MAKALAH PEMBANGUNAN LOKAL
Hubungan Antara Pembangunan Ekonomi Dengan Dinamika
Kependudukan
Diajukan
untuk memenuhi tugas mata kuliah Pembangunan Lokal
Disusun Oleh :
Dini Purwanti 170410130001
Dini Irma Linda 170410130003
Melda Yulianti 170410130019
Wiji Astuti 170410130021
M. Nurdin Al Latief 170410130049
Program Studi Ilmu Pemerintahan
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
Universitas Padjadjaran
2016
DAFTAR ISI
Daftar
Isi
Bab
I Pendahuluan
1.1 Latar Belakang
1.2 Rumusan Masalah
Bab
II Tinjauan Teoritis
2.1 Pembangunan
2.2 Ekonomi
2.3 Dinamika
2.4 Kependudukan
Bab
III Pembahasan
3.1 Pembangunan Ekonomi
3.2 Dinamika Kependudukan
3.3 Hubungan antara Pembangunan Ekonomi
dan Dinamika Kependudukan
3.3.1
Hubungan antara Pembangunan Ekonomi dengan Fertilitas
3.3.2
Hubungan antara Pembangunan Ekonomi dengan Mortalitas
3.3.3
Hubungan antara Pembangunan Ekonomi dengan Migrasi
Bab
IV Penutup
4.1 Kesimpulan
Daftar
Pustaka
Bab
1
Pendahuluan
1.1
Latar Belakang
Permasalahan pertambahan penduduk telah menjadi prioritas
kebijakan dalam pembangunan di Indonesia. Pemahaman yang berbeda terhadap
perubahan penduduk serta faktor-faktor yang terkait dengannya memiliki pengaruh
yang berbeda juga kepada kebijakan pemerintah. Berdasarkan sejarah kependudukan,
terdapat dua pandangan terhadap perubahan penduduk. Pandangan yang pertama
menyatakan pembangunan mempunyai pengaruh terhadap perubahan penduduk, artinya
penduduk berfungsi sebagai dependent
variabel. Pandangan kedua menyatakan kondisi kependudukan akan mempengaruhi
pembangunan yang dilaksanakan. Dalam hal ini penduduk menjadi independent variabel.
Pertambahan jumlah penduduk merupakan masalah pembangunan
yang utama dan sukar diatasi. Pada umumnya di negara yang sedang berkembang,
pertambahan penduduk sangat tinggi dan besar jumlahnya. Jumlah penduduk
yang besar dapat menimbulkan berbagai permasalahan, seperti: jumlah
pengangguran yang tinggi; perpindahan penduduk dari desa ke kota; dan tingkat
kemiskinan yang meningkat.
Beberapa alasan yang melandasi pemikiran bahwa kependudukan
merupakan faktor yang sangat strategis dalam kerangka pembangunan nasional,
antara lain adalah: Pertama, kependudukan, dalam hal ini adalah penduduk,
merupakan pusat dari seluruh kebijaksanaan dan program pembangunan yang
dilakukan. Penduduk adalah subyek dan obyek pembangunan. Sebagai subyek
pembangunan maka penduduk harus dibina dan dikembangkan sehingga mampu menjadi
penggerak pembangunan. Sebaliknya, pembangunan juga harus dapat dinikmati oleh
penduduk yang bersangkutan. Dengan demikian jelas bahwa pembangunan harus
dikembangkan dengan memperhitungkan kemampuan penduduk agar seluruh penduduk
dapat berpartisipasi aktif dalam dinamika pembangunan tersebut. Sebaliknya,
pembangunan tersebut baru dikatakan berhasil jika mampu meningkatkan
kesejahteraan penduduk dalam arti yang luas.
Kedua, keadaan dan kondisi kependudukan yang ada sangat
mempengaruhi dinamika pembangunan yang dilakukan oleh pemerintah. Jumlah
penduduk yang besar jika diikuti dengan kualitas penduduk yang memadai akan
merupakan pendorong bagi pertumbuhan ekonomi. Sebaliknya jumlah penduduk yang
besar jika diikuti dengan tingkat kualitas yang rendah, menjadikan penduduk
tersebut sebagai beban bagi pembangunan.
Ketiga, dampak perubahan dinamika kependudukan baru akan
terasa dalam jangka yang panjang. Karena dampaknya baru terasa dalam
jangka waktu yang panjang, sering kali peranan penting penduduk dalam
pembangunan terabaikan. Sebagai contoh, beberapa ahli kesehatan memperkirakan
bahwa krisis ekonomi dewasa ini akan memberikan dampak negatif terhadap
kesehatan seseorang selama 25 tahun kedepan atau satu genarasi. Dengan
demikian, dapat dibayangkan bagaimana kondisi sumberdaya manusia Indonesia pada
generasi mendatang. Dengan demikian, tidak diindahkannya dimensi kependudukan
dalam rangka pembangunan nasional sama artinya dengan “menyengsarakan” generasi
berikutnya.
1.2
Rumusan masalah:
1.
Apa yang dimaksud dengan Pembangunan Ekonomi?
2.
Apa yang dimaksud dengan Dinamika Kependudukan?
3.
Bagaimana hubungan antara Pembangunan
Ekonomi dengan Dinamika Kependudukan?
Bab
2
Tinjauan
Teoritis
2.1
Pembangunan
Istilah pembangunan berasal dari
kata bangun, diberi awal-an pem- dan akhiran –an guna
menunjukan perihal membangun. Kata bangun ini mengandung empat arti. Pertama, bangun dari sadar atau siuman. Kedua, dalam arti bangkit dan berdiri. Ketiga, bangun dalam arti bentuk. Dan yang terakhir bangun dalam arti kata kerja membuat, mendirikan, atau membina. Dengan demikian,
konsep pembangunan meliputi dari segi anaomik (bentuk), fisiologik (kehidupan),
dan behavioral (perilaku). (Ndraha, 1990)
Adapun secara tinjauan ensiklopedia konsep
pembangunan itu antara lain pertumbuhan (growh), rekontruksi (reconstruction), modernisasi (modernization), westernisasi (westernization), perubahan sosial (sosial
change), pembebasan (liberation), pembaharuan (innovation), pembangunan bangsa (nation building), pembangunan
nasional (national building), pembangunan (development), pembangunan dan pembinaan.
(Ndraha, 1990)
2.2
Ekonomi
Ekonomi
adalah ilmu yang mempelajari perilaku manusia dalam memilih dan menciptakan
kemakmuran. Masalah ekonomi inti adalah ketidakseimbangan antara kebutuhan
manusia yang tidak terbatas pada bagaimana memenuhi kebutuhan jumlah terbatas.
Masalahnya kemudian menyebabkan kelangkaan.
Kata
“ekonomi” sendiri berasal dari kata Yunani (oikos) yang berarti “keluarga,
rumah tangga” dan νόμος (nomos), atau “peraturan, aturan, hukum,” dan secara
luas didefinisikan sebagai “aturan rumah tangga” atau “manajemen rumah langkah.
Sedangkan definisi dari ahli ekonomi atau ekonom menggunakan konsep ekonomi dan
data dalam bekerja.
Secara
umum, subyek dalam ekonomi dapat dibagi dengan beberapa cara, terutama ekonomi
mikro vs makro ekonomi. Ekonomi juga difungsikan sebagai ilmu terapan dalam
manajemen keluarga, bisnis, dan pemerintah. Teori ekonomi juga dapat digunakan
di daerah lain selain moneter, seperti penelitian pidana perilaku, penelitian
ilmiah, kematian, politik, kesehatan, pendidikan, keluarga dan lain-lain.
Hal
ini dimungkinkan karena pada dasarnya ekonomi – seperti yang disebutkan di atas
– adalah ilmu yang mempelajari pilihan manusia. Banyak teori yang dipelajari
dalam ilmu ekonomi termasuk teori pasar bebas, teori lingkaran ekonomi,
invisble hand, informasi ekonomi, keamanan ekonomi, Merkantilisme, Briton
hutan, dan sebagainya.
Ada
kecenderungan yang meningkat untuk menerapkan ide-ide dan metode ekonomi dalam
konteks yang lebih luas. Fokus analisis ekonomi adalah “pembuatan keputusan”
dalam berbagai bidang di mana orang menghadapi pilihan. misalnya, pendidikan,
pernikahan, kesehatan, hukum, kejahatan, perang, dan agama.
2.3
Dinamika
Dinamika
adalah sesuatu yang mengandung arti tenaga kekuatan, selalu bergerak,
berkembang dan dapat menyesuaikan diri secara memadai terhadap keadaan.
Dinamika juga berarti adanya interaksi dan interdependensi antara anggota
kelompok dengan kelompok secara keseluruhan. Keadaan ini dapat terjadi karena
selama ada kelompok, semangat kelompok (group spirit) terus-menerus ada dalam
kelompok itu, oleh karena itu kelompok tersebut bersifat dinamis, artinya
setiap saat kelompok yang bersangkutan dapat berubah.
2.4
Kependudukan
Robert Malthus mengemukakan beberapa
pendapat tentang kependudukan, yaitu :
·
Penduduk (seperti juga tumbuhan dan binatang) apabila
tidak ada pembatasan akan berkembang biak dengan sangat cepat dan memenuhi
dengan cepat beberapa bagian dari permukaan bumi.
·
Manusia untuk hidup memerlukan bahan makanan,
sedangkan laju pertumbuhan makanan jauh lebih lambat (deret hitung)
dibandingkan dengan laju pertumbuhan penduduk (deret ukur)
Kependudukan adalah
hal ihwal yang
berkaitan dengan jumlah,
struktur, umur, jenis kelamin,
agama, kelahiran, perkawinan,
kehamilan, kematian, persebaran,
mobilitas dan kualitas
serta ketahanannya yang
menyangkut politik, ekonomi, sosial, dan budaya.
Pakar
kependudukan memberikan definisi kependudukan antara lain Ananta (1993:22)
yaitu: Kependudukan, studi kependudukan
mempelajari variabel-variabel demografi, juga memperhatikan hubungan
(asosiasi) antara perubahan penduduk dengan berbagai variabel sosial, ekonomi,
politik, biologi, genetika, geografi, lingkungan dan lain sebagainya.
Definisi
kependudukan menurut Ananta tersebut menunjukkan setidaknya terdapat dua
variabel yang terkait dengan kependudukan yaitu yang pertama, variabel
demografi yaitu mortalitas (mortality),
fertilitas (fertility) dan migrasi (migration) yang saling mempengaruhi
terhadap jumlah, komposisi, persebaran
penduduk. Yang kedua, variabel non demografi yang dimaksud misalnya pendidikan,
pendapatan penduduk, pekerjaan, kesehatan, dan lain-lain. Jadi, kependudukan
sebagai studi (Population studies) memberikan informasi yang lebih
komperhensif mengenai sebab-akibat dan solusi
pemecahan masalah dari munculnya fenomena demografi.
Kependudukan
sebagai sebuah multidisiplin ilmu
(studies) yang memfokuskan pada berbagai persoalan kehidupan manusia
menunjukkan space kependudukan yang sangat luas. Keluasan studi kependudukan
memungkinkan untuk memberikan penjelasan fenomena sosial, budaya, ekonomi,
ketahanan, lingkungan fisik yang dihadapi oleh penduduk baik dalam wilayah
pedesaan pertanian, pesisir maupun perkotaan.
Bab
3
Pembahasan
3.1
Pembangunan Ekonomi
Pertumbuhan adalah konsep ekonomi.
Dalam the stages of economic growth (1960), rostow membentangkan teorinya tentang tahap-tahap pertumbuhan ekonomi. Ada beberapa tahap utama pertumbuhan :
- Masyarakat tradisional. Ciri khas masyarakat ini ialah keterikaan mereka pada lingkungan dan sistem kemasyarakatan feodal.
- Tahap transisional. Dalam masyrakat peralihan kelas menengah yang menguasai bisnis-perdagangan. Disamping itu muncul akivias sosial baru dibidang transforasi dan modernisasi pertanian.
- Tahap tinggal landas. Diandai oleh peningkatan investasi dan pendapatan nyata masyarakat. pada tahap ini terjadi perubahan mendasar dibidang industri, antara lain meluasnya peranan sektor industri unggul.
- Tahap pemantapan (pendewasaan). Pada tahap ini digunakan teknologi tinggi. Sektor industri mempengaruhi sektor-sektor lainnya.
- Tahap konsumsi massa tinggi. Tahap ini ditandai oleh kemampuan masyrakat untuk berkembang secara mandiri. Masyarakat konsumsi tinggi merupakan masyarakat yang teknik-teknologikal sudah matang dan dewasa. (Ndraha, 1990)
Dalam pengertian ekonomi murni, pembangunan menunjukan taraf
kemampuan ekonomi nasional suatu negara untuk beranjak dari tahap
awal yang relatif statis menuju peningkatan tahunan
GNP secara konsisten
sebesar 3 sampai tujuh % atau lebih, disertai perubahan sruktural dibidang agraria, industri dan jasa, produksi dan
lapangan kerja. Para perencana beranggapan bahwa pembangunan sangat dipengaruhi oleh anggapan bahwa pembangunan berarti
perumbuhan ekonomi. Laju pertumbuhan pesat yang dikehendaki dapat dicapai melalui indusrtialisasi. Ada dua cara pendekatan industrialisasi. Pertama, pemusatan perhatian pada upaya untuk merangsang faktor industrialisasi yakni penggunaan teknologi. Kedua, untuk menggerakan potensi dalam negeri dan
menggunakan teknologi tradisional. Dalam pengalaman di berbagai negara yang
telah mengunakan pendekaan pertama menunjukan bahwa modernisasi membawa
implikasi sosial dan mental. Pada dekade tujuh
puluhan timbul perubahan pendekatan terhadap
pembangunan. Dimana ada lima
implikasi utama definisi pembangunan, yakni :
- Pembangunan berarti membangkitkan kemampuan optimal manusia, baik individu maupun kelompok
- Pembangunan berarti mendorong tumbuhnya kebersamaan
- Pembangunan berari menaruh kepercayaan pada masyarakat unuk membangun dirinya sendiri sesuai dengan keadaan yang ada.
- Pembangunan berarti membangkitkan kemampuan untuk membangun secara mandiri.
- Pembangunan berarti mengurangi ketergantungan negara yang satu dengan yang lainnya dan menciptakan hubungan saling menguntungkan dan saling menghormati. (Ndraha, 1990)
Pembangunan ekonomi
merupakan sebuah kenaikan pendapatan secara total dan maksimal, pendapatan
perkapita penduduk dengan memperhitungkan bertambahnya penduduk serta adanya
perubahan yang fundamental dalam struktur ekonomi suatu negara dan pemerataan
pendapatan bagi penduduk dalam jangka waktu yang panjang. Ada tiga hal yang
sangat penting berkaitan dengan pembangunan ekonomi, yaitu:
- Pembangunan sebagai suatu proses yang berarti bahwa pembangunan adalah suatu tahap yang harus dijalani dan dilalui oleh setiap masyarakat atau bangsa
- Pembangunan sebagai suatu usaha untuk meningkatkan pendapatan perkapita maksudnya ialah pembangunan merupakan salah satu tindakan positif atau suatu usaha yang harus dilakukan oleh setiap negara dalam meningkatkan pendapatan perkapita
- Peningkatan pendapatan perkapita harus berlangsung dalam jangka panjang, dalam suatu perekonomian bisa dikatakan berkembang jika pendapatan perkapita dalam jangka panjang lebih cenderung meningkat. Namun bukan berarti bahwa pendapatan perkapitanya harus selalu mengalami kenaikan secara terus menerus.
Dalam pembangunan ekonomi tidak terlepas dari pertumbuhan
ekonomi, pembangunan ekonomi mendorong adanya pertumbuhan ekonomi, juga
sebaliknya dalam pertumbuhan ekonomi dapat memperlancar suatu proses
pembangunan ekonomi. Menurut Adam Smith, pertumbuhan
ekonomi ditandai oleh pertumbuhan penduduk dan pertumbuhan output total.
Adapun
salah satu indikator keberhasilan dalam pembangunan ekonomi adalah pertumbuhan
ekonomi. Semakin tinggi pertumbuhan ekonomi biasanya semakin tinggi pula
pemerataan kesejahteraan masyarakat walaupun ada indikator lainnya yakni
distribusi pendapatan.
3.2
Dinamika kependudukan
Penduduk adalah semua orang yang mendiami suatu daerah dalam waktu atau waktu tertentu. Penduduk dipelajari oleh ilmu
kependudukan yang terdiri atas demografi dan study kependudukan. Fokus
perhatian demografi adalah perubahan besar komposisi dan distribusi penduduk.
Sering pula demografi di definisikan sebagai suatu kuantitatif dari lima proses
demografi yaitu fertilitas, mortalitas, perkawinan, migrasi, dan mobilitas
sosial. Ke lima proses ini terjadi secara terus menerus dan menentukan besar,
komposisi, dan distribusi penduduk yang bersangkutan. Perubahan-perubahan
kependudukan dan faktor-faktor yang mempengaruhinya dipelajari dalam dinamika
kependudukan. (Population Dynamics)
Dinamika
kependudukan merupakan perubahan kependudukan untuk suatu daerah tertentu dari
waktu ke waktu. Dinamika penduduk mencakup suatu proses
perubahan penduduk secara terus menerus yang mempengaruhi jumlah. Dinamika kependudukan terdiri atas dinamika yang bersifat demografi dan
nondemografi. Dimana dinamika kependudukan yang bersifat demografi berkenaan
dengan jumlah, susunan, dan perkembangan penduduk (kuantitas penduduk). Dan
dinamika kependudukan yang bersifat nondemografis dapat dilihat dari tingkat
pendidikan, tingkat pendapatan, dan tingkat kesehatan (kualitas penduduk).
Dalam hal ini, dinamika penduduk dipengaruhi beberapa faktor yaitu
kelahiran, kematian, perpindahan penduduk (migrasi) serta kondisi sosial
ekonomi dan budaya yang berkembang di masyarakat. Adapun faktor-faktor yang
mempengaruhi dinamika kependudukan, yakni :
Faktor-faktor
yang Mempengaruhi Pertumbuhan Penduduk
- Kelahiran (Fertilitas/Natalitas
Kelahiran (fertilitas/natalitas) adalah kelahiran bayi hidup yang yang
terjadi pada suatu wilayah tertentu dalam jangka waktu tertentu. Fertilitas
dalam pengertian demografi adalah kemampuan riil seorang wanita untuk
melahirkan, yang dicerminkan dalam jumlah bayi yang dilahirkan. Kelahiran
menyebabkan bertambahnya jumlah penduduk. Ada beberapa faktor yang mendukung
kelahiran (pronatalitas) dan yang menghambat (antinatalitas).
·
- Kematian (Mortalitas)
Kematian
atau mortalitas adalah hilangnya tanda-tanda kehidupan manusia secara permanen.
Secara demografis mortalitas adalah angka yang memberikan gambaran mengenai
jumlah penduduk yang meninggal dunia dalam waktu tertentu dalam tiap seribu
penduduk. Secara otomatis, kematian akan menyebabkan jumlah penduduk berkurang.
Seseorang tidak akan mengetahui kapan ia mati. Kadang kematian terjadi saat
manusia masih bayi, ketika umur dewasa, atau sudah tua. Tinggi rendahnya
tingkat kematian ditunjukkan oleh jumlah kematian penduduk dalam setahun. Tingkat
kematian dalam setiap wilayah berbeda-beda, sesuai dengan karakter wilayah
masing-masing. Ada dua faktor yang mempengaruhi tingkat kematian, yaitu:
- Migrasi
Migrasi
adalah perpindahan penduduk dengan tujuan untuk menetap dari suatu tempat ke
tempat lain melewati batas administratif (migrasi internal) atau batas
politik/negara (migrasi internasional). Dengan kata lain, migrasi diartikan
sebagai perpindahan yang relatif permanen dari suatu daerah (negara) ke daerah
(negara) lain. Migran menurut dimensi waktu adalah orang yang berpindah ke
tempat lain dengan tujuan untuk menetap dalam waktu enam bulan atau lebih.
Migran sirkuler (migrasi musiman) adalah orang yang berpindah tempat tetapi
tidak bermaksud menetap di tempat tujuan.
Migran
sirkuler biasanya adalah orang yang masih mempunyai keluarga atau ikatan dengan
tempat asalnya seperti kuli bangunan, dan pengusaha warung tegal, yang
sehari-harinya mencari nafkah di kota dan pulang ke kampungnya setiap bulan
atau beberapa bulan sekali. Migran ulang-alik (commuter) adalah orang yang
pergi meninggalkan tempat tinggalnya secara teratur, (misal setiap hari atau
setiap minggu), pergi ke tempat lain untuk bekerja, berdagang, sekolah, atau
untuk kegiatan-kegiatan lainnya, dan pulang ke tempat asalnya secara teratur
pula (misal pada sore atau malam hari atau pada akhir minggu). Migran
ulang-alik biasanya menyebabkan jumlah penduduk di tempat tujuan lebih banyak
pada waktu tertentu, misalnya pada siang hari.
Sumber :
3.3
Hubungan Pembangunan Ekonomi dengan Dinamika Kependudukan
3.3.1
Hubungan Pembangunan Ekonomi dengan Fertilitas
Fertilitas
sebagai istilah demografi diartikan sebagai hasil reproduksi yang nyata dari
seseorang wanita atau sekelompok wanita. Dengan kata lain fertilitas ini
menyangkut banyaknya bayi yang lahir hidup. Fekunditas, sebaliknya, merupakan
potensi fisik untuk melahirkan anak. Jadi merupakan lawan arti kata sterilitas.
Natalitas mempunyai arti sama dengan fertilitas hanya berbeda ruang lingkupnya.
Fertilitas mencakup peranan kelahiran pada perubahan penduduk sedangkan
natalitas mencakup peranan kelahiran pada perubahan penduduk dan reproduksi
manusia.
Ada
tiga teori tentang Pertumbuhan penduduk dan Pembangunan Ekonomi sebagai
berikut:
1. Kaum
Nasionalis. Mereka beranggapan bahwa pertumbuhan penduduk akan menstimuli
pembangunan ekonomi. Ide dasarnya adalah dengan penduduk yang banyak akan
berakibat pada produktifitas yang tinggi dan kekuasaan yang tinggi pula.
Inspirasi
pendapat ini didasarkan juga atas pengalaman negara-negara Eropa pada zaman
revolusi industri. Pada saat itu kenaikan produksi pertanian selalu diikuti
oleh pertumbuhan penduduk. Argumentasinya adalah bahwa dengan penduduk yang
banyak akan menyebabkan mereka untuk membuka lahan pertanian yang baru,
membangun irigasi, membuat pupuk dan inovasi-inovasi yang lain yang berkaitan
dengan revolusi pertanian. Akibatnya produksi pertanian akan naik dengan cepat.
Pendapat
ini bergaung kembali pada dasawarsa 70-an. Pelopornya adalah Julian L. Simon.
Dalam bukunya “The Economi of Population Growth”, Simon (1977) berpendapat
bahwa pengaruh pertumbuhan penduduk terhadap pembangunan ekonomi dapat dibagi
menjadi dua. Pertama, pertumbuhan penduduk dalam jangka pendek memang
berpengaruh negatif. Kedua, dalam jangka panjang justru pertumbuhan penduduk
mempunyai pengaruh yang positif terhadap pembangunan ekonomi. Argumen ini
berdasarkan studinya terhadap beberapa negara di dunia.
2. Kelompok
Marxist. Kelompok ini percaya bahwa tidak ada kaitan antara pertumbuhan
penduduk dan pembangunan ekonomi. Mereka berpendapat bahwa semua masalah yang
berhubungan dengan kurangnya pembangunan ekonomi, seperti kemiskinan,
kelaparan, dan masalah sosial lainnya, bukan karena pertumbuhan penduduk,
tetapi semata-mata sebagai hasil dari ketidakbenaran dari institusi sosial
maupun ekonomi di daerah yang bersangkutan.
Menurut
Marx, pemerintah di negara kapitalis akan mempertahankan pertumbuhan penduduk
agar upah tetap rendah. Tetapi di dalam pemerintahan sosialis, hal tersebut
tidak akan terjadi. Jadi, dalam hal ini letak persoalannya adalah apakah suatu
negara itu kapitalis atau sosialis.
Tetapi
pengalaman di Kuba setelah revolusi menunjukkan bahwa justru yang terjadi
adalah apa yang diungkapkan oleh Malthus. Pada saat itu tingkat kematian kasar
melonjak tinggi, usia kawin cenderung turun dan pelarangan terhadap keluarga
berencana. Jelas hal-hal tersebut merupakan “Malthusian response”
3. Kelompok
Neo-Malthusian. Kelompok ini sejak awal menentang Marxist. Pada prinsipnya
mereka mengikuti teori Malthus, dengan ide bahwa pertumbuhan penduduk apabila
tidak dikontrol akan menghilangkan hasil-hasil yang diperoleh dari pembangunan
ekonomi. Dengan kata lain, pertumbuhan penduduk yang tinggi akan mengakibatkan
gagalnya pembangunan.
Dengan
adanya Pembangunan khususnya di Sektor ekonomi menghasilkan sebuah pandangan
bahwa faktor ekonomi mempunyai pengaruh yang kuat terhadap fertilitas bukanlah
sesuatu yang baru. Dasar pemikiran utama dari teori “transisi demografis” yang
sudah terkenal luas adalah bahwa sejalan dengan diadakannya pembangunan
social-ekonomi, maka fertilitas lebih merupakan suatu proses ekonomis dari pada
proses biologis. Berbagai metode pengendalian fertilitas seperti penundaan
perkawinan dan kontrasepsi dapat digunakan oleh pasangan suami istri yang tidak
menginginkan mempunyai keluarga besar, dengan anggapan bahwa memiliki banyak
anak berarti memikul beban ekonomis dan menghambat peningkatan kesejahteraan
social dan material.
Beberapa
pakar menjelaskan bahwa jumlah penduduk suatu Negara tidak boleh terlalu
sedikit dan tidak boleh terlalu besar, yaitu harus seimbang dengan jumlah
sumber-sumber ekonomi atau yang dikenal dengan Teori Penduduk Optimum.
Pengaruh
pertumbuhan populasi terhadap pertumbuhan ekonomi masih menjadi perdebatan. Hal
ini didasarkan adanya beberapa Negara pertumbuhan ekonominya di dorong oleh
pertumbuhan penduduknya seperti Negara-negara di Eropa barat, beberapa Negara
di Afrika, dan Amerika Latin dimana pertumbuhan penduduknya mendorong
pertumbuhan dan pembangunan. Berbeda halnya dengan sebagian besar Negara-negara
di Asia seperti Bangladesh, India atau bahkan Negara kita pertumbuhan
penduduknya berpotensi menghambat pertumbuhan dan pembangunan.
Dengan
demikian kita mengkatagorikan dua Ekonom dalam hal ini, yaitu Ekonom yang
menganggap pertumbuhan populasi sebagai pendorong pertumbuhan ekonomi, dan
Ekonom yang menganggap pertumbuhan populasi sebagai penghambat pertumbuhan
ekonomi.
Ekonom
yang berpendapat bahwa pertumbuhan populasi akan mendorong pertumbuhan ekonomi
(misalnya: Adam Smith dalam bukunya “Wealth of Nation”) memiliki alasan dengan
bertambahnya jumlah penduduk maka tenaga kerja yang dibutuhkan dalam
menumbuhkan perekonomian akan mudah didapatkan dan dengan bertambahnya penduduk
akan memperluas pangsa pasar sehingga permintaan terhadap produk meningkat yang
bisa mendorong pertumbuhan ekonomi.
Adapun
Ekonom yang berpendapat bahwa pertumbuhan populasi justru akan menghambat
pertumbuhan ekonomi (Malthus dan Ricardo) dengan alasan jika perekonomian tidak
mampu menyediakan kesempatan kerja bagi angkatan kerja,maka mereka justru akan
menjadi pengangguran dan menjadi beban perekonomian,dan selanjutnya justru akan
memperkecil pendapatan perkapita.
Namun
yang diperkirakan yang terjadi di Negara maju pada awal Revolusi Industri di
abad ke-18. Pertumbuhan penduduk di Eropa Barat waktu itu justru mempercepat
Industrialisasi. Pertumbuhan penduduk ekonomi Negara tersebut karena mereka
sudah makmur, punya modal melimpah sendangkan buruh kurang.
Akan
tetapi di Negara berkembang skenarionya menjadi lain. Kondisi Negara berkembang
sangat berbeda dengan kondisi Negara maju. Di Negara berkembang (termasuk
Indonesia) jumlah capital terbatas dan yang melimpah justru jumlah penduduknya.
Karena itu pertumbuhan penduduk justru dianggap berdampak buruk bagi
perekonomian dari berbagai segi.
3.3.2
Hubungan Pembangunan Ekonomi dengan Mortalitas
Mortalitas atau
kematian merupakan salah satu diantara tiga komponen demografi yang berpengaruh
terhadap struktur kependudukan selain fertilitas dan migrasi. Tinggi rendahnya
tingkat mortalitas di suatu daerah tidak hanya mempengaruhi pertumbuhan
penduduk, tetapi juga bisa dijadikan sebagai alat untuk mengukur tinggi
rendahnya tingkat kesehatan di daerah tersebut. Indikator kematian berguna untuk
memonitor kinerja pemerintah pusat maupun daerah dalam peningkatan
kesejahteraan masyarakat.
Salah satu actor
pembangunan ekonomi, yaitu tingkat pendapatan masyarakat merupakan actor yang
mempengaruhi tingkat mortalitas dalam masyarakat itu. Penghasilan atau
pendapatan atau kekayaan yang dimiliki seseorang akan mempengaruhi tingkat
mortalitas dalam masyarakat karena untuk dapat bertahan hidup, seseorang
membutuhkan kemampuan ekonomi yang cukup. Untuk memenuhi kebutuhan hidup yang
mendasar, seperti makanan, air, pakaian, tempat tinggal, transportasi,
pendidikan dan kesehatan, seseorang harus menukarkan apa yang ia miliki, dalam
hal ini pendapatannya, karena sumber dari kebutuhan itu seringkali berada pada
tangan orang lain. Hal ini juga merupakan konsekuensi dari manusia sebagai
makhluk sosial yang tidak dapat memenuhi kebutuhan hidupnya sendiri.
Masalah
mortalitas apabila dikaitkan dengan ekonomi akan sangat berbanding lurus karena
salah satu yang mempengaruhi mortalitas adalah ekonomi. Apabila keadaan ekonomi
masyarakat rendah dan kurang baik, maka akses untuk mendapatkan kebutuhan akan
pendidikan dan kesehatan menjadi sulit didapatkan pula. Hal ini akan
berpengaruh terhadap, misalnya, tingkat pengetahuan orang tua akan pentingnya
pemenuhan gizi bagi anak mereka. Apabila seorang anak mengalami gizi buruk maka
akan mudah tertular penyakit karena imunitas anak tersebut menurun dan tidak
didukung oleh makanan yang bergizi. Ditambah lagi jika orang tua tidak membawa
anak mereka ke posyandu untuk diimunisasi. Akibatnya anak akan rentan terserang
penyakit, atau lebih parahnya akan menyebabkan kematian.
Dari penjelasan
diatas dapat diambil kesimpulan bahwa hubungan antara pembangunan ekonomi
dengan tingkat mortalitas masyarakat sifatnya saling mempengaruhi. Pembangunan
ekonomi yang baik akan menyebabkan akses terhadap pemenuhan kebutuhan hidup
berjalan baik pula, sehingga tingkat mortalitas dalam masyarakat dapat ditekan.
Sebaliknya, pembangunan ekonomi yang buruk akan menyebabkan kesulitan terhadap
proses pemenuhan kebutuhan hidup, sehingga angka mortalitas dalam masyarakat
akan meningkat.
Selain itu,
tingkat mortalitas masyarakat dalam masa tertentu akan mempengaruhi proses
pembangunan ekonomi di masa yang akan datang. Sedikitnya kuantitas sumber daya
manusia yang dimiliki suatu bangsa dapat menjadi penghambat bagi bangsa itu
dalam melaksanakan pembangunan ekonomi. Sebaliknya, kuantitas sumber daya
manusia yang melimpah dapat menjadi pendorong bagi bangsa dalam melaksanakan
pembangunan ekonomi.
3.3.3
Hubungan Pembangunan Ekonomi dengan Migrasi
Kota-kota besar di Indonesia – seperti
Jakarta - akan menghadapi persoalan bertambahnya penduduk akibat migrasi dari
desa ke kota. Migrasi tersebut sebagai akibat ajakan dari mereka yang selama
ini sudah bekerja di kota kepada mereka yang berada di desa. Ajakan tersebut
berhasil karena dua faktor yaitu faktor penarik dan factor pendorong. Faktor
penarik berupa daya tarik ekonomi dari kota seperti: memberikan pendapatan
lebih besar daripada di desa. Sedangkan faktor pendorong berasal dari desa
antara lain makin sedikitnya lapangan pekerjaan di desa akibat konversi lahan
dari sawah ke perumahan dan industri yang terjadi secara besar-besaran.
Bertambahnya penduduk kota – semisal
setelah lebaran - akibat ”migrasi ajakan” ini tentu akan makin menambah besar
dan padatnya penduduk kota. Padahal selama ini pun di samping migrasi yang
bersifat tetap, kota-kota besar sudah menghadapi masalah berupa migrasi
sirkuler atau penglaju. Sebagai contoh Jakarta, penduduk malamnya (atau penduduk
tetapnya) berjumlah 9,5 juta jiwa. Tetapi penduduk siang (ditambah dengan para
penglaju) bisa mencapai 12 juta jiwa. Para penglaju ke Jakarta tersebut berasal
dari wilayah sekitarnya yaitu Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi.
Hubungan antara perkembangan ekonomi
dengan migrasi kota bersifat timbal balik. Migrasi penduduk dari desa ke kota
yang baik akan menumbuhkan ekonomi kota-kota. Tetapi bisa juga migrasi dari
desa ke kota tersebut justru menjadi beban dan tak membawa kemajuan ekonomi
kota- kota yang bersangkutan.
Bisa juga hubungan yang terbalik yang
terjadi. Maksudnya, migrasi dari desa ke kota justru disebabkan oleh kemajuan
ekonomi kota-kota. Artinya karena ekonomi kota maju dengan pesat maka banyak
orang tertarik untuk bermigrasi dari desa ke kota. Pada hubungan yang pertama
yaitu apakah migrasi membawa kemajuan ekonomi bagi kota-kota, harus dikatakan
bahwa hal tersebut tidak terjadi di Indonesia. Kenaikan jumlah penduduk di
kota-kota di Indonesia baik sebagai akibat migrasi tetap – yang antara lain
terjadi rutin setelah Lebaran- maupun sebagai akibat migrasi sirkuler atau
penglaju ternyata tidak menambah kemajuan ekonomi kota-kota tersebut tetapi
justru membawa beban yang makin berat.
Sebuah studi dari Bank Dunia (David
Dowall, 2010) menunjukkan dalam kurun waktu 1970-2005 jumlah penduduk kota di
Indonesia meningkat tiga kali lipat, sementara Produk Domestik Bruto (PDB)
kota-kota tersebut hanya meningkat empat kali lipat dalam periode yang sama.
Dapat diduga mengapa migrasi tetap tidak
memberikan sumbangan yang berarti bagi kemajuan ekonomi kota-kota di Indonesia
– dalam hal ini diukur dengan PDB – adalah karena penduduk yang melakukan
migrasi dari desa ke kota tersebut tak cukup berkualitas. Akibatnya mereka
malah menambah beban bagi kota-kota yang didatangi berupa: kemacetan lalu
lintas, kekumuhan, kewajiban bagi pemerintah untuk menyediakan berbagai
prasarana seperti air minum, listrik, dan lain-lain yang lebih banyak, dan
lain-lain beban yang tidak ringan.
Sedangkan hubungan kedua yaitu migrasi
justru disebabkan oleh pertumbuhan ekonomi yang terpusat di kota tampaknya
lebih kuat. Studi yang sama dari Bank Dunia (David Dowall, 2010) menunjukkan
bahwa Metropolitan Jabodetabek (Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi)
pada tahun 2006 menyumbang 25,5 persen dari PDB Indonesia. Ini menunjukkan
telah terjadinya pemusatan kegiatan ekonomi di kota-kota besar di Indonesia.
Hal tersebut tentu akan menarik migrasi dari desa ke kota. Seperti kata pepatah
”Ada gula ada semut”. Dan migrasi tersebut ternyatamalah menyebabkan beban
bukan rahmat bagi pertumbuhan ekonomi kota-kota di Indonesia.
Pertanyaannya adalah mengapa kota-kota
di Indonesia seakan-akan tumbuh cepat tak terkendali sementara desa begitu jauh
tertinggal?
Pertama,
kebijakan pembangunan sampai saat ini masih tetap bias ke kota. Banyak contoh
bisa dikemukakan. Misalnya bank-bank yang berlokasi di pedesaan ternyata hanya
berfungsi ”mengambil” uang orang-orang desa lewat tabungan dan deposito tetapi
menyalurkan uang tersebut untuk kegiatan ekonomi yang ada di kota. Contoh lain
adalah program pemerintah tidak menaikkan tarif dasar listrik (TDL) untuk
pelanggan 450 sampai 900 volt (padahal sebagian besar mungkin pelanggan lama
yang mampu tetapi dulu voltnya dibatasi) tetapi tidak pernah memikirkan desa-desa
khususnya di luar jawa yang belum teraliri listrik.
Kedua,
kota-kota di Indonesia makin tumbuh ekonominya tetapi gagal menularkannya ke
daerah serta desa-desa sekitarnya karena kota-kota besar di Indonesia lebih
terhubung kegiatan ekonominya dengan kota-kota lain di seluruh dunia dibanding
dengan wilayah dan desa-desa sekitarnya.. Hal ini bisa dicek dengan melihat
kemana hubungan telepon kota-kota besar Indonesia. Pastilah banyak hubungan
telepon yang terjadi justru dengan kota-kota pusat bisnis dunia.
Ketiga,
kemajuan ekonomi dan perkembangan kota sebenarnya bisa dibatasi sehingga
luberannya bisa ke wilayah dan desa-desa sekitarnya. Perangkatnya adalah
Rencana Tata-Ruang Wilayah baik nasional, propinsi maupun Kabupaten/Kota.
Rencana Tata Ruang tersebut mestinya membatasi wilayah kota yang boleh
digunakan untuk kegiatan ekonomi dan mana yang tidak. Jika wilayah untuk
kegiatan ekonomi yang diperbolehkan tersebut telah habis maka kegiatan ekonomi
tentu akan meluber ke wilayah dan desa sekitar. Dengan demikian ketimpangan
ekonomi antara kota dengan wilayah terbelakang serta desa sekitarnya.
Tetapi kenyataannya banyak rencana tata
ruang hanya sebatas ”macan kertas” yang tidak punya kekuatan untuk memaksa
meskipun UU Penataan Ruang yang baru sebenarnya memberikan sangsi yang tegas
bagi siapa saja yang melanggarnya. Di dalam praktek, banyak bagian wilayah kota
yang tidak boleh digunakan untuk lokasi kegiatan ekonomi tetapi akhirnya
dilanggar juga. Ada 2 kemungkinan mengapa hal ini terjadi. Pertama, penerapan
sangsi yang kurang tegas. Kedua, rencana tata ruang tersebut tidak melihat dan
mengakomodasi UU, peraturan, maupun dinamika kegiatan ekonomi. Contoh paling
nyata adalah kawasan Simpang Lima di Kota Semarang. Dulunya, dalam rencana tata
ruang kota, kawasan tersebut merupakan kawasan untuk kegiatan olahraga,
religius, dan pemerintahan. Tetapi akhirnya – seperti sekarang- kawasan
tersebut telah tumbuh menjadi kawasan bisnis karena dulunya rencana tata ruang
tidak diterapkan dan juga tidak mengakomodasi gerak dinamika ekonomi dan
bisnis.
Keempat,
kota-kota besar memiliki keunggulan komparatif dibanding wilayah yang lebih
terbelakang dan desa sekitarnya berupa kelengkapan infrastruktur dan keuntungan
karena pemusatan kegiatan ekonomi yang membuat biaya lebih murah. Kedua jenis
keuntungan tersebut akan makin menarik investor masuk dan akan makin membuat
ekonomi kota maju meninggalkan wilayah dan desa sekitarnya.
Lalu harus bagaimana untuk mengatasi
terus mengalirnya penduduk dari desa ke kota pasca lebaran maupun yang bersifat
penglaju? Menerapkan kebijakan kota tertutup seperti pernah diterapkan oleh Ali
SAdikin – Gubernur DKI dahulu- jelas tidak efektif. Oleh karenanya satu-satunya
jalan adalah menyebarkan kegiatan ekonomi supaya jangan terkonsentrasi di kota-kota
besar saja.
Khusus untuk Jakarta memang pernah ada
usul untuk memindahkan saja ibukota RI dari Jakarta ke kota lain. Tetapi
mungkin hal itu akan terlalu mahal. Yang lebih murah adalah memindahkan fungsi
sebagai pusat kegiatan ekonomi nasional. Banyak negara memisahkan pusat
pemerintahan dengan pusat bisnis/ekonominya. AS memiliki pusat pemerintahan di
Washington DC tetapi pusat bisnisnya di New York. Australia memiliki pusat
pemerintahan di Canberra tetapi pusat bisnisnya di Sidney.
Sedangkan kebijakan bagi kota-kota lain
di Indonesia adalah membatasi perkembangan kota lewat penerapan rencana tata
ruang yang tegas, menghapus kebijakan-kebijakan yang bias terhadap kota,
membangun infrastruktur di pedesaan, dan mengkaitkan kegiatan ekonomi kota
dengan desa misal: kegiatan agribisnis di kota yang mengolah hasil dari desa
atau pengembangan paket wisata yang lokasinya menghubungan kota dan desa.
Bab
4
Penutup
4.1
Kesimpulan
Jadi, kesimpulan yang dapat ditarik
dari pembahasan di atas yaitu adanya pandangan yang berbeda dari beberapa ahli
tentang pengaruh Pembangunan Ekonomi terhadap Dinamika Kependudukan ataupun
Pengaruh Dinamika Kependudukan terhadap Pembangunan Ekonomi :
·
Kaum Nasionalis. Mereka beranggapan
bahwa pertumbuhan penduduk akan menstimuli pembangunan ekonomi. Ide dasarnya
adalah dengan penduduk yang banyak akan berakibat pada produktifitas yang
tinggi dan kekuasaan yang tinggi pula.
·
Kelompok Neo-Malthusian. Dengan kata
lain, pertumbuhan penduduk yang tinggi akan mengakibatkan gagalnya pembangunan.
Ekonom
yang berpendapat bahwa pertumbuhan populasi akan mendorong pertumbuhan ekonomi
(misalnya: Adam Smith dalam bukunya “Wealth of Nation”) memiliki alasan dengan
bertambahnya jumlah penduduk maka tenaga kerja yang dibutuhkan dalam
menumbuhkan perekonomian akan mudah didapatkan dan dengan bertambahnya penduduk
akan memperluas pangsa pasar sehingga permintaan terhadap produk meningkat yang
bisa mendorong pertumbuhan ekonomi.
Adapun
Ekonom yang berpendapat bahwa pertumbuhan populasi justru akan menghambat pertumbuhan
ekonomi (Malthus dan Ricardo) dengan alasan jika perekonomian tidak mampu
menyediakan kesempatan kerja bagi angkatan kerja maka mereka justru akan
menjadi pengangguran dan menjadi beban perekonomian dan selanjutnya justru akan
memperkecil pendapatan perkapita.
Kemudian
apabila dilihat dari masalah mortalitas apabila dikaitkan dengan ekonomi akan
sangat berbanding lurus karena salah satu yang mempengaruhi mortalitas adalah
ekonomi. Apabila keadaan ekonomi masyarakat rendah dan kurang baik, maka akses
untuk mendapatkan kebutuhan akan pendidikan dan kesehatan menjadi sulit
didapatkan pula.
Dari penjelasan
diatas dapat diambil kesimpulan bahwa hubungan antara pembangunan ekonomi
dengan tingkat mortalitas masyarakat sifatnya saling mempengaruhi. Pembangunan
ekonomi yang baik akan menyebabkan akses terhadap pemenuhan kebutuhan hidup
berjalan baik pula, sehingga tingkat mortalitas dalam masyarakat dapat ditekan.
Sebaliknya, pembangunan ekonomi yang buruk akan menyebabkan kesulitan terhadap
proses pemenuhan kebutuhan hidup, sehingga angka mortalitas dalam masyarakat
akan meningkat.
Selain itu,
tingkat mortalitas masyarakat dalam masa tertentu akan mempengaruhi proses
pembangunan ekonomi di masa yang akan datang. Sedikitnya kuantitas sumber daya
manusia yang dimiliki suatu bangsa dapat menjadi penghambat bagi bangsa itu
dalam melaksanakan pembangunan ekonomi. Sebaliknya, kuantitas sumber daya
manusia yang melimpah dapat menjadi pendorong bagi bangsa dalam melaksanakan
pembangunan ekonomi.
Dan yang terakhir, hubungan antara
perkembangan ekonomi dengan migrasi bersifat timbal balik. Migrasi penduduk
dari desa ke kota yang baik akan menumbuhkan ekonomi kota-kota. Tetapi bisa
juga migrasi dari desa ke kota tersebut justru menjadi beban dan tak membawa
kemajuan ekonomi kota- kota yang bersangkutan.
Sedangkan hubungan kedua yaitu migrasi
justru disebabkan oleh pertumbuhan ekonomi yang terpusat di kota tampaknya
lebih kuat. Seperti kata pepatah ”Ada gula ada semut”. Dan migrasi tersebut
ternyatamalah menyebabkan beban bukan rahmat bagi pertumbuhan ekonomi kota-kota
di Indonesia.
DAFTAR PUSTAKA
Buku
:
Ndraha, Taliziduhu. 1990. Pembangunan Masyarakat. Jakarta: Rineka
Cipta
Rukminto Adi, Isbandi.
2008. Pemberdayaan, Pengembangan Masyarakat
dan Intervensi Komunitas : Pengantar pada pemikiran dan pendekatan praktis. Jakarta: Rajawali Press
Suwarsono. 1991. Perubahan
Sosial dan Pembangunan Indonesia. Bandung: LP3ES
Sumber Referensi Lainnya :
https://www.academia.edu/11297933/Hubungan_Fertilitas_Dan_Kesejateraan (diakses pada 21 Maret 2016)
http://www.akademika.or.id/arsip/FER-T-WD.PDF (diakses pada 21 Maret 2016)