murni (pure science)
yang hanya mengembangkan ilmu pengetahuan secara abstrak demi usaha peningkatan
kualitas ilmu itu sendiri., namun sosiologi bisa juga menjadi ilmu terapan (applied science) yang menyajikan
cara-cara untuk mempergunakan pengetahuan ilmiah guna memecahkan masalah
praktis atau masalah social yang perlu ditanggulangi (Horton dan Hunt dalam
Narwoko, 2006 : 2)
Sosiologi merupakan ilmu yang paling
muda dari ilmu –ilmu social yang dikenal.Sosiologi mempunyai dua pengertian
dasar yaitu sebagai ilmu dan sebagai metode.Sebagai ilmu, sosiologi merupakan
kumpulan pengetahuan tentang masyarakat dan kebudayaaan yang disusun secara
sistematis berdasarkan analisis berfikir logis. Sebagai metode, sosiologi
adalah cara piker untuk mengungkapkan realitas social yang ada dalam masyrakat
dengan prosedur dan teori yang dapat dipertanggung jawabkan secara ilmiah. (
Mubarak, W.I, 2009 : 3)
Selo Soemardjan dan Soeleman
Soemardi ( Narwoko, 2006 : 4)
mendefinisikan sosiologi adalah ilmu yang mempelajari struktur social
dan proses-proses social termasuk perubahan social.Menurut Webber dalam
Mubarak, W.I (2009 : 4) sosiologi adalah suatau ilmu yang mempelajari tindakan
social.
Hakekat ilmu sosiologi menurut Mubarak,
W.I (2009:7) sebagai berikut :
a. Ilmu sosial bukan ilmu pengetahuan
alam\
b. Merupakan disiplin ilmu yang
kategoris dan bukan yang normative.
c. Pure
sience bukan applied science.
d. Ilmu pengetahuan yang abstrak bukan
konkret.
e. Bertujuan menghasilkan pengertian
dan pola-pola umum.
f. Pengetahuan yang bersifat empiris
dan rasional.
g. Pengetahuan yang umum bukan ilmu
pengetahuan yang khusus.
Menurut Mubarak, W.I, 2009 : 7 manfaat mempelajari ilmu
social dan hubungan ilmu social dengan sosiologi adalah
a. Untuk menyeragamkan perilaku
b. Riset terhadap organisasi yang beasr
dan kompleks
c. Analisi masalah – masalah sosiologi
dasar
d. Riset dengan penekanaan proses dan
kemungkinan terjadinya perubahan.
e. Riset secara operatif dan objektif
terhadap system perilaku
5. Kenegaraan atau politik
Pada bidang kewarganegaraan lebih
banyak mengulas tentang tingkah laku manusia dalam hubungannya dengan fungsi
sosialnya dalam berhubungan dengan masyarakat sekitar, baik dalam ruang lingkup
yang sempit sampai hubungan antar negara. Dalam kewarganegaraan menekankan
pada tata cara untuk berinteraksi dengan orang lain dan mengajarkan bagaimana
menjadi warga negara yang baik dan sesuai dengan undang-undang. Di dalam
kewarganegaraan, diajarkan konsep-konsep dasar seperti Negara, demokrasi dan
hak asasi.
Berhubungan dengan teori dan praktik
mengenai pemerintahan di antaranya tentang dasar pemerintah, sistim perwakilan,
organisasi bidang eksekutif dan kehakiman atau yudikatif, bentuk organisasi
pemerintahannya daerah dan pelaksanaannya, hak dan kewajiban warganegaranya dan
sebagainya. Konsep dasarnya antara lain:
kekuasaan, Negara, kepemimpinan,
wilayah, kedaulatan rakyat, undang-undang, Psikologi Sosial
6. Psikologi sosial
Sapriya, (30:2009) Psikologi mempelajari perilaku
individu-individu dan kelompok-kelompok kecil individu. Lapangan spesialisasi
dalam psikologi meliputi beberapa yang berorientasi ilmu social dan lainnya
yang lebih menyeruapai ilmu alam.
Psikologi sosial menurut Gerungan (1987: 19-20) menguraikan
tentang kegiatan-kegiatan manusia dalam hubungannya dengan situasi-situasi
sosial seperti situasi kelompok, situasi massa dan seterusnya.
Menurut Gerugan (1987 :19) merupakan perkembangan ilmu pengetahuan yang baru dan merupakan cabang
dari ilmu pengetahuan psikologi pada umumnya. Ilmu tersebut menguraikan tentang
kegiatan-kegiatan manusia dalam hubungannya dengan situasi-situasi social.
Konsep dasar dalam psikologi sosial
antara lain:emosi, perhatian, minat, kemauan, motivasi, kecerdasan dalam
menanggapi persoalan sosial, penghayatan, kesadaran, harga diri, sikap mental,
kepribadian.Konsep dasar dalam psikologi sosial antara lain:emosi, perhatian,
minat, kemauan, motivasi, kecerdasan dalam menanggapi persoalan sosial,
penghayatan, kesadaran, harga diri, sikap mental, kepribadian.
Psikologi sebagai ilmu yang obyeknya manusia, maka terdapat
saling hubungan antara psikologi sosial dengan ilmu-ilmu lain yang obyeknya
juga manusia seperti misalnya : Ilmu hukum, Ekonomi, sejarah, dan yang paling
erat hubungannya adalah sosiologi. Letak psikologi sosial dalam sistematik
psikologi termasuk dalam psikologi yang bersifat empirik dan tergolong
psikologi khusus yaitu psikologi yang menyelidiki dan yang mempelajari
segi-segi kekhususan dari hal-hal yang bersifat umum dipelajari dalam lapangan
psikologi khusus.
III.2
Ruang Lingkup dan Kajian Ilmu Politik
Dalam memahami ilmu politik, Mirriam
Budiardjo dalam bukunya yang berjudul “Dasar-dasar Ilmu Politik” (2005:9)
mengatakanan bahwa definisi-definisi ilmu politik akan berkaitan dengan
pembahasan : (1) Negara, (2) kekuasaan, (3) pengambilan keputusan, (4) kebijakan
publik, (5) distribusi/pembagian dan alokasi.
Pertama, pembahasan Negara, menurut
Budiardjo, merupakan titik sentral dari ilmu politik. Pusat perhatiannya
terletak pada lembaga-lembaga kenegaraan serta bentuk-bentuk formalnya.
Penyelidikan atau pembahasan seperti, misalnya, tentang bagaimana
lembaga-lembaga kenegaraan tersebut menjalankan tugas-tugasnya guna mencapai
tujuan yang telah ditetapkan bersama, bagaimana lembaga-lembaga tersebut
berperan dan berfungsi, sejauh mana keterlibatan lembaga kenegaraan dalam
kehidupan masyarakat, dan seterusnya merupakan lahan yang perlu dipelajari oleh
ilmu politik dimana titik fokusnya adalah Negara. Oleh karena itu, pendekatan
ini sering disebut pendekatan institusional atau kelembagaan.
Kedua, pembahasan kekuasaan menurut
Budiardjo membahas mengenai kemampuan seseorang atau sekelompok orang untuk
mempengaruhi perilaku orang atau kelompok lain sesuai dengan keinginan pelaku,
mengutarakan bahwa pendekatan ini menilai semua kegiatan politik selalu saja
bersinggungan dengan upaya-upaya untuk merebut, mempertahankan, dan memperluas
kekuasaan oleh penguasa, rezim militer, kelas menengah, kaum muda, dan
seterusnya, merupakan wahana yang dikaji oleh ilmu politik.
Ketiga, pengambilan keputusan
memfokuskan pada kajian bagaimana keputusan-keputusan strategis yang mengikat
secara kolektif seluruh warga masyarakat ditetapkan. Keputusan, secara
sederhana, berarti membuat pilihan diantara beberapa alternatif pilihan yang
ada, sedangkan pengambilan keputusan lebih menjurus pada proses yang dilakukan
oleh sekelompok orag sampai dengan keputusan itu ditetapkan. Setiap pengambilan
keputusan selalu ada perselisihan ide, argumentasi, justifikasi, dan lain
sebagainya yang menunjukkan seberpa besar pengaruh satu kelompok terhadap kelopok
lainnya. Dinamika kelompok menjadi unit anaisis pentinng untuk diperhatikan,
selain juga sumber daya – sumber daya yang melekat pada kelompok atau diri
individu dalam meyakinkan orang lain sehingga ide atau usulannya atas
alternative putusan yang disampaikan dipilih untuk ditetapkan. Selain itu juga,
pengambilan keputusan juga membicarakan perihal, “siapa mendapat apa, kapan,
dan bagaimana?”.
Keempat, kebijakan publik atau yang
disebut oleh Mirriam Budiardjo sebagai kebijaksanaan umum (2005:12) mengelaborasi
tentang upaya sekelompok orang dalam mencapai cita-citanya bersama melalui
keputusan yang diambil dengan cara-cara tertentu. Artinya, keijakan publik
lebih bersahabat dibandingkan dengan pengambilan keputusan. Ia tidak
menyertakan konflik ide, tetapi justru menghadirkan kerjasama, usaha bersama,
perencanaan bertingkat, guna menuju kebaiikan bersama yang dirasakan oleh
mereka secara konfrehensif yang dituangkan dalam bentuk kebijakan publik.
Dan terakhir, pembagian dan alokasi
(distribution and location). Yang diimaksud dengan distribusi dan alokasi
menurut budiardjo adalah pembagian dan penjatahan dari nilai-nilai dalam
masyarakat. Dalam konteks ini politik dimengerti sebagai budaya politik yang
harus dibagikan dan dialokasikan kepada warga agar mengikat pada benak dan
perilaku berpolitik warga. Tujuannya adalah stabilisasi dan minimalisasi
konflik yang sering kali terjadi ketika kita hanya memaahami politik sebagai
upaya untuk merebut, mempertahankan, dan memperluas kekuasaan. Karena itu, yang
rajin diteliti dalam hal ini adalah kenapa distribusi dan alokasi tidak merata,
atau mengapa distribusi dan alokasi nilai lebih bermanfaat pada suatu
masyarakat tertentu dan tidak pada masyarakat lain, dan seterusnya.
Namun, tampaknya kita akan menemukan
kesulitan manakala membatasi politik hanya pada konsentrasi atas pembahasan
semata, atau persolan kekuasaan saja, atau lainnya. Oleh sebab itu satu sarjana
dengan sarjana lain akan mendefinisikan berbeda manakala ditanyakan apa itu
politik.
Ramlan subakti dalam bukunya memahami
ilmu politik (1992:1-2)misalnya menjelaskan bahwa konsepsional politik akan
berkaitan dengan lima hal penting, yakni :
1.
Politik akan
bersinggungan dengan usaha-usaha yang
ditempuh warga Negara untuk membicarakan dan mewujudkan kebaikan bersama.
2.
Politik juga
berkaitan dengan penyelenggaraan Negara dan pemerintahan
3.
Politik pun
bersinggungan dengan segala kegiaatan yang diarahkan untuk mencari dan
mempertahankan kekuasaan dalam masyarakat.
4.
Politik juga
sebagai konflik dalam rangka mencari dan atau mempertahankan sumber-sumber yang
dianggap penting.
5.
Politik sebagai
kegiatan yang berkaitan dengan perumusan dan pelaksanaan kebijakan publik.
Sampai
abad ini ilmu politik sebagai salah satu disiplin dari ilmu-imu sosial telah
mengalami perkembangan yang sangat pesat sejak kelahirannya, maka apabila kita
tinjau dari buku Varma tentang sejarah perkembangan ilmu politik beliau membagi
perkembangan ilmu politik pada tiga periode yaitu, periode tradisional,
behavioralisme (pendekatan perilaku) dan post behavioralisme (pendekatan pasca
perilaku), dari ketiga periode tersebut Varma menjelaksan ciri-ciri, ruang
lingkup serta objek kajiannya.
Jadi pada periode ini (periode tradisional) menurut
Varma penekanan utama objek kajian ilmu politik menitikberatkan pada pendekatan
kelembagaan dan aspek kesejarahan, walaupun terkadang para pemikir ilmu politik
ini juga mencoba juga menganalisis konsep-konsep seperti : negara, hak-hak,
keadilan dan tentang cara kerja pemerintahan, tetap kita akan sulit membedakan
antara ilmu politik dan ilmu sejarah pada periode ini. Saat itu ilmu politik
masih merupakan sebuah disiplin ilmu sosial yang hanya dapat dipelajari di
perpustakaan atau ruang-ruang belajar dari pada pembelajaran di lapangan, di
mana interaksi-interaksi politik sebenarnya terjadi disana.
Kencenderungan ilmu politik menggunakan analisa
sejarah terus berlanjut, sampai kemudian pendekatan sejarah ini ditambah dengan
perspektif normatif, sehingga para penulis politik mulai membahas teori
perbandingan pemerintahan dengan meneliti kekurangan dan kelebihan dari
berbagai lembaga politik, misalnya penelitian perbandingan sistem presidensil
dan parlementer, sistem pemilihan distrik dan proporsional serta negara
kesatuan dan negara federal. Tetapi penambahan perspektif baru pada penelitian
ilmu politik tidak membawa perubahan yang fundamental bagi perkembangan ilmu
politik. Pada perkembangan selanjutnya pendekatan ilmu politik ditambahkan lagi
dengan pendekatan yang bersifat taksonomi deskriptif, di mana ada suatu
penekanan yang begitu besar pada pengumpulan dan penggolongan fakta-fakta
tentang lembaga-lembaga serta proses-proses politik.
Pendekatan-pendekatan yang dilakukan dalam ilmu
politik tradisional sebagaimana digambarkan yaitu bersifat analisisa historis,
legal kelembagaan, normatif perspektif dan taksonomi deskriptif, tidak begitu
eksklusif satu sama lain dan kadang-kadang objek penelitian mereka saling
bertemu satu-sama lain. Terlepas dari beberapa kekurangan pendekatan penelitian
ilmu politik dalam kerangka tradisional, para ilmuwan politik pada masa itu
menurut Varma telah mengembangkan pengetahuan yang lebih luas tentang cara
kerja berbagai lembaga politik, dari pada apa yang dilakukan pada beberapa abad
sebelumnya. Mereka telah berhasil menyelidiki dimana kekuasaan terletak dalam
suatu masyarakat serta bagaimana proses operasional kekuasaan tersebut di dalam
sebuah institusi lembaga pemerintahan.
Menurut Varma penekanan metodelogi penelitian pada
struktur-struktur lembaga politik formal oleh para ilmuwan politik tradisional,
secara perlahan mulai membuka jalan baru bagi penelitian ilmu politik yang
lebih terarah, sehingga ruang lingkup ilmu politik tidak lagi terbatas pada
filsafat politik dan deskripsi kelembagaan saja. Terdapat suatu kecenderungan
yang lebih besar dalam meneliti lembaga atau organisasi politik menggunakan
metodelogi yang bersifat empiris. Bahkan ada keinginan untuk lebih memanfaatkan
disiplin ilmu lain sebagai alat bantu analisa politik, seperti pemakaian metode
kuntitatif dan penggunaan peralatan riset untuk mengumpulkan dan mengolah
data-data politik yang ditemukan.
Perkembangan ini menurut Varma terjadi bukan
sepenuhnya jasa dari kaum behavioralis, sebelum pendekatan perilaku menjadi
kiblat pendekatan penelitian politik, para ilmuwan politik sudah mempunyai
keinginan ilmu politik menjadi subjek yang bersifat interdisipliner. Walaupun
kemudian penelitian politik yang dihasilkan oleh para ilmuwan politik ini dapat
dianggap sangat akurat dengan peralatan riset yang sangat primitif, tapi bagi
Varma perkembangan tersebut belum menunjukan bahwa ilmu politik mampu
menjangkau metode pengumpulan, pengelolaan serta analisa data yang canggih dan
teliti.
Oleh karena itu ketidakpuasan terhadap keadaan ilmu
politik benar-benar tidak dapat dihindari. Ketidakpuasan ini menyebabkan
keresahan serta tuntutan supaya ilmu politik membutuhkan unit analisa, metode,
teknik, dan teori sistematis yang baru, terlebih pada masa perang dunia kedua
ada kesan disiplin ilmu politik tidak diakui oleh pemerintah Amerika Serikat
terbukti dengan tidak dilibatkanya para ilmuwan politik dalam proses
pengambilan sebuah keputusan, berbeda dengan para ilmuwan sosial dari disiplin
ilmu ekonomi, ilmu sosiologi dan antropologi, mereka mampu memberikan peranan
pada setiap pembuatan kebijakan pemerintah. Ada juga pendapat yang menjelaskan
bahwa lembaga-lembaga politik tidak lagi dianggap sebagai unit-unit dasar
analisa dan penelitian, sehingga penelitian lebih dititik beratkan ke arah
perilaku individu-individu dalam
situasi-situasi politik, kedua hal tersebut menjadi faktor pendorong lahirnya
pendekatan perilaku (behavioral approach).
Pendekatan perilaku dalam ilmu politik menurut David
E Apter menggunakan paradigma ilmu pengetahuan alam yang dihubungkan dengan
doktrin positivisme Saint Simon yang menekankan metode-metode ilmiah.
Positivisme merupakan perkembangan lebih lanjut dari aliran empirisme yang
didukung oleh para filosof Inggris seperti Locke, Berkeley dan Hume. Empirisme
seperti yang kita ketahui bersama meyakini bahwa realitas adalah sesuatu yang
hadir melalui data sensoris, dengan kata lain pengetahuan kita harus berawal
dari verifikasi empirik dengan mengatakan bahwa puncak pengetahuan manusia
adalah ilmu-ilmu positif atau sains (ilmu-ilmu yang berangkat dari fakta-fakta
yang terverifikasi dan terukur secara ketat). Kemunculan positivisme ini tidak
dapat dilepaskan dari iklim kultur saat itu yang memungkinkan berkembangnya
gerakan untuk menerapkan cara kerja sains dalam berbagai bidang kehidupan
manusia.
Sehingga positivisme menurut Donny Gahral Adian,
menjadi sebuah dogma epistemik dengan mengklaim bahwa ilmu pengetahuan haruslah
mengikuti doktrin unified science apabila ingin disebut ilmu pengetahuan ilmiah
bukan semata-mata pengetahuan sehari-hari praktis eksistensial. Menurutnya
positivisme memiliki beberapa ciri yang antara lain :
1) Objektif / bebas nilai, dikotomi yang
tegas antara fakta dan nilai mengharuskan subjek peneliti mengambil jarak
dengan realitas dengan bersikap bebas nilai
2) Fenomenalisme : tesis bahwa realitas
terdiri dari impresi-impresi, ilmu
pengetahuan hanya berbicara tentang realitas berupa impresi-impresi tersebut
3) Reduksionisme : realitas direduksi
menjadi fakta-fakta yang dapat diamati
4) Mekanisme : tesis bahwa semua gejala
dapat dijelaskan dengan prinsip-prinsip sistem-sistem mekanis.
Para ilmuwan politik
ini kemudian berusaha menjadikan disiplin ilmu politik menjadi ilmu pengetahuan
yang bersifat ilmiah dan sistematis, sehingga bisa disejajarkan dengan
ilmu-ilmu pengetahuan lain (baik ilmu sosial dan ilmu alam), salah satu caranya
dengan menggunakan logika positivisme seperti yang dijelaskan diatas sebagai
metode penelitian untuk memahami realitas politik yang terjadi di masyarakat.
Mereka berargumen bahwa penelitian di bidang politik harus mempunyai relevansi langsung
dengan kenyataan politik praktis yang ada.
Beberapa ilmuwan
politik seperti Charles Beard, AL Lowell dan Arthur Bentley memainkan peranan
yang sangat penting dalam upaya memperluas ruang lingkup ilmu politik ini
dengan penggunaan metode teknik statistik, sedangkan Arthur Bentley memberikan
sumbangan dua gagasanya untuk pendekatan perilaku yaitu gagasan kelompok dan
konsep tentang proses. Selain ketiga ilmuwan politik tersebut perkembangan
pendekatan perilaku menganal Charles Merriam, sumbangan Charles Merriam dalam
perkembangan pendekatan perilaku dalam ilmu politik adalah :
1) Ia berkeinginan
penelitian-penelitian di bidang politik benar-benar memanfaatkan kemajuan
inteligensia manusia yang telah di bawa ke dunia oleh ilmu-ilmu sosial dan
ilmu-ilmu alam dan mendorong adanya penelitian yang bersifat kooperatif dan
kolaboratif
2) Ia berpendapat bahwa
pendekatan disiplin sejarah tidak relevan digunakan sebagai salah satu
pendekatan yang digunakan dalam ilmu politik, dengan alasan pendekatan historis
mengabaikan faktor-faktor psikologis, sosial dan ekonomi.
Pendekatan perilaku
mencapai puncak perkembangnya setelah perang dunia kedua, ilmu politik tidak
lagi dianggap sebagai ilmu pengetahuan kelas dua, perkembangan ini tentunya
tidak lepas dari dukungan berbagai organisasi penderma (donatur) seperti
Carnegie, Rockefeller dan Ford yang memberikan dana bagi penelitian-penelitian
perilaku, tanpa dukungan organisasi-organisasi ini, penelitian perilaku yang
banyak memakan biaya tidak akan pernah berkembang dengan baik hingga saat ini.
Menurut Varma mengutip
pendapat Waldo perkembangan pendekatan perilaku dalam ilmu politik selain
mengandung sisi positif juga mengandung sisi negatif, sisi positif perkembangan
pendekatan perilaku bagi ilmu politik diantaranya mendorong ilmu politik
menggunakan metode-metode cabang ilmu sosial dan ilmu alam yang telah lebih
dulu maju dalam metode penelitian dan riset, sehingga pendekatan penelitian
yang digunakan ilmu politik bisa lebih komprehensif untuk menjelaskan banyak fenomena
politik yang terjadi, apalagi dengan menerapkan sebanyak mungkin logika
matematis khususnya metode statistik kuantitatif dalam pendekatan perilaku bisa
mencapai generalisasi yang lebih tinggi yang mampu menerangkan banyak fenomena
dengan lebih jelas. Sedangkan sisi negatifnya pendekatan perilaku menentang
analisa kelembagaan serta menentang upaya melibatkan ilmu politik dengan
masalah-masalah moral dan etika serta menghindari pemihakan ilmuwan dalam
penelitianya.
Sisi negatif dari
pendekatan perilaku ini kemudian menjadi embrio ketidakpuasan beberapa kalangan
yang memunculkan pendekatan baru dalam ilmu politik yang disebut pendekatan
pasca perilaku (post behavioral approach). Pendekatan pasca perilaku sangat
dipengaruhi oleh aliran kiri baru yang menjadi sebuah fenomena politik era
tahun 1960an di Amerika Serikat serta beberapa negara Eropa saat itu. Istiah
kiri baru pertama kali digunakan oleh kelompok Marxis liberal yang berpusat di
sekitar New left Review , istilah itu kemudian digunakan oleh gerakan mahasiswa
dunia.
Pemikiran kaum kiri
baru ini sangat dipengaruhi oleh para intelektual Frankfurt di Jerman, mereka
membudayakan aliran sosial kritis yang bersifat emansipatoris, teori
emansipatoris menurut mereka harus memenuhi tiga syarat :
1) Bersikap kritis dan selalu curiga terhadap
zamanya
2) Berpikir secara historis, berpijak pada
masyarakat dalam prosesnya yang historis
3) Tidak memisahkan teori dan praksis, tidak
melepaskan fakta dari nilai.
Teori kritis senantiasa
menolak logika pengetahuan yang dikembangkan oleh aliran positivisme, menurut
mereka positivisme hanya merekontruksi hukum-hukum kausal yang bekerja dalam
suatu tatanan masyarakat yang bisa diverifikasi melalui empirical test,
sehingga “membutakan” para ilmuwan sosial bahwasanya perilaku manusia tidak
bisa dipandang sebagai manifestasi suatu tata kausalitas, perilaku manusia
lebih menampilkan simbol yang berarti terhadap makna yang mendasarinya.
Selain itu positivisme
membimbing pelaku sejarah dan ilmuwan sosial pada total pasitivity, kriteria
bebas nilai yang diajukan membuat ilmuwan tidak mampu melihat sesuatu yang
salah dalam masyarakat, tugas seorang ilmuwan hanya memaparkan, mendeskripsikan
realitas sedetil-detilnya lewat fakta-fakta yang terukur sehingga proses-proses
sosial yang sifatnya melampaui fakta-fakta yang terukur menjadi tertutupi.
Realitas yang dideskripsikanya adalah realitas statis dengan hukum-hukum
objektif, sedangkan realitas sesungguhnya adalah realitas yang penuh dinamika.
Pengaruh teori kritis
berimbas juga pada perkembangan ilmu politik selanjutnya, banyak para ilmuwan
politik dan sosial mempertanyakan kembali pendekatan perilaku dalam menjelaskan
berbagai fenomena yang terjadi di masyarakat, serangkaian pertemuan digelar
oleh Asosiasi Ilmu Politik Amerika (APSA) merespon ketidakpuasan pendekatan
perilaku selama ini, terlebih-lebih suatu forum rapat (Caucus) pada tahun 1969
telah mengeluarkan manifestonya, bahwa dibutuhkan pendekatan ilmu politik baru
yang diarahkan untuk melayani rakyat miskin, tertindas dan terbelakang, baik
dalam negara mereka sendiri maupun di luar negara, dalam perjuanganya melawan
hirarki-hirarki, kelompok elit serta bentuk-bentuk manipulasi kelembagaan yang
telah mapan.
Munculnya pendekatan
pasca perilaku ini dalam ilmu politik merupakam sebuah antitesa terhadap
kemapanan logika positivisme yang dikembangkan dalam pendekatan perilaku,
pendekatan ini menitikberatkan supaya para ilmuwan politik mampu memahami
masalah sosial dan politik yang terjadi dengan memberikan sumbangan pemikiran
bagi pemecahanya. Secara garis besar dalam bukunya Varma menjelaskan dua
tuntutan utama pendekatan pasca perilaku yaitu relevansi dan tindakan, termasuk
ada tujuh karakter yang dimiliki oleh kaum pendekatan pasca perilaku. Ketujuh
karakter tersebut adalah :
a.
Dalam penelitian
politik subtansi harus mendahului teknik artinya bahwa setiap penelitian
politik yang akan dilaksankan terlebih dahulu harus memiliki tujuan untuk
memecahkan permasalahan sosial politik yang terjadi.
b.
Perubahan sosial
harus menjadi penekanan yang utama pada pendekatan ilmu politik, nilai social
transformation menjadi kebutuhan utama dari pada social preservation.
c.
Ilmu politik
tidak boleh melepaskan dirinya dari realitas sosial.
d.
Ilmu politik
jangan melepaskan dirinya dari sistem nilai.
e.
Tugas utama
ilmuwan ialah mempunyai peranan yang harus dimainkan dalam masyarakat serta
melindungi peradaban nilai-nilai kemanusiaan.
f.
Ilmu pengetahuan
khususnya ilmu politik memiliki komitmen untuk bertindak. Ilmu politik bagi
mereka harus menggantikan ilmu yang bersifat kontemplatif.
g.
Kaum intelektual
memiliki peranan positif dalam masyarakat dan peranan ini menentukan tujuan
yang pantas bagi masyarakat serta membuat masyarakat bergerak sesuai dengan
tujuan itu.
III.3
Hubungan Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
Hubungan sosiologi dan ilmu politik terlihat pada
aspeknya yang sama-sama membahas mengenai Negara, namun perbedaannya diantara
keduanya adalah sosiologi memandang Negara itu sebagai lembaga dan alat control
sosial sedangkan ilmu politik memandang Negara sebagai objek kajiannya. Sudah
tentu dengan konsepsi dan materi sosiologi, seorang ahli politik dapat
memperkirakan bagaimana peranan sturktur masyarakat dan stratifikasi sosial
mempengaruhi atau dipengaruhi oleh kebijkan politik, pengesahan politik, pengendalian
sosial serta adanya perubahan sosial. Diantara ilmu-ilmu sosial, sosiologi
menjadi yang paling pokok dan umum sifatnya karena dalam sosiologi dapat
membantu memahami latar belakang, susunana dan pola kehidupan sosial dari
berbagai golongan dan kelompok dalam masyarakat. Menyangkut mengenai masalah
perubahan dan pembaharuan, sosiologi menyeimbangkan pengertian akan adnya
perubahan dan pembaharuan dalam masyarakat. Apabila dalam masyarakat timbul
golongan-golongan atau kelompok-kelompok baru yang dapat menyampaikan
kepentingan baru, maka nilai-nilai kebudayaan masyarakat secara keseluruhan
akan menunjukan perubahan-perubahan dalam pola kehidupan politik. Dalam
sosiologi menggambarkan bahwa pada masyarakat yang sederhana maupun kompleks
senantiasa terdapat kecenderungan untuk timbul proses pengaturan ataupun
pola-pola pengendalian tertentu yang bersifat formal maupun nonformal.
Sosiologi juga melihat Negara sebagai salah satu asosiasi dalam masyarakat dan
memperhatikan bagaimana sifat dan kegiatan anggota itu dalam mempengaruhi sifat
dan kegiatan Negara. Jadi, ilmu politik dan sosiologi sama pandangannya bahwa
Negara dapat dianggap baik sebagai asosiasi maupun sebagai sistem pengendalian
hanya saja dalam ilmu politik Negara merupakan objek kajian penelitian pokok
sedangkan dalam sosiologi Negara hanya merupakan salah satu dari banyak
asosiasi dan lembaga pengendalian dalam masyarakat.
IV.
Bagaimana
hubungan ISIP dan Ilmu Pemerintahan
Seperti kita ketahui,
saat ini ilmu Pemerintahan sering diasumsikan sebagai ilmu yang kurang jelas.
Hal ini sangatlah dimengerti karena Ilmu Pemerintahan itu relative muda
perkembangannya. Sejarah perkembangan serta lahirnya terkait ilmu ini dimulai
ketika menjelang Perang Dunia ke II, oleh seorang ilmuwan Belanda yang bernama
Van Poelje, sejak saat itu ilmu pemerintahan ini terus berkembang hingga kini.
Jasa Van Poelje ini terkait studi tentang
susunan dan berfungsinya pemerintah dari tradisi yuridis kemudian dikembangkan
dengan menggunakan ilmu yang berwawasan pengetahuan social. Upaya Van Poelje
ini berhasil selama beberapa tahun yaitu tentang susunan dan berfungsinya
pemerintah, namun terperangkap ke dalam disiplin ilmu politik, baru setelah
tahun 1970-an sudah otonomi sendiri dan diakui dunia ilmu pengetahuan.
Dalam masa perkembangannya ilmu pemerintahan
selalu dalam koridor disiplin ilmu social baik itu ilmu hukum, ilmu politik,
ekonomi dan sosiologi. Masa itu di eropa barat ilmu pemerintahan selalu di
dominasi ilmu hukum karena gejala-gejala pemerintahan selalu dipandang sebagai
bagian studi mengenai hukum. Permasalahan pemerintahan selalu dipandang akan
dapat diatasi dengan menerapkan peraturan hukum yang berkaitan dengan
permasalahan dengan tepat dan benar. Studi tentang pemerintahan sering
dipandang tidaklah luas ruang lingkupnya daripada kegiatan aparatur pemerintah
dalam menerapkan tatanegara dan hukum tata pemerintahan.
Pada saat itu pula studi pemerintahan sering
dipandang sebagai ilmu politik, dimana proses pemerintahan suatu Negara sering
dinilai bagian atau esensi dari berfungsinya system politik. Maka dari itu
gejala pemerintahan selalu dipandang sebagai bagian ilmu politik. Tentulah kita
harus akui bahwa pada masa pertumbuhan ilmu pemerintahan ini selalu di dominasi
oleh hasil studi dari ilmu social yang selalu menelaah gejala pemerintahan.
Maka lumrahlah bagi ilmu manapun dalam proses perkembangan selalu seperti itu,
walaupun nanti pada akhirnya akan berdiri sendiri.
Sebuah Negara modern saat ini pemerintah
selalu campur tangan dalam ruang lingkup kehidupan social sering disebut dengan
istilah pemerintah intervensi. Adolf Wagner (1975) telah merumuskan pandangannya
yang lazim disebut “hukum tentang semakin meluasnya kegiatan yang bersifat
public terutama aktifitas Negara”. Pandangannya ini mengemukakan bahwa
aktifitas dari Negara yang makin meluas adalah dikarenakan pertumbuhan system
ekonomi yang merupakan dampak revolusi industry. Pertumbuhan ini menimbulkan
pula upaya manusia menuju arah kemajuan social.
Pendapat Peacock dan
Wiseman (1961) yang terkenal dengan “teori plateau”, dikemukakan bahwa kenaikan
pajak dan pengeluaran pemerintah yang dilakukan dalam situasi ekonomi dan
social yang stabil, biasanya akan mendapatkan ketidaksetujuan dari rakyat, dan
apabila dilakukan sebaliknya seperti dalam keadaan darurat atau krisis tentunya
rakyat akan menerima, namun setelah krisis atau keadaan darurat selesai
biasanya akan mengalami penurunan namun tetap akan berada dalam posisi lebih
tinggi dibandingkan dalam keadaan sebelum krisis atau darurat. Jadi esensi
teori plateau tersebut adalah penjelasan tentang meluasnya peranan pemerintah
karena adanya revolusi kemasyarakatan atau adanya gangguan keseimbangan social.
Seiring dengan kedua teori yang termasuk,
hasil penelitian Van Snippenburg (1986) yang melakukan studi perbandingan di 53
negara menyimpulkan bahwa meningkatnya kegiatan pemerintah merupakan gejala
yang berkaitan dengan modernisasi. Dalam prosesnya pemerintah merasa
bertanggung jawab untuk terus meningkatkan kesejahteraan hidup dari warganya,
juga bertanggung jawab memberikan kepastian hidup kepada kelompok lemah baik
kondisi ekonomi, social, dengan berbagai kebijakan politik dan social.
Selanjutnya dalam bidang ekonomi Snippenburg mengatakan bahwa factor utama yang
menyebabkan ruang lingkup kegiatan pemerintah menjadi semakin luas. Namun ada
beberapa factor yang lainnya seperti lahirnya serikat buruh, timbulnya proses
otonom yang merupakan akibat dari upaya birokrasi pemerintah untuk mendapatkan
pengaruh yang dominan. Factor-faktor tersebut yang menurut Snippenburg
merupakan determinan khusus yang paling penting.
Usaha dari para ilmuwan tersebut dalam
menjelaskan semakin luasnya aktivitas dari pemerintah itu kenyataannya sejak
decade akhir abad 19 dulu, Negara-negara di eropa mulai berangsur-angsur serta
cenderung mulai perubahan terkait peranan dari Negara dan fungsi pemerintah.
Perubahan tersebut memang pada awalnya berkaitan dengan upaya pemerintah
Negara-negara tersebut dengan mengurangi dampak negative system kapitalisme dan
selanjutnya berkembang dalam mewujudkan Negara yang sejahtera dan makmur.
Selanjutnya dalam memerintah suatu Negara itu
berarti menetapkan arah serta memberi bentuk dan memimpin kekuatan
kemasyarakatan dengan bermuara kepada tujuan yang ditetapkan oleh Negara.
Sejarah perkembangan ilmu pemerintahan yang menuju kepada kedudukan yang otonom
diantara ilmu social, ilmu social ini muncul pertama kali hasil studi dari
berbagai ilmu social yang sifatnya monodisiplin yang mempelajari gejala-gejala
pemerintahan contoh konkrit saja seperti politik pemerintahan, sosiologi
pemerintahan, ilmu keuangan Negara. Adapun ilmu pemerintahan yang sifatnya
normative serta diarahkan dalam memperbaiki praktek penyelenggaraan Negara
yaitu ilmu pemerintahan terapan.
Bila kita tinjau dari
segi terapan, maka kesimpulan ilmu pemerintahan itu memang tidak dapat terlepas
dari kondisi dan nilai social budaya yang berkembang di dalam suatu masyarakat.
Dewasa ini apabila kita lihat di Negara-negara barat mereka menggunakan
kerangka budaya barat yang menjadi acuan pokok dalam menyelenggarakan
pemerintahannya. Pertama yang menjadi landasan seperti system anglo-Amerika
yang menjadi landasan keyakinan yang mendalam akan keutamaan dari masyarakat
local dalam berpemerintahan sendiri, partisipasi rakyat yang seluas-luasnya,
pembagian kekuasaan pemerintahan, tanggung jawab yang diatur secara menyeluruh
dari system administrasi kepada lembaga legeslatif, dan pertanggung jawaban
dari pejabat dan pegawai peradilan sipil seperti halnya dengan rakyat biasa.
Kedua system Prancis yang dilandaskan kepada pemusatan kekuatan eksekutif serta
di dominasi dari kewenangan pemerintah local, pada profesionalisasi dari
pegawai pemerintah dan pemisahan secara psikologis dan pegawai tersebut dengan
rakyat biasa serta pertanggung jawaban mereka kepada peradilan tata usaha
Negara. Negara di eropa yang menganut system ini adalah Belanda sehingga pada
jaman jajahan dulu diterapkan di Indonesia.
Maka tidaklah heran apabila di Indonesia saat
ini system pemerintahan seperti ini masih sebagian berlaku walaupun ada
beberapa penambahan beberapa unsure dari system amerika yang pernah kita impor
sejak tahun 50 an. Sepanjang hal itu menyangkut aspek-aspek Ilmu Pemerintahan
yang ilmiah dan teoritis tentunya itu merupakan bahan-bahan yang bermanfaat
bagi perkembangan ilmu pemerintahan di Negara kita.
Apabila kita mencermati pendapat
Wilson, sebelum kita mengadopsi system pemerintahan kita harus
memahami dan menghayati konstitusi kita serta lebih mewaspadai akan penyakit
birokrasi. Atau apabila kita simpulkan kita harus hati-hati agar tidak
terjerumus dalam arbritarinees (berbuat sewenang-wenang) dan class spirit di
Negara kita, pegawai negeri (civil service) secara politik bersifat netral dan
selalu siap melaksanakan perintah dari setiap police maker yang dipilih oleh
rakyat yang berdaulat.
Dengan bercermin pada kearifan tersebut maka
sepatutnyalah ilmu pemerintahan di Indonesia harus berdasarkan nilai budaya
local bangsa kita yaitu berlandaskan kepada Pancasila dan Undang-undang Dasar
1945.
III.4
BAB IV
PENUTUP
IV.1
Kesimpulan
Perkembangan
ilmu sosial yang dimulai secara resmi sekitar abad ke-19 dimana perhatiannya
ada pada perubahan tatanan masyarakat pasca revolusi industri, penguatan
kesadaran akan diri dan kelompok, serta hubungan interpersonal dalam berbagai
lingkup. Ilmu sosial lahir bersamaan dengan adanya manusia bermasyarakat yang
menghasilkan analisis dan penelaahan-penelaahan secara terus menerus, artinya
ilmu sosial adalah ilmu yang cukup tua usianya hal ini memberi petunjuk bahwa
perhatian tentang masalah sosial telah ada semenjak lama semenjak manusia lahir
dan hidup bermasyarakat.
Sedangkan definisi-definisi ilmu politik akan
berkaitan dengan pembahasan : (1) Negara, (2) kekuasaan, (3) pengambilan
keputusan, (4) kebijakan publik, (5) distribusi/pembagian dan alokasi.
Kaitan
antara Ilmu sosial, Ilmu Politik dan Ilmu Pemerintahan adalah saling
ketergantungan atau bersifat interdisipliner, dalam kenyataannya ketiga ilmu
tersebut telah ada sejak manusia hidup dan berinteraksi satu samalain, namun
hal tersebut hanya dapat dikatakan sebagai sekumpulan pengetahuan-pengetahuan,
sedangkan penetapannya sebagai ilmu rata-rata adalah setelah Perang dunia ke
II. Ilmu sosial sebagai ilmu yang meneliti tentang masalah-masalah yang ada di
masyarakat, tentang interaksi manusia. Namun ilmu sosial sendiri cakupannya
yang lebih bersifat umum daripada sosiologi, ilmu sosial berupaya membuat realitas
menjadi lebih empiris. Selanjutnya pemaknaan mengenai Ilmu politik juga
berbeda-beda namun pada intinya politik adalah tentang kekuasaan yang ada
disuatu Negara, sedangkan Ilmu Pemerintahan sendiri adalah sebuah ilmu yang
mencoba meneliti tentang hubungan antara yang memerintah dengan yang
diperintah. Banyak sekali pandangan yang berbeda juga pendefinisian tentang
ilmu sosial dan ilmu politik, juga ilmu pemerintahan yang berada didalamnya
karena lebih berfokus pada manusia yang sifatnya dinamis yang kadang-kadang
bersifat rasional ataupun lain waktu irrasional.