Sunday 25 September 2016

Kapita Selekta Ilmu Pemerintahan



BAB I
PENDAHULUAN
I.1   Latar Belakang
Kehidupan manusia sebagai makhluk sosial selalu dihadapkan kepada masalah sosial yang tak dapat dipisahkan dalam kehidupan. Masalah sosial ini timbul sebagai akibat dari hubungannya dengan sesama manusia lainnya dan akibat tingkah lakunya. Masalah sosial ini tidaklah sama antara masyarakat yang satu dengan masyarakat lainnya karena adanya perbedaan dalam tingkat perkembangan kebudayaannya, sifat kependudukannya dan keadaan lingkungan alamnya.
Sejak zaman Yunani Kuno, politik telah banyak menarik perhatian dan menjadi bahan perbincangan serius bagi sejumlah kalangan, termasuk ilmuan ternama seperti Plato dan Aristoteles. Namun paradigma dan apa yang menjadi pusat perhatian para ilmuan tersebut dalam menelaah dan memahami politik, telah berkembang dari waktu ke waktu. Sebagian perubahan itu karena terdorong untuk mengikuti arus besar perubahan metodologi dan paradigma yang memang melanda hampir semua cabang-cabang ilmu sosial. Akibatnya, kita saat ini menyaksikan banyak sekali definisi-definisi ilmu politik yang berbeda-beda dan sulit menyamakan pendapat mengenai apa itu ilmu politik. Namun dari berbagai macam teori dan pendapat dari para ahli mengenai ilmu politik yang pada dasarnya merupakan  adanya suatu kekuasaan yang dapat memberikan aturan, kewenangan dan adanya suatu kebijakasanaan.
I.2   Rumusan Masalah
Dari latar belakang tersebut diatas, maka dapat dirumuskan beberapa masalah sebagai berikut:
1.      Bagaimana ruang lingkup dan kajian Ilmu Sosial?
2.      Bagaimana ruang lingkup dan kajian Ilmu Politik?
3.      Bagaimana hubungan antara Ilmu Sosial dan Ilmu Politik?
4.      Bagaimana hubungan ISIP dan Ilmu Pemerintahan?


BAB II
TINJAUAN LITERATUR
II.1Ilmu Sosial
Ilmu sosial demikian diistilahkan dan dijadikan nama baku yang berlaku di seluruh dunia. Dinamika perkembangan ilmu sosial yang dimulai secara resmi sekitar abad ke-19 dimana perhatiannya ada pada perubahan tatanan masyarakat pasca revolusi industri, penguatan kesadaran akan diri dan kelompok, serta hubungan interpersonal dalam berbagai lingkup. Ilmu sosial lahir bersamaan dengan adanya manusia bermasyarakat yang menghasilkan analisis dan penelaahan-penelaahan secara terus menerus, artinya ilmu sosial adalah ilmu yang cukup tua usianya hal ini memberi petunjuk bahwa perhatian tentang masalah sosial telah ada semenjak lama semenjak manusia lahir dan hidup bermasyarakat. Kajian mengenai ilmu sosial sangat luas sehingga dapat menghasilkan ilmu-ilmu sosial lainnya ini karena objek kajian ilmu sosial pada intinya adalah mengenai manusia. Dalam kehidupan manusia beraneka ragam mengenai sesuatu hal yang harus dipelajari diantaranya adalah melahirkan ilmu sosial lainnya yaitu ilmu politik yang mempelajari mengenai alokasi dan transfer kekuasaan dalam pembuatan keputusan, peran dan sistem pemerintahan yang termasuk dalam pemerintah dan organisasi internasional, perilaku politik dan kebijakan publik.
      Terminology ilmu merupakan terjemahan dari dalam bahasa Inggris Science, istilah science berasal dari bahas latin scientia yang berarti pengetahuan. Sedangkan kata scientia berasal dari kata scire yang artinya mempelajari ataupun mengetahui. Ilmu pengetahuan (science) adalah pengetahuan knowledge yang tersusun sistematis dengan menggunakan kekuataan pemikiran, pengetahuan selalu dapat diperiksa dan ditelaah (dikontrol) dengan kritis oleh setiap orang lain yang ingin mengetahuinya. Ilmu adalah suatu metode pendekatan terhadap seluruh dunia, pengalaman yakni dunia yang dapat terkena pengalaman oleh manusia. Ilmu dapat dipandang sebagai keseluruhan pengetahuan kita saat ini atau sebagai suatu aktivtas penelitian, atau sebagai suatu metode untuk memperolah pengetahuan.
Istilah sosial (social dalam bahasa inggris) dalam ilmu sosial memiliki arti yang berbeda- beda, misalnya istilah sosial dalam sosialisme dengan istilah departemen sosial, jelas kedua-duanya menunjukan makna yang sangat jauh berbeda. Menurut Soekanto (1986: 11), apabila istilah sosial pada ilmu sosial menunjukan pada objeknya yaitu masyarakat, sosialisme adalah suatu ideology yang berpokok pada prinsip pemilihan umum atas alat-alat produksi dan jasa- jasa dalam bidang ekonomi. Sedangkan istilah sosial pada departemen sosial, menunjukan pada kegiatan-kegiatan dilapangan sosial. Artinya, kegiatan-kegiatan yang ditujukan untuk mengatasi persoalan-persoalan yang dihadapi masyarakat dalam bidang kesejahteraan, seperti tuna karya, tuna susila, tuna wisma, orang jompo, anak yatim piatu dan lain-lain. Selain itu Soekanto (1993: 464) mengemukan bahwa istilah sosial pun berkenaan pun dengan perilaku interpersonal atau yang berkaitan dengan proses-proses sosial.  Menurut Ralf Dahrendorf ia mendefinisikan ilmu sosial sebagai seperangkat disiplin akademik yang memberikan perhatian pada aspek-aspek kemasyarakatan manusia. Ilmu-ilmu sosial mencakup sosiologi, antropologi, psikologi, ekonomi, geografis , sosial, politik dan sejarah.
II.2   Ilmu Politik
Politik berasal dari bahasa Belanda politiek dan bahasa Inggris politics, yang masing-masing bersumber dari bahasa Yunani Ï„α πολιτικά (politika – yang berhubungan dengan negara) dengan akar katanya Ï€Î¿Î»Î¯Ï„ης (polites – warga negara) dan Ï€ÏŒÎ»Î¹Ï‚ (polis – negara kota). Secara etimologi kata “politik” masih berhubungan dengan polisikebijakan. Politik adalah seni dan ilmu untuk meraih kekuasaan secara konstitusional maupun nonkonstitusional. Di samping itu politik juga dapat ditilik dari sudut pandang berbeda, yaitu antara lain: politik adalah usaha yang ditempuh warga negara untuk mewujudkan kebaikan bersama (teori klasik Aristoteles), politik adalah hal yang berkaitan dengan penyelenggaraan pemerintahan dan Negara, politik merupakan kegiatan yang diarahkan untuk mendapatkan dan mempertahankan kekuasaan di masyarakat dan politik adalah segala sesuatu tentang proses perumusan dan pelaksanaan kebijakan publik.
Menurut roger F. Soltau, “ilmu politik adalah mempelajari Negara, tujuan-tujuan Negara dan lembaga-lembaga yang akan melaksanakan tujuan itu, hubungan antara Negara dan warga negaranya serta dengan Negara-negara lain.
J. Barent, dalam ilmu politika: Ilmu politik adalah ilmu yang mempelajari kehidupan Negara yang merupakan bagian dari kehidupan masyarakat; ilmu politik itu mempelajari Negara-negara itu melakukan tugas-tugasnya.
Harold D. Lasswell dan A. Kaplan, “ilmu politik adalah mempelajari pembentukan dan pembagian kekuasaan.”
Deliar Noer, mengatakan “ilmu politik adalah memusatkan perhatian pada masalah kekuasaan dalam kehidupan bersama atau masyarakat.”
Joyce Mitchel dalam bukunya political Analysis and Public Policy: “politik adalah pengambilan keputusan kolektif atau pembuatan kebijaksanaan umum untuk masyarakat seluruhnya.”
Karl. W Deutsch, mengatakan bahwa: “politik adalah pengambilan keputusan melalui sarana umum.






BAB III
PEMBAHASAN
III.1         Ruang Lingkup dan Kajian Ilmu Sosial

Istilah ilmu sosial dapat dilihat menurut pendapat para ahli ilmu sosial diantaranya dikemukakan oleh Ralf Dahrendorf, seorang ahli sosiologi Jerman dan penulis buku class and class conflict in industrial society, menurutnya bentuk tunggal ilmu sosial menunjukan sebuah komunitas dan pendekatan yang saat ini hanya diklaim oleh beberapa orang saja, sedangkan bentuk jamaknya, ilmu-ilmu sosial, mungkin istilah tersebut merupakan bentuk yang paling tepat. Ilmu-ilmu sosial mencakup sosiologi, antropologi, psikologi, ekonomi, geografi sosial, politik, bahkan sejarah walaupun di satu sisi ia termasuk ilmu humaniora (Dahrendorf,2000:999).
Istilah ilmu sosial tidak begitu saja dapat diterima di tengah-tengah kalangan akademisi, terutama di inggris. Sciences Sosiale dan Sozialwissenschaften adalah istilah istilah yang lebih mengena meski keduanya juga membuat “menderita” karena diinterprestasikan terlalu luas atau terlalu sempit. Ironisnya ilmu sosial yang dimaksud sering hanya untuk mendefinisikan sosiologi atau hanya teori sosial sintetis (Daendrorf,2000:1000).
Pendapat tentang ilmu-ilmu sosial lainya yang agak berbeda dikemukakan oleh Immanuel Wallerstein, profesor  sosiologi yang terkemuka dan Direktur Fernand Braudel Pusat Studi Ekonomi, Sistem-Sistem sejarah dan Peradaban State University of new york at Birmingham. Pandangannya tentang ilmu-ilmu sosial, tidak sepesimis Ralf Dahrendorf, namun ia pun tetap kritis terhadap padangan-pandangan yang menyeret ilmu sosial ke nomotetis maupun ideografis.
Wallerstein tidak memberikan usul tunggal untuk dianut sebagai pendekatan nomotetik atau ideografik (ideosinkratik). Sebaliknya,ia menganjurkan untuk semakin meningkatkan dialog antara kedua pendekatan tersebut. Untuk ilmu-ilmu kealaman (sains) yang kemudian sering didefinisikan sebagai pencarian hukum-hukum universal ataupun nomotetik mengenai alam yang tetap benar, mengatasi segala ruang dan waktu (Wallerstein,1997:4).
Sedangkan untuk ilmu-ilmu sosial, Wallerstein lebih menekankan pada suatu prilaku sosial yang menekankan jauh melebihi kearifan secara turun temurun dan merupakan hasil dedukasi dari padatnya pengalaman hidup manusia sepanjang jalan.
Ilmu sosial adalah usaha penjelajahan dunia modern .Akarnya tertanam pada upaya yang mekar sejak zaman abad keenambelasan ,serta merupakan bagian dan bidang konstruksi dunia modern.Tujuanya untuk  mengembangkan pengetahuan sekular secara sistematis tentang realitas yang hendak dibuktikan secara empiris (Wallerstein,1997: 2).
Pendapat serupa juga dikemukakan oleh Bung Hatta sebagai salah seorang founding father (Abdullah, 2006: 6-26) bahwa ilmu sosial sebagaimana hal nya dengan ilmu pengetahuan yang lain, adalah satu ragam dimana memiliki peran tiga wajah ilmu sosial, sebagai critical discourse, sebagai academic ebterprise, dan applied science/knowledge.
Pertama, sebagai critical discourse (wacana kritis) artinya pada kajian ini membahas tentang apa adanya yang keabsahanya tergantung pada kesetiaan pada prasyarat sistem rasionalitas yang kritis dan pada konvensi akademis yang berlaku.
Kedua,  sebagai academic enterprise , memiliki pengertian “bagaimana mestinya”. Dalam bahasa Taufik Abdullah ilmu sosial tampil sebagai tetangga dekat dengan ideologi, sebagai sistematisasi strategis dari sistem nilai dan filsafat sebagai pandangan hidup (Abdullah, 2006:10-11),  yang kenyataan nya sarat pada nilai.
Ketiga, sebagai applied science, artinya bahwa dalam ilmu sosial itu diperlukan untuk mendapatkan atau mencapai hal-hal yang praktis dan berguna entah untuk mewujukan atau mencapai hal-hal yang praktis dan berguna entah untuk mewujudkan sesuatu yang dicita-citakan contohnya  kemakmuran, maupun mengurangi atau meniadakan sesuatu yang tidak diinginkan misalnya kemiskinan.
Macam-macam Ilmu-ilmu sosial  :
1.      Geografi
Menurut (Wikipedia) Geografi adalah ilmu yang mempelajari tentang lokasi serta persamaan dan perbedaan (variasi) keruangan atas fenomena fisik dan manusia di atas permukaan bumi.Kata geografi berasal dari Bahasa Yunani yaitu gêo ("Bumi") dan graphein ("menulis", atau "menjelaskan").Geografi juga merupakan nama judul buku bersejarah pada subjek ini, yang terkenal adalah Geographia tulisan Klaudios Ptolemaios (abad kedua).Geografi lebih dari sekedar kartografi, studi tentang peta.
Geografi tidak hanya menjawab apa dan dimana di atas muka bumi, tapi juga mengapa di situ dan tidak di tempat lainnya, kadang diartikan dengan "lokasi pada ruang." Geografi mempelajari hal ini, baik yang disebabkan oleh alam atau manusia.Juga mempelajari akibat yang disebabkan dari perbedaan yang terjadi itu.
Geografi berhubungan dengan keadaan permukaan bumi, unsur biologi terdapat juga di dalamnya yaitu unsur-unsur yang menyangkut dunia hewan, tumbuh-tumbuhan dan mengenai lapisan bumi atau geologi.Geografi juga berhubungan langsung perikehidupan manusia dan menetukan perikehidupan manusia menurut jenis-jenis lingkungannya, lingkungan pegunungan atau dataran rendah, daerah pedalaman atau daerah-daerah dengan berbagai jenis iklim dan musim, daerah perkotaan dan sebagainya.
Menurut Sapriya (25:2009) Geografi dibagi ke dalam dua spesialisasi pokok: geografi fisik dan geografi budaya (manusia). Para ahli geografi mengkaji aspek-aspek fisik bumi yang meliputi iklim, tanah, sumber-sumber air; penyebaran tanaman dan binatang, dan bentuk-bentuk tanah.
Menurut buku Pengajaran Studi Sosial/IPS ( 1979   Para ahli geografi budaya (ahli kependudukan-demografer) tertarik dengan penyebaran penduduk pada suatu wilayah tertentu. Mereka bukan hanya tertarik dengan tempat tinggal dimana mereka hidup namun juga mengapa mereka tinggal disana, yakni factor-faktor apa yang mempengaruhi. Daya tarik utama kedua dari ahli geografi budaya adalah interaksi antara manusia dengan lingkungan fisiknya.Cabang disiplin geografi lainnya adalah kartografi atau pemetaan. Cabang ini pun biasanya menjadi perhatian dalam kurikuluim social studies atau PIPS. Ahli kartografi tertarik dengan pencatatan lokasi penduduk dan tempat-tempat pada permukaan bumi.Jadi geografi ilmu yang mempelajari tentang permukaan bumi yang berkaitan dengan penyebaran pendidik pada suatu wilayah tertentu.
2.      Sejarah
Melalui pemahaman sejarah rasakebangsaan semakin tebal dan mengenali “benang merah” perjuangan bangsa sertamenghidupkan atau menyajikan peristiwa-peristiwa yang terjadi pada masa lalu.Akan tetapi tidak semua peristiwa itu layak untuk disajikan, masalah dapat dan tidakdapatnya perisrtiwa sejarah disajikan bergantung pada keterhubungan masalah yangada dalam hubungan konsep disiplin ilmu sosial dalam kajian ilmu sosial yang ada.
Hugiono dan P.K. Poerwantana (1987:9) mendefinisikan sejarah sebagai berikut“Sejarah adalah gambaran tentang peristiwa-peristiwa masa lampau yang dialamimanusia, disusun secara ilmiah, meliputi urutan waktu, diberi tafsiran dan analisiskritis sehingga mudah dimengerti dan dipahami”.Konsep dari sejarah yaituwaktu dokumen, alur peristiwa, kronologi, peta, tahap-tahap peradaban, ruang, evolusi, revolusiBerhubungan dengan sumber informasi tentang perikehidupan manusia pada masa lampau di berbagai jenis lingkungan dnegan berbagai corak kebudayaannya.Sejarah menampilkan perkembangan dan perubahan dalam perikehidupan manusia di masa lampau. Konsep-konsep dasar dalam sejarah antara lain adalah: waktu, dokumen, alur peristiwa, kronologi, peta, tahap-tahap peradaban, ruang, evolusi, dan  revolusi.
3.      Antropologi
Antropologi adalah suatu perspektif ilmiah.Antropologi merupakan ilmu social yang dipermudah dan dipersempit.Sebagian antropolog masa kini yakin bahwa perspektif antropologi diperoleh dari sifat komprehensip pendekatannya.Mereka beranggapan bahwa antropologi mecangkup cirri-ciri ilmu fisika, ilmu – ilmu social, dan humanitas. Perbedaan antropologi dengan disiplin – disiplin lain dalam ilmu social terletak pada fakta bahwa antropolog membawa pandangan integrative, penyatuan , untuk membahas kondisi manusia.
“Antropologi dapat dipandang ilmiah karena kajian ini meliputi kegiatan akumulasi pengetahuan yang sistenatik dan dapat dipercaya mengenai suatu aspek universal yang dilaksanakan melalui pengamatan empiris dan interpretasi dalam konteks antarhubungan konsep-konsepyang lebih disukai bagi pengamatan empiris” (Pelto dan Pelto, 1989: 24 dalam Saiffudin, 2006 : 15)
Ilmu antropologi (Koentjaraningrat, 1987 : 1) adalah suatu ilmu yang mempelajari makluk antropos atau manusia, merupakan suatu integrasi dari beberapa ilmu yang masing –masing mempelajari suatu komplek masalah –masalah khusus mengenai makhluk mausia.
Haviland, (1988 I : 7) dalam Sapardi, 2008: 1 mengartikan antropologi sebagai ilmu yang mempelajari manusia, berusaha menyusun generalisasi yang bermanfaat tentang manusia dan perilakunya untuk memperoleh pengertian yang lengkap tentang keanekaragaman manusia.
R. Benedict (1995 yang dikutip oleh Harjoso 1982:13) menjelaskan antropologi sebagai ilmu pengetahuan yang mempelajari umat manusia sebagai makluk masyarakat. Colemon, Simon, dan Helen Watson (2005 : 8) dalam Supardi, 2008:2 mengartikan antropologi sebagai suatu ilmu yang mengkaji manusia dan masyarakat, baik yang masih hidup maupun yang sudah mati, mereka yang sudah punah maupun yang masih berkembang pada masa kini.
Jadi antropologi dapat diartikan sebagai ilmu yang mempelajari manusia dalam tata kehidupan masyarakat, baik masyarakat yang sudah punah maupun yang masih berkembang pada masa kini, untuk memperoleh pengertian yang lengkap tentang keanekaragaman manusia.
Istilah – istilah lain antropologi menurut Koenjaraningrat (1985 : 10-13) dalam Sapardi, 2008: 7 antara lain
a.    Ethnogapy adalah penulisan yang melukiskan tentang bangsa-bangsa, terutama tentang kehidupan masyarakat dan kebudayaan suku-suku bangsa.
b.   Ethnology berarti ilmu bangsa – bangsa. Yang mengkaji sejarah perkembangan kebudayaan manusia.
c.    Volkerkunde/volkenkunde berarti ilmu bangsa-bangsa yang berkembang di Eropa Tengahsampai sekarang.
d.   Anthropology  berate ilmu tentang manusia. Berarti mempelajari tentang cirri-ciri tubuh manusia.
e.    Cultural Anthropology  berarti bagian dari antropologi yang tidak mempelajari manusia dari segi fisiknya,
f.    Social Anthropology sebagai lawan dari etnologi.
Percabangan antropologi ( Saiffudin, 2006: 21)
a.    Antropologi biologi yaitu kajian mengenai biologi manusia, khusunya dalam kaitan dengan antropologi yang dikonsepsikan secara luas, suatau ilmu mengenai manusia.
b.   Arkeologi yaitu kajian mengenai hubungan antar kelompok –kelompok dan rekonstruksi kehidupan social bahkan pada masa yang relative dekat dengan masa kini.
c.    Antropologi linguistic adalah bagian dari kajian mengenai bahasa, tapi khususnya yang terkait dengan keanekaragamannya.
d.   Antropologi budaya, bidang kajiannya yaitu keanekaragaman budaya, upaya mencari unsure-unsur budaya, mengungkapkan struktur social, interpretasi simbolisme, dan berbagai masalah terkait.
4.      Sosiologi
Sosiologi pada hakekatnya bukanlah semata-mata ilmu murni (pure science) yang hanya mengembangkan ilmu pengetahuan secara abstrak demi usaha peningkatan kualitas ilmu itu sendiri., namun sosiologi bisa juga menjadi ilmu terapan (applied science) yang menyajikan cara-cara untuk mempergunakan pengetahuan ilmiah guna memecahkan masalah praktis atau masalah social yang perlu ditanggulangi (Horton dan Hunt dalam Narwoko, 2006 : 2)
Sosiologi merupakan ilmu yang paling muda dari ilmu –ilmu social yang dikenal.Sosiologi mempunyai dua pengertian dasar yaitu sebagai ilmu dan sebagai metode.Sebagai ilmu, sosiologi merupakan kumpulan pengetahuan tentang masyarakat dan kebudayaaan yang disusun secara sistematis berdasarkan analisis berfikir logis. Sebagai metode, sosiologi adalah cara piker untuk mengungkapkan realitas social yang ada dalam masyrakat dengan prosedur dan teori yang dapat dipertanggung jawabkan secara ilmiah. ( Mubarak, W.I, 2009 : 3)
Selo Soemardjan dan Soeleman Soemardi ( Narwoko, 2006 : 4)  mendefinisikan sosiologi adalah ilmu yang mempelajari struktur social dan proses-proses social termasuk perubahan social.Menurut Webber dalam Mubarak, W.I (2009 : 4) sosiologi adalah suatau ilmu yang mempelajari tindakan social.
Hakekat ilmu sosiologi menurut Mubarak, W.I (2009:7) sebagai berikut :
a.       Ilmu sosial bukan ilmu pengetahuan alam\
b.      Merupakan disiplin ilmu yang kategoris dan bukan yang normative.
c.       Pure sience bukan applied science.
d.      Ilmu pengetahuan yang abstrak bukan konkret.
e.       Bertujuan menghasilkan pengertian dan pola-pola umum.
f.       Pengetahuan yang bersifat empiris dan rasional.
g.      Pengetahuan yang umum bukan ilmu pengetahuan yang khusus.
Menurut Mubarak, W.I, 2009 : 7 manfaat mempelajari ilmu social dan hubungan ilmu social dengan sosiologi adalah
a.       Untuk menyeragamkan perilaku
b.      Riset terhadap organisasi yang beasr dan kompleks
c.       Analisi masalah – masalah sosiologi dasar
d.      Riset dengan penekanaan proses dan kemungkinan terjadinya perubahan.
e.       Riset secara operatif dan objektif terhadap system perilaku
5.      Kenegaraan atau politik
Pada bidang kewarganegaraan lebih banyak mengulas tentang tingkah laku manusia dalam hubungannya dengan fungsi sosialnya dalam berhubungan dengan masyarakat sekitar, baik dalam ruang lingkup yang sempit sampai hubungan antar negara. Dalam kewarganegaraan menekankan pada tata cara untuk berinteraksi dengan orang lain dan mengajarkan bagaimana menjadi warga negara yang baik dan sesuai dengan undang-undang. Di dalam kewarganegaraan, diajarkan konsep-konsep dasar seperti Negara, demokrasi dan hak asasi.
Berhubungan dengan teori dan praktik mengenai pemerintahan di antaranya tentang dasar pemerintah, sistim perwakilan, organisasi bidang eksekutif dan kehakiman atau yudikatif, bentuk organisasi pemerintahannya daerah dan pelaksanaannya, hak dan kewajiban warganegaranya dan sebagainya. Konsep dasarnya antara lain:  kekuasaan,  Negara,  kepemimpinan,  wilayah, kedaulatan rakyat, undang-undang, Psikologi Sosial
6.      Psikologi sosial
Sapriya,  (30:2009) Psikologi mempelajari perilaku individu-individu dan kelompok-kelompok kecil individu. Lapangan spesialisasi dalam psikologi meliputi beberapa yang berorientasi ilmu social dan lainnya yang lebih menyeruapai ilmu alam.
Psikologi sosial menurut Gerungan  (1987: 19-20)  menguraikan tentang kegiatan-kegiatan manusia dalam hubungannya dengan situasi-situasi sosial seperti situasi kelompok, situasi massa dan seterusnya.
Menurut Gerugan (1987 :19) merupakan perkembangan ilmu pengetahuan yang baru dan merupakan cabang dari ilmu pengetahuan psikologi pada umumnya. Ilmu tersebut menguraikan tentang kegiatan-kegiatan manusia dalam hubungannya dengan situasi-situasi social.
Konsep dasar dalam psikologi sosial antara lain:emosi, perhatian, minat, kemauan, motivasi, kecerdasan dalam menanggapi persoalan sosial, penghayatan, kesadaran, harga diri, sikap mental, kepribadian.Konsep dasar dalam psikologi sosial antara lain:emosi, perhatian, minat, kemauan, motivasi, kecerdasan dalam menanggapi persoalan sosial, penghayatan, kesadaran, harga diri, sikap mental, kepribadian.
Psikologi sebagai ilmu yang obyeknya manusia, maka terdapat saling hubungan antara psikologi sosial dengan ilmu-ilmu lain yang obyeknya juga manusia seperti misalnya : Ilmu hukum, Ekonomi, sejarah, dan yang paling erat hubungannya adalah sosiologi. Letak psikologi sosial dalam sistematik psikologi termasuk dalam psikologi yang bersifat empirik dan tergolong psikologi khusus yaitu psikologi yang menyelidiki dan yang mempelajari segi-segi kekhususan dari hal-hal yang bersifat umum dipelajari dalam lapangan psikologi khusus.






III.2         Ruang Lingkup dan Kajian Ilmu Politik
Dalam memahami ilmu politik, Mirriam Budiardjo dalam bukunya yang berjudul “Dasar-dasar Ilmu Politik” (2005:9) mengatakanan bahwa definisi-definisi ilmu politik akan berkaitan dengan pembahasan : (1) Negara, (2) kekuasaan, (3) pengambilan keputusan, (4) kebijakan publik, (5) distribusi/pembagian dan alokasi.
Pertama, pembahasan Negara, menurut Budiardjo, merupakan titik sentral dari ilmu politik. Pusat perhatiannya terletak pada lembaga-lembaga kenegaraan serta bentuk-bentuk formalnya. Penyelidikan atau pembahasan seperti, misalnya, tentang bagaimana lembaga-lembaga kenegaraan tersebut menjalankan tugas-tugasnya guna mencapai tujuan yang telah ditetapkan bersama, bagaimana lembaga-lembaga tersebut berperan dan berfungsi, sejauh mana keterlibatan lembaga kenegaraan dalam kehidupan masyarakat, dan seterusnya merupakan lahan yang perlu dipelajari oleh ilmu politik dimana titik fokusnya adalah Negara. Oleh karena itu, pendekatan ini sering disebut pendekatan institusional atau kelembagaan.
Kedua, pembahasan kekuasaan menurut Budiardjo membahas mengenai kemampuan seseorang atau sekelompok orang untuk mempengaruhi perilaku orang atau kelompok lain sesuai dengan keinginan pelaku, mengutarakan bahwa pendekatan ini menilai semua kegiatan politik selalu saja bersinggungan dengan upaya-upaya untuk merebut, mempertahankan, dan memperluas kekuasaan oleh penguasa, rezim militer, kelas menengah, kaum muda, dan seterusnya, merupakan wahana yang dikaji oleh ilmu politik.
Ketiga, pengambilan keputusan memfokuskan pada kajian bagaimana keputusan-keputusan strategis yang mengikat secara kolektif seluruh warga masyarakat ditetapkan. Keputusan, secara sederhana, berarti membuat pilihan diantara beberapa alternatif pilihan yang ada, sedangkan pengambilan keputusan lebih menjurus pada proses yang dilakukan oleh sekelompok orag sampai dengan keputusan itu ditetapkan. Setiap pengambilan keputusan selalu ada perselisihan ide, argumentasi, justifikasi, dan lain sebagainya yang menunjukkan seberpa besar pengaruh satu kelompok terhadap kelopok lainnya. Dinamika kelompok menjadi unit anaisis pentinng untuk diperhatikan, selain juga sumber daya – sumber daya yang melekat pada kelompok atau diri individu dalam meyakinkan orang lain sehingga ide atau usulannya atas alternative putusan yang disampaikan dipilih untuk ditetapkan. Selain itu juga, pengambilan keputusan juga membicarakan perihal, “siapa mendapat apa, kapan, dan bagaimana?”.
Keempat, kebijakan publik atau yang disebut oleh Mirriam Budiardjo sebagai kebijaksanaan umum (2005:12) mengelaborasi tentang upaya sekelompok orang dalam mencapai cita-citanya bersama melalui keputusan yang diambil dengan cara-cara tertentu. Artinya, keijakan publik lebih bersahabat dibandingkan dengan pengambilan keputusan. Ia tidak menyertakan konflik ide, tetapi justru menghadirkan kerjasama, usaha bersama, perencanaan bertingkat, guna menuju kebaiikan bersama yang dirasakan oleh mereka secara konfrehensif yang dituangkan dalam bentuk kebijakan publik.
Dan terakhir, pembagian dan alokasi (distribution and location). Yang diimaksud dengan distribusi dan alokasi menurut budiardjo adalah pembagian dan penjatahan dari nilai-nilai dalam masyarakat. Dalam konteks ini politik dimengerti sebagai budaya politik yang harus dibagikan dan dialokasikan kepada warga agar mengikat pada benak dan perilaku berpolitik warga. Tujuannya adalah stabilisasi dan minimalisasi konflik yang sering kali terjadi ketika kita hanya memaahami politik sebagai upaya untuk merebut, mempertahankan, dan memperluas kekuasaan. Karena itu, yang rajin diteliti dalam hal ini adalah kenapa distribusi dan alokasi tidak merata, atau mengapa distribusi dan alokasi nilai lebih bermanfaat pada suatu masyarakat tertentu dan tidak pada masyarakat lain, dan seterusnya.
Namun, tampaknya kita akan menemukan kesulitan manakala membatasi politik hanya pada konsentrasi atas pembahasan semata, atau persolan kekuasaan saja, atau lainnya. Oleh sebab itu satu sarjana dengan sarjana lain akan mendefinisikan berbeda manakala ditanyakan apa itu politik.
Ramlan subakti dalam bukunya memahami ilmu politik (1992:1-2)misalnya menjelaskan bahwa konsepsional politik akan berkaitan dengan lima hal penting, yakni :
1.                  Politik akan bersinggungan dengan usaha-usaha yang  ditempuh warga Negara untuk membicarakan dan mewujudkan kebaikan bersama.
2.                  Politik juga berkaitan dengan penyelenggaraan Negara dan pemerintahan
3.                  Politik pun bersinggungan dengan segala kegiaatan yang diarahkan untuk mencari dan mempertahankan kekuasaan dalam masyarakat.
4.                  Politik juga sebagai konflik dalam rangka mencari dan atau mempertahankan sumber-sumber yang dianggap penting.
5.                  Politik sebagai kegiatan yang berkaitan dengan perumusan dan pelaksanaan kebijakan publik.
Sampai abad ini ilmu politik sebagai salah satu disiplin dari ilmu-imu sosial telah mengalami perkembangan yang sangat pesat sejak kelahirannya, maka apabila kita tinjau dari buku Varma tentang sejarah perkembangan ilmu politik beliau membagi perkembangan ilmu politik pada tiga periode yaitu, periode tradisional, behavioralisme (pendekatan perilaku) dan post behavioralisme (pendekatan pasca perilaku), dari ketiga periode tersebut Varma menjelaksan ciri-ciri, ruang lingkup serta objek kajiannya.
Jadi pada periode ini (periode tradisional) menurut Varma penekanan utama objek kajian ilmu politik menitikberatkan pada pendekatan kelembagaan dan aspek kesejarahan, walaupun terkadang para pemikir ilmu politik ini juga mencoba juga menganalisis konsep-konsep seperti : negara, hak-hak, keadilan dan tentang cara kerja pemerintahan, tetap kita akan sulit membedakan antara ilmu politik dan ilmu sejarah pada periode ini. Saat itu ilmu politik masih merupakan sebuah disiplin ilmu sosial yang hanya dapat dipelajari di perpustakaan atau ruang-ruang belajar dari pada pembelajaran di lapangan, di mana interaksi-interaksi politik sebenarnya terjadi disana.
Kencenderungan ilmu politik menggunakan analisa sejarah terus berlanjut, sampai kemudian pendekatan sejarah ini ditambah dengan perspektif normatif, sehingga para penulis politik mulai membahas teori perbandingan pemerintahan dengan meneliti kekurangan dan kelebihan dari berbagai lembaga politik, misalnya penelitian perbandingan sistem presidensil dan parlementer, sistem pemilihan distrik dan proporsional serta negara kesatuan dan negara federal. Tetapi penambahan perspektif baru pada penelitian ilmu politik tidak membawa perubahan yang fundamental bagi perkembangan ilmu politik. Pada perkembangan selanjutnya pendekatan ilmu politik ditambahkan lagi dengan pendekatan yang bersifat taksonomi deskriptif, di mana ada suatu penekanan yang begitu besar pada pengumpulan dan penggolongan fakta-fakta tentang lembaga-lembaga serta proses-proses politik.
Pendekatan-pendekatan yang dilakukan dalam ilmu politik tradisional sebagaimana digambarkan yaitu bersifat analisisa historis, legal kelembagaan, normatif perspektif dan taksonomi deskriptif, tidak begitu eksklusif satu sama lain dan kadang-kadang objek penelitian mereka saling bertemu satu-sama lain. Terlepas dari beberapa kekurangan pendekatan penelitian ilmu politik dalam kerangka tradisional, para ilmuwan politik pada masa itu menurut Varma telah mengembangkan pengetahuan yang lebih luas tentang cara kerja berbagai lembaga politik, dari pada apa yang dilakukan pada beberapa abad sebelumnya. Mereka telah berhasil menyelidiki dimana kekuasaan terletak dalam suatu masyarakat serta bagaimana proses operasional kekuasaan tersebut di dalam sebuah institusi lembaga pemerintahan.
Menurut Varma penekanan metodelogi penelitian pada struktur-struktur lembaga politik formal oleh para ilmuwan politik tradisional, secara perlahan mulai membuka jalan baru bagi penelitian ilmu politik yang lebih terarah, sehingga ruang lingkup ilmu politik tidak lagi terbatas pada filsafat politik dan deskripsi kelembagaan saja. Terdapat suatu kecenderungan yang lebih besar dalam meneliti lembaga atau organisasi politik menggunakan metodelogi yang bersifat empiris. Bahkan ada keinginan untuk lebih memanfaatkan disiplin ilmu lain sebagai alat bantu analisa politik, seperti pemakaian metode kuntitatif dan penggunaan peralatan riset untuk mengumpulkan dan mengolah data-data politik yang ditemukan.
Perkembangan ini menurut Varma terjadi bukan sepenuhnya jasa dari kaum behavioralis, sebelum pendekatan perilaku menjadi kiblat pendekatan penelitian politik, para ilmuwan politik sudah mempunyai keinginan ilmu politik menjadi subjek yang bersifat interdisipliner. Walaupun kemudian penelitian politik yang dihasilkan oleh para ilmuwan politik ini dapat dianggap sangat akurat dengan peralatan riset yang sangat primitif, tapi bagi Varma perkembangan tersebut belum menunjukan bahwa ilmu politik mampu menjangkau metode pengumpulan, pengelolaan serta analisa data yang canggih dan teliti.
Oleh karena itu ketidakpuasan terhadap keadaan ilmu politik benar-benar tidak dapat dihindari. Ketidakpuasan ini menyebabkan keresahan serta tuntutan supaya ilmu politik membutuhkan unit analisa, metode, teknik, dan teori sistematis yang baru, terlebih pada masa perang dunia kedua ada kesan disiplin ilmu politik tidak diakui oleh pemerintah Amerika Serikat terbukti dengan tidak dilibatkanya para ilmuwan politik dalam proses pengambilan sebuah keputusan, berbeda dengan para ilmuwan sosial dari disiplin ilmu ekonomi, ilmu sosiologi dan antropologi, mereka mampu memberikan peranan pada setiap pembuatan kebijakan pemerintah. Ada juga pendapat yang menjelaskan bahwa lembaga-lembaga politik tidak lagi dianggap sebagai unit-unit dasar analisa dan penelitian, sehingga penelitian lebih dititik beratkan ke arah perilaku individu-individu  dalam situasi-situasi politik, kedua hal tersebut menjadi faktor pendorong lahirnya pendekatan perilaku (behavioral approach).
Pendekatan perilaku dalam ilmu politik menurut David E Apter menggunakan paradigma ilmu pengetahuan alam yang dihubungkan dengan doktrin positivisme Saint Simon yang menekankan metode-metode ilmiah. Positivisme merupakan perkembangan lebih lanjut dari aliran empirisme yang didukung oleh para filosof Inggris seperti Locke, Berkeley dan Hume. Empirisme seperti yang kita ketahui bersama meyakini bahwa realitas adalah sesuatu yang hadir melalui data sensoris, dengan kata lain pengetahuan kita harus berawal dari verifikasi empirik dengan mengatakan bahwa puncak pengetahuan manusia adalah ilmu-ilmu positif atau sains (ilmu-ilmu yang berangkat dari fakta-fakta yang terverifikasi dan terukur secara ketat). Kemunculan positivisme ini tidak dapat dilepaskan dari iklim kultur saat itu yang memungkinkan berkembangnya gerakan untuk menerapkan cara kerja sains dalam berbagai bidang kehidupan manusia.
Sehingga positivisme menurut Donny Gahral Adian, menjadi sebuah dogma epistemik dengan mengklaim bahwa ilmu pengetahuan haruslah mengikuti doktrin unified science apabila ingin disebut ilmu pengetahuan ilmiah bukan semata-mata pengetahuan sehari-hari praktis eksistensial. Menurutnya positivisme memiliki beberapa ciri yang antara lain :
1)      Objektif / bebas nilai, dikotomi yang tegas antara fakta dan nilai mengharuskan subjek peneliti mengambil jarak dengan realitas dengan bersikap bebas nilai
2)      Fenomenalisme : tesis bahwa realitas terdiri dari  impresi-impresi, ilmu pengetahuan hanya berbicara tentang realitas berupa impresi-impresi tersebut
3)      Reduksionisme : realitas direduksi menjadi fakta-fakta yang dapat diamati
4)      Mekanisme : tesis bahwa semua gejala dapat dijelaskan dengan prinsip-prinsip sistem-sistem mekanis.
Para ilmuwan politik ini kemudian berusaha menjadikan disiplin ilmu politik menjadi ilmu pengetahuan yang bersifat ilmiah dan sistematis, sehingga bisa disejajarkan dengan ilmu-ilmu pengetahuan lain (baik ilmu sosial dan ilmu alam), salah satu caranya dengan menggunakan logika positivisme seperti yang dijelaskan diatas sebagai metode penelitian untuk memahami realitas politik yang terjadi di masyarakat. Mereka berargumen bahwa penelitian di bidang politik harus mempunyai relevansi langsung dengan kenyataan politik praktis yang ada.
Beberapa ilmuwan politik seperti Charles Beard, AL Lowell dan Arthur Bentley memainkan peranan yang sangat penting dalam upaya memperluas ruang lingkup ilmu politik ini dengan penggunaan metode teknik statistik, sedangkan Arthur Bentley memberikan sumbangan dua gagasanya untuk pendekatan perilaku yaitu gagasan kelompok dan konsep tentang proses. Selain ketiga ilmuwan politik tersebut perkembangan pendekatan perilaku menganal Charles Merriam, sumbangan Charles Merriam dalam perkembangan pendekatan perilaku dalam ilmu politik adalah :
1) Ia berkeinginan penelitian-penelitian di bidang politik benar-benar memanfaatkan kemajuan inteligensia manusia yang telah di bawa ke dunia oleh ilmu-ilmu sosial dan ilmu-ilmu alam dan mendorong adanya penelitian yang bersifat kooperatif dan kolaboratif
2) Ia berpendapat bahwa pendekatan disiplin sejarah tidak relevan digunakan sebagai salah satu pendekatan yang digunakan dalam ilmu politik, dengan alasan pendekatan historis mengabaikan faktor-faktor psikologis, sosial dan ekonomi. 
Pendekatan perilaku mencapai puncak perkembangnya setelah perang dunia kedua, ilmu politik tidak lagi dianggap sebagai ilmu pengetahuan kelas dua, perkembangan ini tentunya tidak lepas dari dukungan berbagai organisasi penderma (donatur) seperti Carnegie, Rockefeller dan Ford yang memberikan dana bagi penelitian-penelitian perilaku, tanpa dukungan organisasi-organisasi ini, penelitian perilaku yang banyak memakan biaya tidak akan pernah berkembang dengan baik hingga saat ini.
Menurut Varma mengutip pendapat Waldo perkembangan pendekatan perilaku dalam ilmu politik selain mengandung sisi positif juga mengandung sisi negatif, sisi positif perkembangan pendekatan perilaku bagi ilmu politik diantaranya mendorong ilmu politik menggunakan metode-metode cabang ilmu sosial dan ilmu alam yang telah lebih dulu maju dalam metode penelitian dan riset, sehingga pendekatan penelitian yang digunakan ilmu politik bisa lebih komprehensif untuk menjelaskan banyak fenomena politik yang terjadi, apalagi dengan menerapkan sebanyak mungkin logika matematis khususnya metode statistik kuantitatif dalam pendekatan perilaku bisa mencapai generalisasi yang lebih tinggi yang mampu menerangkan banyak fenomena dengan lebih jelas. Sedangkan sisi negatifnya pendekatan perilaku menentang analisa kelembagaan serta menentang upaya melibatkan ilmu politik dengan masalah-masalah moral dan etika serta menghindari pemihakan ilmuwan dalam penelitianya.
Sisi negatif dari pendekatan perilaku ini kemudian menjadi embrio ketidakpuasan beberapa kalangan yang memunculkan pendekatan baru dalam ilmu politik yang disebut pendekatan pasca perilaku (post behavioral approach). Pendekatan pasca perilaku sangat dipengaruhi oleh aliran kiri baru yang menjadi sebuah fenomena politik era tahun 1960an di Amerika Serikat serta beberapa negara Eropa saat itu. Istiah kiri baru pertama kali digunakan oleh kelompok Marxis liberal yang berpusat di sekitar New left Review , istilah itu kemudian digunakan oleh gerakan mahasiswa dunia.
Pemikiran kaum kiri baru ini sangat dipengaruhi oleh para intelektual Frankfurt di Jerman, mereka membudayakan aliran sosial kritis yang bersifat emansipatoris, teori emansipatoris menurut mereka harus memenuhi tiga syarat :
1)  Bersikap kritis dan selalu curiga terhadap zamanya
2)  Berpikir secara historis, berpijak pada masyarakat dalam prosesnya yang historis
3)  Tidak memisahkan teori dan praksis, tidak melepaskan fakta dari nilai.
Teori kritis senantiasa menolak logika pengetahuan yang dikembangkan oleh aliran positivisme, menurut mereka positivisme hanya merekontruksi hukum-hukum kausal yang bekerja dalam suatu tatanan masyarakat yang bisa diverifikasi melalui empirical test, sehingga “membutakan” para ilmuwan sosial bahwasanya perilaku manusia tidak bisa dipandang sebagai manifestasi suatu tata kausalitas, perilaku manusia lebih menampilkan simbol yang berarti terhadap makna yang mendasarinya.
Selain itu positivisme membimbing pelaku sejarah dan ilmuwan sosial pada total pasitivity, kriteria bebas nilai yang diajukan membuat ilmuwan tidak mampu melihat sesuatu yang salah dalam masyarakat, tugas seorang ilmuwan hanya memaparkan, mendeskripsikan realitas sedetil-detilnya lewat fakta-fakta yang terukur sehingga proses-proses sosial yang sifatnya melampaui fakta-fakta yang terukur menjadi tertutupi. Realitas yang dideskripsikanya adalah realitas statis dengan hukum-hukum objektif, sedangkan realitas sesungguhnya adalah realitas yang penuh dinamika.
Pengaruh teori kritis berimbas juga pada perkembangan ilmu politik selanjutnya, banyak para ilmuwan politik dan sosial mempertanyakan kembali pendekatan perilaku dalam menjelaskan berbagai fenomena yang terjadi di masyarakat, serangkaian pertemuan digelar oleh Asosiasi Ilmu Politik Amerika (APSA) merespon ketidakpuasan pendekatan perilaku selama ini, terlebih-lebih suatu forum rapat (Caucus) pada tahun 1969 telah mengeluarkan manifestonya, bahwa dibutuhkan pendekatan ilmu politik baru yang diarahkan untuk melayani rakyat miskin, tertindas dan terbelakang, baik dalam negara mereka sendiri maupun di luar negara, dalam perjuanganya melawan hirarki-hirarki, kelompok elit serta bentuk-bentuk manipulasi kelembagaan yang telah mapan.
Munculnya pendekatan pasca perilaku ini dalam ilmu politik merupakam sebuah antitesa terhadap kemapanan logika positivisme yang dikembangkan dalam pendekatan perilaku, pendekatan ini menitikberatkan supaya para ilmuwan politik mampu memahami masalah sosial dan politik yang terjadi dengan memberikan sumbangan pemikiran bagi pemecahanya. Secara garis besar dalam bukunya Varma menjelaskan dua tuntutan utama pendekatan pasca perilaku yaitu relevansi dan tindakan, termasuk ada tujuh karakter yang dimiliki oleh kaum pendekatan pasca perilaku. Ketujuh karakter tersebut adalah :
a.       Dalam penelitian politik subtansi harus mendahului teknik artinya bahwa setiap penelitian politik yang akan dilaksankan terlebih dahulu harus memiliki tujuan untuk memecahkan permasalahan sosial politik yang terjadi.
b.      Perubahan sosial harus menjadi penekanan yang utama pada pendekatan ilmu politik, nilai social transformation menjadi kebutuhan utama dari pada social preservation.
c.       Ilmu politik tidak boleh melepaskan dirinya dari realitas sosial.
d.      Ilmu politik jangan melepaskan dirinya dari sistem nilai.
e.       Tugas utama ilmuwan ialah mempunyai peranan yang harus dimainkan dalam masyarakat serta melindungi peradaban nilai-nilai kemanusiaan.
f.       Ilmu pengetahuan khususnya ilmu politik memiliki komitmen untuk bertindak. Ilmu politik bagi mereka harus menggantikan ilmu yang bersifat kontemplatif.
g.      Kaum intelektual memiliki peranan positif dalam masyarakat dan peranan ini menentukan tujuan yang pantas bagi masyarakat serta membuat masyarakat bergerak sesuai dengan tujuan itu.
III.3         Hubungan Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
Hubungan sosiologi dan ilmu politik terlihat pada aspeknya yang sama-sama membahas mengenai Negara, namun perbedaannya diantara keduanya adalah sosiologi memandang Negara itu sebagai lembaga dan alat control sosial sedangkan ilmu politik memandang Negara sebagai objek kajiannya. Sudah tentu dengan konsepsi dan materi sosiologi, seorang ahli politik dapat memperkirakan bagaimana peranan sturktur masyarakat dan stratifikasi sosial mempengaruhi atau dipengaruhi oleh kebijkan politik, pengesahan politik, pengendalian sosial serta adanya perubahan sosial. Diantara ilmu-ilmu sosial, sosiologi menjadi yang paling pokok dan umum sifatnya karena dalam sosiologi dapat membantu memahami latar belakang, susunana dan pola kehidupan sosial dari berbagai golongan dan kelompok dalam masyarakat. Menyangkut mengenai masalah perubahan dan pembaharuan, sosiologi menyeimbangkan pengertian akan adnya perubahan dan pembaharuan dalam masyarakat. Apabila dalam masyarakat timbul golongan-golongan atau kelompok-kelompok baru yang dapat menyampaikan kepentingan baru, maka nilai-nilai kebudayaan masyarakat secara keseluruhan akan menunjukan perubahan-perubahan dalam pola kehidupan politik. Dalam sosiologi menggambarkan bahwa pada masyarakat yang sederhana maupun kompleks senantiasa terdapat kecenderungan untuk timbul proses pengaturan ataupun pola-pola pengendalian tertentu yang bersifat formal maupun nonformal. Sosiologi juga melihat Negara sebagai salah satu asosiasi dalam masyarakat dan memperhatikan bagaimana sifat dan kegiatan anggota itu dalam mempengaruhi sifat dan kegiatan Negara. Jadi, ilmu politik dan sosiologi sama pandangannya bahwa Negara dapat dianggap baik sebagai asosiasi maupun sebagai sistem pengendalian hanya saja dalam ilmu politik Negara merupakan objek kajian penelitian pokok sedangkan dalam sosiologi Negara hanya merupakan salah satu dari banyak asosiasi dan lembaga pengendalian dalam masyarakat.


IV.    Bagaimana hubungan ISIP dan Ilmu Pemerintahan
            Seperti kita ketahui, saat ini ilmu Pemerintahan sering diasumsikan sebagai ilmu yang kurang jelas. Hal ini sangatlah dimengerti karena Ilmu Pemerintahan itu relative muda perkembangannya. Sejarah perkembangan serta lahirnya terkait ilmu ini dimulai ketika menjelang Perang Dunia ke II, oleh seorang ilmuwan Belanda yang bernama Van Poelje, sejak saat itu ilmu pemerintahan ini terus berkembang hingga kini.
Jasa Van Poelje ini terkait studi tentang susunan dan berfungsinya pemerintah dari tradisi yuridis kemudian dikembangkan dengan menggunakan ilmu yang berwawasan pengetahuan social. Upaya Van Poelje ini berhasil selama beberapa tahun yaitu tentang susunan dan berfungsinya pemerintah, namun terperangkap ke dalam disiplin ilmu politik, baru setelah tahun 1970-an sudah otonomi sendiri dan diakui dunia ilmu pengetahuan. 
Dalam masa perkembangannya ilmu pemerintahan selalu dalam koridor disiplin ilmu social baik itu ilmu hukum, ilmu politik, ekonomi dan sosiologi. Masa itu di eropa barat ilmu pemerintahan selalu di dominasi ilmu hukum karena gejala-gejala pemerintahan selalu dipandang sebagai bagian studi mengenai hukum. Permasalahan pemerintahan selalu dipandang akan dapat diatasi dengan menerapkan peraturan hukum yang berkaitan dengan permasalahan dengan tepat dan benar. Studi tentang pemerintahan sering dipandang tidaklah luas ruang lingkupnya daripada kegiatan aparatur pemerintah dalam menerapkan tatanegara dan hukum tata pemerintahan.
Pada saat itu pula studi pemerintahan sering dipandang sebagai ilmu politik, dimana proses pemerintahan suatu Negara sering dinilai bagian atau esensi dari berfungsinya system politik. Maka dari itu gejala pemerintahan selalu dipandang sebagai bagian ilmu politik. Tentulah kita harus akui bahwa pada masa pertumbuhan ilmu pemerintahan ini selalu di dominasi oleh hasil studi dari ilmu social yang selalu menelaah gejala pemerintahan. Maka lumrahlah bagi ilmu manapun dalam proses perkembangan selalu seperti itu, walaupun nanti pada akhirnya akan berdiri sendiri.
Sebuah Negara modern saat ini pemerintah selalu campur tangan dalam ruang lingkup kehidupan social sering disebut dengan istilah pemerintah intervensi. Adolf Wagner (1975) telah merumuskan pandangannya yang lazim disebut “hukum tentang semakin meluasnya kegiatan yang bersifat public terutama aktifitas Negara”. Pandangannya ini mengemukakan bahwa aktifitas dari Negara yang makin meluas adalah dikarenakan pertumbuhan system ekonomi yang merupakan dampak revolusi industry. Pertumbuhan ini menimbulkan pula upaya manusia menuju arah kemajuan social.
Pendapat Peacock dan Wiseman (1961) yang terkenal dengan “teori plateau”, dikemukakan bahwa kenaikan pajak dan pengeluaran pemerintah yang dilakukan dalam situasi ekonomi dan social yang stabil, biasanya akan mendapatkan ketidaksetujuan dari rakyat, dan apabila dilakukan sebaliknya seperti dalam keadaan darurat atau krisis tentunya rakyat akan menerima, namun setelah krisis atau keadaan darurat selesai biasanya akan mengalami penurunan namun tetap akan berada dalam posisi lebih tinggi dibandingkan dalam keadaan sebelum krisis atau darurat. Jadi esensi teori plateau tersebut adalah penjelasan tentang meluasnya peranan pemerintah karena adanya revolusi kemasyarakatan atau adanya gangguan keseimbangan social.
Seiring dengan kedua teori yang termasuk, hasil penelitian Van Snippenburg (1986) yang melakukan studi perbandingan di 53 negara menyimpulkan bahwa meningkatnya kegiatan pemerintah merupakan gejala yang berkaitan dengan modernisasi. Dalam prosesnya pemerintah merasa bertanggung jawab untuk terus meningkatkan kesejahteraan hidup dari warganya, juga bertanggung jawab memberikan kepastian hidup kepada kelompok lemah baik kondisi ekonomi, social, dengan berbagai kebijakan politik dan social. Selanjutnya dalam bidang ekonomi Snippenburg mengatakan bahwa factor utama yang menyebabkan ruang lingkup kegiatan pemerintah menjadi semakin luas. Namun ada beberapa factor yang lainnya seperti lahirnya serikat buruh, timbulnya proses otonom yang merupakan akibat dari upaya birokrasi pemerintah untuk mendapatkan pengaruh yang dominan. Factor-faktor tersebut yang menurut Snippenburg merupakan determinan khusus yang paling penting.
Usaha dari para ilmuwan tersebut dalam menjelaskan semakin luasnya aktivitas dari pemerintah itu kenyataannya sejak decade akhir abad 19 dulu, Negara-negara di eropa mulai berangsur-angsur serta cenderung mulai perubahan terkait peranan dari Negara dan fungsi pemerintah. Perubahan tersebut memang pada awalnya berkaitan dengan upaya pemerintah Negara-negara tersebut dengan mengurangi dampak negative system kapitalisme dan selanjutnya berkembang dalam mewujudkan Negara yang sejahtera dan makmur.
Selanjutnya dalam memerintah suatu Negara itu berarti menetapkan arah serta memberi bentuk dan memimpin kekuatan kemasyarakatan dengan bermuara kepada tujuan yang ditetapkan oleh Negara. Sejarah perkembangan ilmu pemerintahan yang menuju kepada kedudukan yang otonom diantara ilmu social, ilmu social ini muncul pertama kali hasil studi dari berbagai ilmu social yang sifatnya monodisiplin yang mempelajari gejala-gejala pemerintahan contoh konkrit saja seperti politik pemerintahan, sosiologi pemerintahan, ilmu keuangan Negara. Adapun ilmu pemerintahan yang sifatnya normative serta diarahkan dalam memperbaiki praktek penyelenggaraan Negara yaitu ilmu pemerintahan terapan.
Bila kita tinjau dari segi terapan, maka kesimpulan ilmu pemerintahan itu memang tidak dapat terlepas dari kondisi dan nilai social budaya yang berkembang di dalam suatu masyarakat. Dewasa ini apabila kita lihat di Negara-negara barat mereka menggunakan kerangka budaya barat yang menjadi acuan pokok dalam menyelenggarakan pemerintahannya. Pertama yang menjadi landasan seperti system anglo-Amerika yang menjadi landasan keyakinan yang mendalam akan keutamaan dari masyarakat local dalam berpemerintahan sendiri, partisipasi rakyat yang seluas-luasnya, pembagian kekuasaan pemerintahan, tanggung jawab yang diatur secara menyeluruh dari system administrasi kepada lembaga legeslatif, dan pertanggung jawaban dari pejabat dan pegawai peradilan sipil seperti halnya dengan rakyat biasa. Kedua system Prancis yang dilandaskan kepada pemusatan kekuatan eksekutif serta di dominasi dari kewenangan pemerintah local, pada profesionalisasi dari pegawai pemerintah dan pemisahan secara psikologis dan pegawai tersebut dengan rakyat biasa serta pertanggung jawaban mereka kepada peradilan tata usaha Negara. Negara di eropa yang menganut system ini adalah Belanda sehingga pada jaman jajahan dulu diterapkan di Indonesia.
Maka tidaklah heran apabila di Indonesia saat ini system pemerintahan seperti ini masih sebagian berlaku walaupun ada beberapa penambahan beberapa unsure dari system amerika yang pernah kita impor sejak tahun 50 an. Sepanjang hal itu menyangkut aspek-aspek Ilmu Pemerintahan yang ilmiah dan teoritis tentunya itu merupakan bahan-bahan yang bermanfaat bagi perkembangan ilmu pemerintahan di Negara kita.
Apabila kita mencermati pendapat Wilson,  sebelum kita mengadopsi system pemerintahan kita harus memahami dan menghayati konstitusi kita serta lebih mewaspadai akan penyakit birokrasi. Atau apabila kita simpulkan kita harus hati-hati agar tidak terjerumus dalam arbritarinees (berbuat sewenang-wenang) dan class spirit di Negara kita, pegawai negeri (civil service) secara politik bersifat netral dan selalu siap melaksanakan perintah dari setiap police maker yang dipilih oleh rakyat yang berdaulat.
Dengan bercermin pada kearifan tersebut maka sepatutnyalah ilmu pemerintahan di Indonesia harus berdasarkan nilai budaya local bangsa kita yaitu berlandaskan kepada Pancasila dan Undang-undang Dasar 1945.




III.4 
BAB IV
PENUTUP
IV.1         Kesimpulan
            Perkembangan ilmu sosial yang dimulai secara resmi sekitar abad ke-19 dimana perhatiannya ada pada perubahan tatanan masyarakat pasca revolusi industri, penguatan kesadaran akan diri dan kelompok, serta hubungan interpersonal dalam berbagai lingkup. Ilmu sosial lahir bersamaan dengan adanya manusia bermasyarakat yang menghasilkan analisis dan penelaahan-penelaahan secara terus menerus, artinya ilmu sosial adalah ilmu yang cukup tua usianya hal ini memberi petunjuk bahwa perhatian tentang masalah sosial telah ada semenjak lama semenjak manusia lahir dan hidup bermasyarakat.
 Sedangkan definisi-definisi ilmu politik akan berkaitan dengan pembahasan : (1) Negara, (2) kekuasaan, (3) pengambilan keputusan, (4) kebijakan publik, (5) distribusi/pembagian dan alokasi.
            Kaitan antara Ilmu sosial, Ilmu Politik dan Ilmu Pemerintahan adalah saling ketergantungan atau bersifat interdisipliner, dalam kenyataannya ketiga ilmu tersebut telah ada sejak manusia hidup dan berinteraksi satu samalain, namun hal tersebut hanya dapat dikatakan sebagai sekumpulan pengetahuan-pengetahuan, sedangkan penetapannya sebagai ilmu rata-rata adalah setelah Perang dunia ke II. Ilmu sosial sebagai ilmu yang meneliti tentang masalah-masalah yang ada di masyarakat, tentang interaksi manusia. Namun ilmu sosial sendiri cakupannya yang lebih bersifat umum daripada sosiologi, ilmu sosial berupaya membuat realitas menjadi lebih empiris. Selanjutnya pemaknaan mengenai Ilmu politik juga berbeda-beda namun pada intinya politik adalah tentang kekuasaan yang ada disuatu Negara, sedangkan Ilmu Pemerintahan sendiri adalah sebuah ilmu yang mencoba meneliti tentang hubungan antara yang memerintah dengan yang diperintah. Banyak sekali pandangan yang berbeda juga pendefinisian tentang ilmu sosial dan ilmu politik, juga ilmu pemerintahan yang berada didalamnya karena lebih berfokus pada manusia yang sifatnya dinamis yang kadang-kadang bersifat rasional ataupun lain waktu irrasional.