Monday 14 March 2016

PEMBANGUNAN LOKAL ILMU PEMERINTAHAN FISIP UNPAD




RESUME BUKU MATA KULIAH PEMBANGUNAN LOKAL













Disusun Oleh:

Dini Purwanti                     (170410130001)
Dini Irmalinda                    (170410130003)
Melda Yulianti                    (170410130019)
Wiji Astuti                           (170410130021)
M. Nurdin Al Latief           (170410130049)







PROGRAM STUDI ILMU PEMERINTAHAN
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS PADJADJARAN
2016

BUKU I
Judul Buku                 : Pembangunan Masyarakat
Penulis                        : Talizuduhu Ndraha
Penerbit                       : Rineka Cipta
Tahun                          : 1990
Bagian Resume           : Bab I
BAB I
KONSEP PEMBANGUNAN
Tinjauan Etimologik
Istilah pembangunan berasal dari kata bangun, diberi awal-an pem- dan akhiran –an guna menunjukan perihal membangun. Kata bangun ini mengandung empat arti. Pertama, bangun dari sadar atau siuman. Kedua, dalam arti bangkit dan berdiri. Ketiga, bangun dalam arti bentuk. Dan yang terakhir bangun dalam arti kata kerja membuat, mendirikan, atau membina. Dengan demikian, konsep pembangunan meliputi dari segi anaomik (bentuk), fisiologik (kehidupan), dan behavioral (prilaku).
Tinjauan Ensiklopedia
            Adapun secara tinjauan ensiklopedia konsep pembangunan itu antara lain pertumbuhan (growh), rekontruksi (reconstruction), modernisasi (modernization), westernisasi (westernization), perubahan sosial (sosial change), pembebasan (liberation), pembaharuan (innovation), pembangunan bangsa (nation building), pembangunan nasional (national building), pembangunan (development), pembangunan dan pembinaan.
Pertumbuhan
            Pertumbuhan adalah konsep ekonomi. Dalam the stages of economic growth (1960), rostow membentangkan teorinya tentang tahap-tahap pertumbuhan ekonomi. Ada beberapa tahap utama pertumbuhan :
·         Masyarakat tradisional. Ciri khas masyarakat ini ialah keterikaan mereka pada lingkungan dan sistem kemasyarakatan feodal.
·         Tahap transisional. Dalam masyrakat peralihan kelas menengah yang menguasai bisnis-perdagangan. Disamping itu muncul akivias sosial baru dibidang transforasi dan modernisasi pertanian.
·         Tahap tinggal landas. Diandai oleh peningkatan investasi dan pendapatan nyata masyarakat. pada tahap ini terjadi perubahan mendasar dibidang industri, antara lain meluasnya peranan sektor industri unggul.
·         Tahap pemantapan (pendewasaan). Pada tahap ini digunakan teknologi tinggi. Sektor industri mempengaruhi sektor-sektor lainnya.
·         Tahap konsumsi massa tinggi. Tahap ini ditandai oleh kemampuan masyrakat untuk berkembang secara mandiri. Masyarakat konsumsi tinggi merupakan masyarakat yang teknik-teknologikal sudah matang dan dewasa.
Adapun untuk faktor yang mendorong pertumbuhan ekonomi. Michael todaro dalam pembangunan ekonomi di dunia ketiga ialah :
·         Akumulasi modal termasuk semua investasi baru dalam bentuk tanah, peralatan fisik dan sumber daya manusia.
·         Perkembangan penduduk dalam arti peningkatan tenaga kerja, baik kuantias, maupun kualitas.
·         Kemajuan eknologi, yaitu hasil cara baru yang telah diperbaiki dalam melakukan pekerjaan-pekerjaan tradisional.
Sedangkan dalam pertumbuhan ekonomi ada beberapa indikator, diantaranya :
·         Tingkat pertumbuhan pendapatan perkapita. Jika pendapatan suatu masyarakat melebihi jumlah penduduk, pendapatan perkapita juga meningkat.
·         Tingkat pertumbuhan produkivitas, ditunjukan oleh sejauh mana tingkat efesiensi kerja ekonomi masyarakat yang bersangkuan.
·         Tingkat transformasi sruktur ekonomi. Misalnya dari ekonomi barter ke ekonomi uang, perubahan dari usaha rumah tangga dan perusahaan raksasa.
·         Tingkat transformasi sosial, politik, dan ideologi, yaitu perubahan dan pemanfataan sistem sosial, politik, ideologi nasional.
·         Jangkauan ekonomi internasional, sejauh mana pengaruh ekonomi nasional ekonomi negara yang bersangkuan terhadap ekonomi negara.
Salah satu hal keberatan terhadap konsep pembangunan dalam arti pertumbuhan ekonomi (saja) ialah kemungkinan terjadinya pertumbuhan ekonomi tanpa didukung oleh perubahan sosial, sehingga pada suatu stagflasi.
Rekonstruksi
Salah satu program terkenal dibidang rekontruksi ini adalah rencana Marshall. Jenderal george catlet marshall adalah ketua gabungan kepala-kepala staf Amerika Serikat dalam perang dunia ke II, kemudian di angkat menjadi menteri luar negri. Dalam kedudukannya ia berpendapat bahwa kemiskinan dan kekacauan ekonomi diberbagai negara di eropa sebagai akibat perang, merupakan bahaya bagi stabilisasi politik di negara-negara tersebut. Kekaluan ekonomi mudah dijadikan tanah subur bagi dan dapat mengundang bahaya komunisme. Untuk mengatasi hal ini dianjurkannya kepada negara-negara itu untuk bersatu menyusun bersama rencana pembangunan ekonomi untuk eropa barat. 
Modernisasi
Menurut Reinhard Bendix dalam Willard A. Beling Dan George O. Oen, modernisasi, masalah model pembangunan menjelaskan bahwa modernisasi adalah bentuk perubahan sosial yang berasal dari revolusi industri di inggris (1ujuh60-1830) dan revolusi politik di prancis (1ujuh 89-1ujuh9opa). Aspek yang paling menonjol dalam proses modernisasi adalah perubahan teknik industri dari cara-cara tradisional ke cara-cara modern yang dihasilkan dari revolusi industri. Dengan demikian bahwa proses modernisasi terdapat dimana-mana, baik di negara maju dan berkembang. Tapi tidak semua perubahan sosial merupakan modernisasi. Banyak perubahan tidak ada sangkut pautnya dengan modernisai, misalnya perubahan mode. Karena modernisasi berasal dari bara, imbul kesan bahwa modernisasi identik dengan proses pembaratan kehidupan masyarakat. hal inilah yang seringkali menjadi merintangi gerak modernisasi di dunia ketiga. Padahal tidaklah seharusnya demikian.
Westernisasi
Apabila modernisasi dianggap bersumber dari revolusi industri, mau tidak mau  modernisasi dikaitkan dengan dunia barat, jadi modernisasi bisa juga disebut westernisasi. Walaupun istilah tersebut tidak tepat dan kurang disukai orang. Lepas dari tepat tidaknya istilah tersebut, jelas bahwa westernisasi hanyalah dikenakan pada dunia non – barat pada abad ini.

Perubahan sosial
Perubahan sosial diartikan sebagai perubahan lembaga-lembaga masyarakat, yaitu perubahan yang mempengaruhi sisem sosial, termasuk nilai sosial, sikap, dan pola perilaku kelompok. Menurut Esman Dalam D. Woods Homas,E.. Al, Eds. Insiuions Building, A Model For Applied Social Change, ada lima bentuk perubahan sosial :
·         Perubahan evolusioner, yaitu perubahan yang tidak dikendalikan dengan  lingkungan permisif.
·         Perubahan revolusioner, yaitu perubahan yang bisa dikendalikan dan bisa juga tidak, tetapi dengan lingkungan yang dimanifulasikan.
·         Perubahan dialekikal, yaiu perubahan yang tidak dikendalikan dan lingkungan permisif.
·         Perubahan yang dipaksakan, yaitu perubahan yang dikendalikan dan dengan memanifulasikan lingkungan.
·         Perubahan terkendali, yaitu perubahan yang dikendalikan teapi lingkungan yang permisif.
Modernisasi berkaitan dengan perubahan sosial, tapi masalah utama yang dihadapi dalam modernisasi adalah fakor yang bersifat kolekif dan individual. Seperti halnya tantangan kolektif terhadap perubahan biasanya dilakukan berdasarkan dalih keteriban dan keamanan, sedangkan tanangan individual biasanya bersifat intelekual. Kedua-keduanya dilatarbelakangi oleh keakuan akan hancurnya tradisi sebagai milik yang telah dipegang sejak lama. Sedangkan faktor yang mendorong perubahan sosial, yaitiu : urbanisme, kemampuan membaca dan menulis, parisipasi media, dan empati. Jadi, modernisasi tanpa didukung oleh perubahan sosial tidak efektif.

Pembebasan
Menurut Gustavo Gutlereez Merino, pembangunan yang dimaksud mazhab prancis lebih tepat disebut pembebasan. Karena mazhab ini sebagian besar diilhami oleh nilai-nilai teologis-etis, maka mazhab tersebut lazim juga disebut teologi pembebasan. Konsep pembebasan dianggap lebih tepat daripada konsep pembangunan karena dua hal. Pertama, pembangunan terlalu dikaikan dengan efesiensi, sehingga baik upaya pencapaiannya maupun hasil-hasil efesiensi sebagian besar dikendalikan oleh kaum elit yang menguasai teknologi, sementara lapisan masyarakat yang miskin dan bodoh, kececeran, dan tidak dapat berperanan didalamnya. Kedua, pembangunan menolak kekerasan sebagai suatu hal yang idak konsrukif dan juga menolak untuk mengutuk kekerasan terhadap pola perubahan yang legal. Bahasa pembebasan tumbuh di masyarakat di korea selatan, yunani, taiwan, industralisasi dan ekonomi menunjukan laju yang inggi, idak erjadi perubahan mendasar dalam hubungan anar kelas dan disribusi kekayaan dan kekuasaan. Paham kebebasan ini lebih erarik pada perubahan sosial yang erjadi di cina, kuba, azmania. Seperti salah satunya cina telah berhasil membebaskan rakyanya dari kelaparan massal dan telah berhasil menghapusan sistem feodal.
Pembaharuan
Pembaharuan dan modernisasi di dorong oleh penemuan-penemuan ilmiah. Adapun istilah inovasi biasanya digunakan untuk menunjukan penciptaan teknik unggul produksi dan juga penerapan teknik impor dan luar. Ada sebuah pepatah mengatakan “apabila anda ingin punya musuh, maka buatlah perubahan”. Dengan ucapan cukup membuktikan bahwa perubahan mental di ilhamkan atau dicetuskan oleh tokoh-tokoh yang oleh La Piere disebut genius. Dengan demikian tokoh seperti itulah yang disebut agen pembaharu.
 Pembangunan Bangsa
Pembangunan bangsa lebih ditunjukan pada upaya pemantapan dan meningkatan persatuan dan kesatuan bangsa, wawasan ideologi, dan pencegahan berbagai perpecahan, konflik, dan sebagainya antar suku, antar agama, antar daerah, dan antar kelompok kepentingan. Konsep pembangunan bangsa diterapkan pada negara yang baru merdeka atau yang sedang bersiap untuk merdeka, negara yang masih labil, negara nusantara atau negara yang terdiri dari anekaragam kebudayaan.
Pembangunan Nasional
Pembangunan nasional ada berkaitan era dengan pembangunan bangsa, karena pembangunan bangsa merupakan integral pembangunan nasional suatu negara. Tetapi pembangunan nasional tidak kalah lebih erat dengan pembangunan politik, karena hubungan ini jika terdapat konflik antar ketiga aspek pembangunan, misalnya antara pembangunan ekonomi dengan pembangunan politik, maka kemungkinan besar kepentingan ekonomilah yang dikorbankan. Dengan demikian, pembangunan nasional harus didukung oleh kemampuan politik (ideologi, sisem poliik), kemampuan ekonomi (sumber-sumber), dan kondisi sosial (perubahan sosial), dan pada gilirannya harus mampu menegakan ketahanan nasional negara yang bersangkuan.
Pengembangan
Dahulu berdasarkan pendekatan antropologi dikenal dengan sebutan masyrakat primitif yang kemudian diubah menjadi masyarakat sederhana. Termasuk semua bangsa, dimana semua bangsa yang masih dianggap primitif disebut backward counries. Sebutan tersebut mengandung unsur negatif karena dunia ketiga ternyata berkebudayaan tinggi dan memiliki potensi sera sumber-sumber yang berlimpah-limpah disamping kemerdekaan nasional sebagai modal utama.
Pembinaan
Konsep pembinaan di Indonesia dikenal pada tahun 1966 ketika pemerintah berusaha menghancurkan sisa-sisa G 30 SPKI.  Dalam hubungan ini pemerintah berusaha meluruskan kembali pola pikir dan pola tindak kelompok-kelompok masyarakat yang sementara menyeleweng dari garis yang telah ditetapkan,  misalnya di jawa timur dikenal dengan operasi bina wilayah, suatu operasi teriorial semimilier. Dengan keberhasilan tersebut kemudian dipelajari dan dijadikan pangkal tolak program yang disebut pembinaan wilayah, untuk menunjang ketahanan nasional.
Pembangunan
Dalam pengertian ekonomi murni, pembangunan menunjukan taraf kemampuan ekonomi nasional suatu negara untuk beranjak dari tahap awal yang relaif statis menuju peningkatan tahunan GNP secara konsisen sebesar 3 sampai tujuh % aau lebih, disertai perubahan sruktural dibidang agraria, industri dan jasa, produksi dan lapangan kerja. Para perencana beranggapan bahwa pembangunan sangat dipengaruhi oleh anggapan bahwa pembangunan berarti perumbuhan ekonomi. Laju pertumbuhan pesat yang dikehendaki dapat dicapai melalui indusrtialisasi. Ada dua cara pendekatan industrialisasi. Pertama, pemusatan perhatian pada upaya untuk meragsang faktor industrialisasi yakni penggunaan teknologi. Kedua, untuk menggerakan potensi dalam negri dan menggunakan teknologi tradisional. dalam pengalaman di berbagai negara yang elah mengunakan pendekaan perama menunjukan bahwa modernisasi membawa implikasi sosial dan mental. Pada dekade tujuh puluhan timbul perubahan pendekatan terhadap pembangunan. Dimana ada lima implikasi utama definisi pembangunan, yakni :
·         Pembangunan berarti membangkitkan kemampuan optimal manusia, baik individu maupun kelompok
·         Pembangunan berarti mendorong tumbuhnya kebersamaan
·         Pembangunan berari menaruh kepercayaan pada masyarakat unuk membangun dirinya sendiri sesuai dengan keadaan yang ada.
·         Pembangunan berarti membangkitkan kemampuan untuk membangun secara mandiri.
·         Pembangunan berarti mengurangi keterganungan negara yang satu dengan yang lainnya dan menciptakan hubungan saling menguntungkan dan saling menghormati.

Pembangunan Nasional Indonesia
Pembangunan nasional indonesia adalah amanat konsitusi. Baik dalam pembukaan, maupun batang tubuh UUD . Mengandung ketentuan-ketentuan tentang cita-cita bangsa. Indonesia memiliki ideologi pembangunan pancasila, hakikat pembangunan (pembangunan manusia indonesia seutuhnya dan pemabangunan seluruh masyarakat indonesia), dan strategi pembangunan (trilogi pembangunan ; pertumbuhan ekonomi, stabilias politik). Adapun komponen-kompen dalam pembangunan nasional indonesia diantaranya :pertama,  Komponen kepribadian meliputi cipta, rasa, dan karsa. Kedua, komponen keberadaan meliputi unsur badan (tubuh), jiwa dan roh. Ketiga, komponen kehidupan disebut juga komponen fisiologik, yang meliputi kehidupan sebagai kontinuum, sebuah keberlangsungan dari masa lalu, masa kini dan masa depan. Dalam komponen kehidupan ini menyangku kehidupan empirik dan kehidupan eskaologik. Dan yang terakhir, ialah komponen perilaku, yang memiliki dua unsur yaitu kewajiban dan hak, tanggung jawab dan kekuasaan. Jadi pembangunan berarti upaya yang terus-menerus dilakukan dan bertujuan menetapkan manusia pada posisi dan peranannya yang wajar dan mengembangkannya sehingga ia berhubungan serasi dan dinamik ke luar dan berkembang serasi, selaras, dan seimbang didalam.

BUKU II
Identitas Buku
Nama Buku     : Pemberdayaan, Pengembangan Masyarakat dan Intervensi Komunitas
                          ( Pengantar pada pemikiran dan pendekatan praktis)
Penulis             : Isbandi Rukminto Adi
Penerbit           : Rajawali Press, 2008.
Bagian             : Bab 1 - Dimensi Makro dan Mikro dalam Pembangunan.
Halaman          : 3 s.d. 31.

Matriks Dimensi Makro dan Mikro dalam Pembangunan

Secara sederhana dan singkat pembahasan dalam Bab 1 : Dimensi Makro dan Mikro dalam Pembangunan dalam kita petakan dalam matriks dibawah ini.







DIMENSI
dalam
PEMBANGUNAN
Dimensi Makro
Pendekatan Pertumbuhan
(Growth Approach)
Tahap 1 – Masyarakat Tradisional
(Traditional Society)
Tahap 2 – Tahap Transisi
(Transitional Stage)
Tahap 3 – Tahap Tinggal Landas (Take Off)
Tahap 4  - Tahap Menuju Kematangan
(Drive to Maturity)
Tahap 5 – Tahap Konsumsi Massa Yan Tinngi
(High Mass Consumption)


Pendekatan Pertumbuhan dan Pemerataan
(Redistribution of Growth Approach)
Sosial Budaya
Politik
Ekonomi
Paradigma Ketergantungan
(Dependence Paradigm)

Tata Ekonomi International Baru
(The New International Economic Order)

Pendekatan Kebutuhan Pokok
(The Basic Needs Approac  h)

Pendektan Kemandirian
(The Self-Reliance Approach)

Dimensi Mikro
Pendekatan Perilaku
(Behaviourisme)

Pendekatan Psikoanalisis
Id
Ego
Super Ego
Pendekatan
Humanistik



Penjabaran Dimensi Makro dan Mikro dalam Pembangunan
Sebelum masuk ke dalam pembahasan mengenai apa-apa yang ada di dalam metrik alangkah baiknya kita ketahui pengantar dalam Bab 1 : Dimensi Makro dan Mikro dalam Pembangunan ini. Sedikitnya ada lima aspek utama yang harus diperhatikan dalam pembangunan sebagai upaya meningkatkan tingkat kesejahtraan masyarakat atau sosial – atau yang lebih dikeal dengan “big five”, Spicker (1995:3). Lima aspek tersebut, yaitu : 1.Kesehatan, 2.Pendidikan, 3.Perumahan, 4.Jaminan sosial, dan 5.Pekerjaan sosial.
A.        Dimensi Makro dalam Pembangunan
Dimensi ini memandang pembangunan dalam skala besar atau luas. Era awal dalam pembahasan mengenai teori pembangunan adalah dikemukannya “teori pertumbuhan”. Teori pembangunan ini telah didiskusikan oleh beberapa praktis dan teorisi pembangunan yang menghasikan bebrapa pendekatan yang dikenal sebagai pendekatan ‘utama’ dalam teori pembangunan.
Pertama, pendekatan pertumbuhan: pendekatan ini muncul akibat adanya dinamika pertumbuhan ekonomi yang dialami oleh  Negara-Negara Barat yang sudah melakukan industralisasi, dan melihat petumbuhan material sebagai syarat mutlak untuk suatu pertumbuhan yang berhasil. Kemudian Rostow (1960) memperkenalkan lima tahap pembangunan ekonomi yang akan dilalui oleh setiap Negara, yaitu:
·         Masyrakat tradisional : kegiatan ekonomi atau perdangan lebih didominasi oleh sitem barter, sektor pertanian menjadi industri yang paling penting, serta melibatkan banyak tenaga kerja (labor intensive) dengan modal uang yang relatif kecil.
·         Tahap transisi : memunculkan surplus perdagangan, pengembangaan infrastruktur, perdagangan eksternal, antar negara, terutama dalam kaitan dengan produk-produk primer.
·         Tahap tinggal landas : industrialisasi meningkat, peralihan pekerjaan dari sektor pertanian ke sektor manufaktur, yang pada akhirnya akan menarik investasi yang lebih besar dimasa yang akan datang.
·         Tahap menuju kematangan : menghasilkan berbagai macam produk barang dan jasa yang akhirnya akan mengurangi ketergantungan terhadap impor.
·         Tahap konsumsi massa yang tinggi : jumlah konsumen dan keragaman industry meningkat.
Kedua, pendekatan pertumbuhan dan pemerataan : Pendekatan ini dapat digunakan untuk menganalisis klasifikasi negara belum berkembang, berkembang, dan maju. Pendekatan ini pula memiliki indikatir-indikator yang ditinjau dari 3 aspek, yaitu : sosial budaya, politik, dan ekonomi. Setiap aspek memiliki berbagai subindikator yang mana menjadi ‘alat’ analisis seperti yang dimaksud di atas (Adelman dan Morris : 1973).
Ketiga, paradigma ketergantungan : konsep dependencia (ketergantungan) ini dipelopori oleh Cardoso (dimunculkan sekitar tahun 1970-an). Kemunculan sifat ketergantungan merupakan akibat dari keterbelakangan dan keterbatasan baik dari segi SDM maupun SDA.
Keempat, tata ekonomi internasional baru : berawal dari isu “the Limits to growth’ pada tahun 1972 hingga mengusulkan tata ekonomi internasioal baru untuk menciptakan kekuatan negara-negara yang lebih besar. Sejak Deklarasi Pembentukan Tata Ekonomi Internasional Baru tahunn 1974 semangat Negara berkembang untuk merealisir TEIB selalu berhadan dengan pikiran Negara maju yang cenderung menentang. Sehingga AS mempunyai tiga strategi untuk menunda ataupun menghalingi TEIB : Strategi penolakan sepihak, strategi pengendoran (mengambil langkah persetujuan kecil), strategi penyampaian yang bersifat samar dengan maksud mengulur waktu. Oleh karena itu, tata ekonomi yang baru ini sampai saat ini masih merupakan suatu impian bagi ‘negara-negara selatan’.
Kelima, pendekatan kebutuhan pokok : pendekatan ini disebut juga salah satu alternatif pembangunan (Hadad, 1980). Dalam pendekatan tidak mungkin dapat terpenuhi jika mereka − negara-negara utara-selatan –  masih berada dalam garis kemiskinan serta tidak mempunyai pekerjaan untuk mendapatkan pendapatan yang lebih baik. Karena itu ada tiga sasaran untuk dikembangkan bersamaan : membuka lapangan kerja, meningkatkan pertumbuhan ekonomi, dan memenuhi kebutuhan pokok masyarakat. Oleh karena itu, pendekatan ini yang banyak diadopsi oleh negara-negara di dunia ke tiga.
Keenam, pendekatan kemandirian : Soedjatmo (dalam hadad, 1980) melihat bahwa konsep kemandirian menyajikan dua persepektif, yang pertama adalah penekanan yang lebih diutamakan hubungan timbal balik dan saling menguntungkan dalam perdagangan dan kerjasama pembangunan. sedangkan yang kedua adalah lebih mengandalkan pada kemampuan dan sumber daya sendiri untuk kemudian dipertemukan dengan perdebatan internasional tentang pembangunan.


B.        Dimensi Mikro dalam Pembangunan
Dimensi ini memandang pembangunan dalam skala kecil atau lebih sempit. Dalam mengoptimalkan pembangunan yang akan dan sedang dilaksanakan, pengenalan akan hakikat manusia sebagai actor penting dalam pembangunan tentunya mempunyai tentunya mempunyai sumbangan tersindiri, paling tidak akan dapat menambah wawasan ketika akan menerpakan suatu program pada masyarakat.
Maslow menyatakan bahwa ada tiga pendekatan utama dimensi mikro dalam pembangunan :
Pertama, pendekatan prilaku : melihat manusia sebagai makhluk yang reaktif dan berusaha menyesuaikan diri dengan lingkungan, sehingga banyak tingkah laku manusia dikontrol oleh faktor-faktor yang datang dari luar. Tingklah laku seseorang lebih banyak merupakan hasil belajar dari lingkungan, baik itu melalui pembiasan maupun melalui peniruan.
Kedua, pendekatan psikoanalisis : tingkah laku individu ditentukan dan dikontrol oleh kekuatan psikis yang sejak mula memang sudah ada pada diri sendiri individu tersebut. Freud mengemukakan bahwa struktur kepribadian seseorang terdiri dari tiga komponen utama (Id, Ego, Superego). Id merupakan unsur instingtif manusia yang mendasari perkembangan manusia. Ego menjembatani antara dorongan id agar dengan dorongan dari luar individu. Ego sendiri menyalurkan dan mengatur energy dari id dan superego. Sedangkan super ego berperan sebagai unsur kepribadian yang memiliki fungsi control terhadap individu. Jadi pendekatan ini melihat pada karakteristik manusia dilihat dari unsur tersebut.
Ketiga, pendekatan humanistik : Pendekatan humanistik melihat bahwa manusia mempunyai potensi yang luar biasa untuk memahami dirinya yang dilihat dari dorongan internal individu yang membuat seseorang dapat menentukan dilingkungan mana ia akan berada (proses penyeleksian lingkungan). Pandangan dari sekelompok humansitik ini melihat manusia sebagai makhluk yang rasional dan memiliki dorongan untuk mengarahkan dirinya kearah tujuan yang positif. Namun konsekuensi dari hal ini adalah manusia selalu berusaha agar dunianya dapat menjadi dunia yang lebih baik untuk ditempati, sehingga manusia bukanlah makhluk yang pasif terhadap lingkungan. Akan tetapi, manusia adalah makhluk yang dapat membentuk lingkungan mereka menjadi lingkungan yang lebih menyenangkan.



BUKU III
Judul Buku      : Runtuhnya Teori Pembangunan dan Globalisasi
Penulis             : Mansour Fakih
Penerbit           : INSIST PRESS
Tahun              : 2001
Bab Resume    : 3 dan 4

BAB III
TEORI-TEORI PERUBAHAN SOSIAL KAPITALISME: TEORI MODERNISASI DAN PEMBANGUNAN
v  Teori Ekonomi Kapitalisme
Teori perubahan sosial modernisasi dan pembangunan pertumbuhan pada dasarnya dibangun di atas landasan kapitalisme. Keseluruhan filsafat pemikiran penganut ekonomi kalsik tersebut dibangun di atas landasan filsafat ekonomi liberalism. Mereka percaya pada kebebasan individu (personal liberty), pemilikan pribadi (private property), dan inisiatif individu serta usaha swasta (private enterprise). Kepercayaan dan pandangan ini disebut liberal dibandingkan dengan pandangan lain waktu itu yakni Merkantilisme yang membatasi perdagangan dan industry.
Ada sejumlah pandangan dari para pemikir ekonom klasik yang mempengaruhi teori-teori perubahan sosial di kemudian hari. Pertama, para pemikir ekonomi klasik percaya kepada laissez-faire yakni kepercayaan akan kebebasan dalam bidang ekonomi yang memberi isyarat perlunya membatasi atau memberi peranan sangat minimum kepada pemerintah dalam bidang ekonomi. Kedua, mereka juga percaya kepada ekonomi pasar yang diletakkan di atas sistem persaingan atau kompetisi bebas dan kompetisi sempurna. Ketiga, mereka juga percaya pada kondisi full employment yakni suatu kepercayaan bahwa ekonomi akan berjalan secara lancer dan selalu mengalami penyesuaian diri jika tanpa intervensi pemerintah. Keempat, mereka percaya bahwa memenuhi kepentingan individu akan berarti memenuhi kepentingan masyarakat. Dengan kata lain, mereka percaya kepada harmony of interest. Kelima, mereka menitikberatkan kepada kegiatan ekonomi, khususnya industry. Mereka juga percaya bahwa hukum ekonomi berlaku secara universal. Para ekonom klasik adalah generasi pemikir yang pertama memberi perhatian pada pertumbuhan dan pembangunan ekonomi. Terakhir, ekonom klasik juga percaya pada hukum pasar, yakni supply creates its own demand.
v  Teori Evolusi
Teori lain yang juga sangat berpengaruh pada teori modernisasi dan pembangunan adalah teori evolusi. Teori ini lahir setelah revolusi industry dan revolusi prancis pada awal abad ke-19. Teori ini berdasarkan padda enam asumsi tentang perubahan, yakni bahwa perubahan dilihat sebagai natural, dereksional, immanent, kontinyu, suatu keharusan, dan berjalan melalui sebab yang sama.
Menurut teori evolusi, masyarakat akan berkembang dari masyarakat sederhana (primitive) menuju ke masyarakat modern (complex) dan memerlukan proses jangka panjang fase demi fase seperti yang digambarkan oleh Comte di atas. Penganut teori ini berasumsi bahwa masyarakat akan berubah secara linier atau seperti garis lurus, dari masyarakat primitive ke masyarakat maju. Hal ini mempengaruhi asumsi mereka selanjutnya bahwa masa depan manusia sudah dapat dipastikan, yakni akan melalui suatu proses panjang menuju masyarakat maju. Asumsi tersebut dikuatkan oleh asumsi mereka yang lain yakni bahwa masyarakat yang dicita-citakan yakni masyarakat modern, disebut sebagai bentuk tujuan suatu masyarakat yang bernilai baik dan sempurna. Mereka terkadang mencampuradukkan antara pandangan subjektif tentang nilai dengan tujuan akhir perubahan sosial yang disebutkan sebagai kemajuan, kemanusiaan, dan berkebudayaan. Atas dasar itu pulalah bagi penganut teori evolusi, sebaliknya masyarakat sederhana, atau pandangan mengenai konservatisme, tradisionalisme adalah masalah. Asumsi itu pulalah yang membuat penganut teori evolusi tidak memberikan penghargaan maupun rekognisi terhadap kearifan tradisional.
v  Teori Fungsionalisme
Teori fungsionalisme muncul sebagai kritik terhadap teori evolusi. Teori ini muncul pertama pada tahun 1930-an yang dikenal dengan teori struktural-fungsional. Teori fungsionalisme dikembangkan oleh Robert Merton dan Talcott Parsons. Meskipun teori mereka tidak secara langsung menyinggung tentang perubahan sosial dan pembangunan, tapi teori berkaitan secara erat dengan beberapa teori pembangunan  seperti human capital theory dan teori modernisasi. Teori mereka sebenarnya sangat sederhana, bahwa masyarakat dipandang sebagai suatu sistem yang terdiri atas bagian yang saling berkaitan (agama, pendidikan, struktur politik, keluarga, dan sebagainya).
Bagi penganut teori fungsional, masyarakat berubah, tetapi perubahan dalam satu bagian masyarakat akan diikuti oleh perubahan bagian yang lain. Perubahan berjalan dengan teratur dan selalu menuju pada keseimbangan baru. Masyarakat tidak statis, melainkan dinamis, tetapi secara teratur dan harmoni. Perubahan terjadi tetapi tidak ditetapkan berapa lama evolusinya. Sebaliknya, konflik yang terjadi dalam suatu masyarakat dilihat oleh penganut teori fungsionalisme sebagai tidak berfungsinya integrasi sosial dan equilibrium dan oleh karenanya harus dihindari. Itulah makanya mereka disebut sebagai paradigm konservatif, karena mereka berpandangan bahwa masyarakat akan berkembang dalam situasi harmoni, integrasi, stabil, dan mapan. 
Selanjutnya Parsons secara detail menguraikan visinya tentang masa depan masyarakat yang disebutkan sebagai masyrakat modern dengan membandingkannya dengan masyarakat tradisional. Masyarakat modern baginya cenderung memiliki hubungan kenetralan, tidak mempribadi dan berjarak, tidak emosional dan kecintaan seperti masyarakat tradisional. Masyarakat modern juga dianggap memiliki hubungan dengan norma universal dan berorientasi diri sendiri atau individualistic.
v  Teori Modernisasi
Teori modernisasi lahir di tahun 1950-an di Amerika Serikat, dan merupakan respon kaum intelektual terhadap Perang Dunia yang bagi penganut teori evolusi dianggap sebagai jalan optimis menuju perubahan. Modernisasi menjadi penemuan teori yang terpenting dari perjalanan kapitalisme yang panjang di bawah kepemimpinan Amerika Serikat. Teori itu lahir dalam suasana ketika dunia memasuki perang dingin antara Negara-negara Komunis di bawah pimpinan Negara Sosialis Sovyet Rusia. Perang dingin merupakan bentuk peperangan ideology dan teori antara kapitalisme dan sosialisme. Sementara itu gerakan sosialisme Rusia mulai mengembangkan pengaruhnya tidak saja di Eropa Timur, melainkan juga di Negara-negara yang baru merdeka. Dengan demikian dalam konteks perang dingin tersebut teori modernisasi terlibat dalam peperangan ideology.
Bangkitnya Negara-negara yang baru merdeka di Asia dan Afrika yang tadinya merupakan jajahan Negara-negara Eropa dan Amerika menjadi ancaman baru karena banyak diantara mereka tertarik dengan sosialisme sebagai cara untuk melakukan perubahan sosial. Amerika Serikat menyadari akan situasi peperangan ideology ini, sehingga mereka mendorong para ilmuwan sosial mengembangkan teori untuk memahami Dunia Ketiga yang baru lahir, juga menemukan resep teoritik dalam rangka membendung sosialisme untuk mendorongkan kapitalisme. Dalam konteks sejarah seperti itulah sesungguhnya teori modernisasi dan pembangunan lahir.
Teori modernisasi dan pembangunan yang pada dasarnya merupakan sebuah gagasan tentang perubahan sosial dalam perjalanannya telah menjadi sebuah ideology. Perkembangan ini adalah akibat dari dukungan dana dan politik yang luar biasa besarnya dari pemerintah dan organisasi manapun perusahaan swassta Amerika Serikat serta Negara-negara liberal lainnya. Semua itu menjadikan modernisasi dan pembangunan sebagai suatu gerakan ilmuwan yang antar disiplin ilmu-ilmu sosial yang memfokuskan kajian terhadap perubahan sosial di Dunia Ketiga sangat berpengaruh. Akibatnya menjadikan teori modernisasi tidak hanya sekadar merupakan industry yang sedang tumbuh tetapi telah menjadi sebuah aliran pemikiran, bahkan telah menjadi sebuah ideology.
Modernisasi sebagai gerakan sosial sesungguhnya bersifat revolusioner. Selain itu modernisasi juga berwatak kompleks, sistematik, menjadi gerakan global yang akan mempengaruhi semua manusia, melalui proses yang bertahap untuk menuju suatu hegemonisasi dan bersifat progresif.
v  Rostow: Teori Pertumbuhan Ekonomi
Teori Rostow tentang pertumbuhan pada dasarnya merupakan sebuah versi dari teori modernisasi dan pembangunan, yakni suatu teori yang meyakini bahwa factor manusia menjadi fokus utama perhatian mereka. Teori pertumbuhan adalah suatu bentuk teori modernisasi yang menggunakan metafora pertumbuhan, yakni tumbuh seperti organisme. Rostow melihat perubahan sosial, yang disebutnya sebagai pembangunan, sebagai proses evolusi perjalanan dari tradisional ke modern. Pikiran teori pertumbuhan ini dijelaskan secara rinci oleh Rostow (1960) yang sangat terkenal yakni the five-stage scheme. Asumsinya adalah bahwa semua masyarakat termasuk masyarakat Barat pernah mengalami tradisional dan akhirnya menjadi modern. Sikap manusia tradisional dianggap sebagai masalah. Seperti pandangan Rostow dan pengikutnya, development akan berjalan secara hampir otomatis melalui akumulasi modal dengan tekanan bantuan dan hutang luar negeri. Dia memfokuskan pada perlunya elit wiraswasta yang menjadi motor proses itu.
v  Motif Prestasi dan Pertumbuhan Ekonomi: McClelland
Dalam bukunya, The Achievement Motive in Economic Growth, McClelland (1984) memberikan dasar-dasar tentang psikologi dan sikap manusia, kaitannya dengan bagaimana perubahan sosial terjadi. Menceritakan tentang sejarah manusia sejak awal selalu ditandai dengan jatuh bangunnya suatu kebudayaan. Dalam hal perkembangan budaya, McClelland lebih tertarik melihat aspek pertumbuhan ekonomi ketimbang pertumbuhan semua aspek budaya. Pertanyaan yang ingin dijawabnya adalah, mengapa beberapa bangsa tumbuh secara pesat di bidang ekonomi sementara bangsa yang lain tidak?
Alasan mengapa rakyat Dunia Ketiga terbelakang menurutnya karena rendahnya need for achievement. Sikap dan budaya manusia yang dianggap sebagai sumber masalah dan prototype the achieving society yang pada dasarnya adalah ciri-ciri dari watak dan motivasi masyarakat kapitalis.
Teori McClelland didasarkan pada studinya yang dilandaskan pada teori psikoanalisis Freud tentang mimpi. McClelland melakukan studi di Amerika yang memfokuskan pada studi tentang motivasi dengan mencatat khayalan orang melalui pengumpulan bentuk cerita dari sebuah gambar. Kesimpulannya bahwa khayalan ada kaitannya dengan dorongan dan perilaku dalam kehidupan mereka, yang dinamakan the need for achievement (N’ach) yakni nafsu untuk bekerja secara baik, bekerja tidak demi pengakuan sosial atau gengsi, tetapi dorongan kerja demi memuaskan batin dari dalam. Bagi mereka yang mempunyai dorongan N’ach tinggi akan bekerja lebih keras, belajar lebih cepat, dan sebagainya. Perhatian ditujukan pada orang yang mempunyai N’ach tinggi dan pengaruhnya dalam masyarakat.
McClelland tertarik pada analisis Max Weber tentang hubungan antara Protestanisme dan kapitalisme. Weber berpendapat bahwa ciri wiraswastawan protestan, Calvinisme tentang takdir mendorong mereka untuk merasionalkan kehidupan yang ditujukan oleh Tuhan. Mereka memiliki N’ach tinggi. Yang dimaksud Weber dengan semangat kapitalisme itu adalah dorongan need for achievement yang tinggi. Jadi, N’ach sesungguhnya penyebab pertumbuhan ekonomi di Barat, yang umumnya lahir dari keluarga yang dalam pendidikannya menekankan pentingnya kemandirian. McClelland berpendapat bahwa N’ach selalu berkaitan dengan pertumbuhan ekonomi. Dari studi itu dia mendapatkan adanya pengaruh dan kaitan antara pertumbuhan ekonomi dan tinggi rendahnya motive yang lain yakni need for power (N’power) dan need for achievement (N’ach)
Pandangan modernisasi dan pembangunan mengikuti McClelland tentang pertumbuhan ekonomi, menolak factor eksternal seperti struktur dan sistem ekonomi, dan menekankan factor internal manusia, yakni bahwa yang dikhayalkan menentukan apa yang bakal terjadi. Teori modernisasi McClelland dan teori pertumbuhan Rostow, ternyata sangat kuat sekali pengaruhnya bagi program LSM di Indonesia awal tahun 1980-an. Hampir semua LSM besar menjadi pelaksana setia teori-teori tersebut. Teori meodernisasi bahkan secara tekun dilaksanakan oleh LSM di bawah judul program pengembangan masyarakat, usaha bersama, pengembangan industry kecil dan peningkatan kewirauswastaan dan usaha kecil. Dengan kata lain, LSM sangat berjasa bagi perkembangan kapitalisme di Indonesia dengan meletakkan dan membangun dasar kewiraswastaan yang dilengkapi dengan perubahan sikap mental para pengrajin dan pedagang kecil yang menjadi buatan mereka, untuk menjadi kapitalis kecil sejati pada program community development mereka.
v  Teori Penciptaan Tenaga Kerja
Teori penyerapan tenaga kerja lahir sebagai reaksi atas kritik terhadap teori pertumbuhan. Menurut teori ini, dalam kenyataannya penerapan di Negara-negara Dunia Ketiga telah melahirkan pengangguran. Latar belakang lahirnya pendekatan penciptaan tenaga kerja sebagai revisi atas teori pembangunan pertumbuhan ini adalah hasil dari misi kunjungan dan studi badan PBB International Labour Organization ke beberapa Negara seperti Kolombia, Kenya dan Sri Lanka, yang ternyata penerapan teori pembangunan pertumbuhan di Negara-negara tersebut selain mencapai pertumbuhan, juga pada saat yang sama naiknya angka pengangguran. Studi ini membuktikan bahwa pertumbuhan tidak serta-merta menyelesaikan masalah pengangguran. Oleh karena itu, disarankan agar kebijakan pertumbuhan haruslah dioerientasikan pada penyerapan tenaga kerja.
v  Chenery: Redireksi Investasi
Chenery adalah penganut teori modernisasi dan pembangunan pada Bank Dunia. Pendeketan mereka yang dikenal dengan Redirecting Investment yang dimunculkan oleh Chenery dan teman-temannya di Bank Dunia. Gagasan mereka muncul sebagai respon atas kritik semakin luasnya jurang antara orang miskin dan kaya pada proses pembangunan pertumbuhan sebagai akibat langsung yang ditimbulkan oleh teori modernisasi dan pembangunan. Sebagai jawaban, mereka melakukan revisi yang tidak mendasar yakni dengan memberikan tekanan pada peranan penting dari pembentukkan modal. Mereka berpendapat bahwa orang miskin harus memiliki modal yang besar untuk menaikkan penghasilan sehingga mencukupi kebutuhan dasar mereka. Mereka menyarankan perlunya dilakukan reorientasi terhadap formasi dan arus modal dari usaha yang ditujukan pada skala besar, proyek terpusat, menjadi investasi yang berhubungan langsung dengan orang miskin: pendidikan, kesehatan, kredit dan seterusnya.
v  Teori Pemenuhan Kebutuhan Dasar (Basic Needs)
Mungkin orang pertama yang mengemukakan basic needs adalah Mahbub ul Haq dari Bank Dunia. Ul Haq menamakan strategi ini sebagai serangan langsung terhadap kemiskinan. Paul streeten dari Bank Dunia juga mendukung strategi basic needs. Dia mendukung bahwa pendekatan basic needs dilihat sebagai prinsip untuk mengorganisasi pemikiran dan usaha pembangunan. Tujuan atau target harus mencapai kebutuhan dasar bagi semua rakyat di manapun. Kebutuhan ini termasuk makanan, air, pakaian, tempat, kesehatan, pendidikan dan partisipasi dalam pengambila keputusan.
v  Pengembangan SDM (Human Resources Development)
Tiga pendekatan selanjutnya berdasar asumsi redistribusi aset sebagai suatu prakondisi. Irma Adelman berpendapat bahwa revolusi bukanlah pilihan Negara-negara miskin, dan studinya menunjukkan bahwa dalam arti absolut, lapisan bawah 40-60% penduduk di Negara-negara ini menjadi semakin buruk. Dia mengajukan jalan human resources development untuk mencapai pertumbuhan dengan pemerataan.
Suatu prakondisi untuk sukses adalah redistribusi aset produktif, seperti tanah dan modal fisik seperti pernah dijalankan di Jepang, Taiwan, dan Korea. Persyaratan juga harus dibuat untuk menjamin berlangsungnya akses aset bagi orang miskin setelah distribusi dilaksanakan. Bersamaan dengan penciptaan sumber daya manusia itu, langkah selanjutnya adalah industrialisasi sumber daya secara intensif dan strategi pertumbuhan. Negara kecil akan memproduksi barang untuk pasar internasional, sementara itu, Negara yang lebih besar akan menghasilkan tenaga kerja dan barang-barang skill-intensive untuk keperluan pasar domestic. Tenaga kerja akan diserap oleh industrialisasi yang akan memberikan penghasilan yang akan membawa pada demand untuk barang-barang yang diproduksi serta akan menjamin distribusi hasil secara luas.
v  Pembangunan Pengutamaan Pertanian (Agricultural First Development)
Agricultural first development adalah salah satu model pembangunan kapitalisme yang lebih dikenal sebagai model pendekatan yang dikembangkan oleh John Meller tentang pertumbuhan dan pemerataan , yang sesungguhnya mendukung gagasan Adelman tentang perlunya land-reform sebelum pertumbuhan yang adil dapat dicapai. Pertama dia harus mencuplai, dengan harga stabil. Masyarakat berpenghasilan rendah di Negara berkembang menghabiskan penghasilan mereka untuk barangg pertanian. Jika penghasilannya naik, mereka akan membeli lebih banyak makanan, dan jika hasil pertanian tidak naik, mereka akan menaikkan harga produk pertanian. Upah harus naik dan naiknya upah akan menghambat orang lain untuk mendapat pekerjaan atau terbukanya lowongan kerja. Dengan demikian, meningkatkan hasil pertanian adalah pilihan esensial dalam pendekatan ini. Peran kedua pertanian adalah untuk mensuplai tenaga kerja, agaknya suliit jika harga hasil pertanian stabil dan rendah. Mellor menyarankan dalam rangka mencapai keadaan ini harus dilakukan perubahan teknologi dalam pertanian, melalui riset biologi: bibit baru, pestisida, pupuk baru, irigasi dan lain sebagainya. Naiknya input pertanian tidak akan menaikkan penyerapan tenaga kerja, melainkan menaikkan pembelanjaan petani.
v  Pembangunan Desa Terpadu (Integrated Rural Deveploment)
Dari kajian ratusan usaha pembangunan pedesaan, waterson menemukan 6 elemen penting untuk keberhasilan setelah tanah didistribusikan, yakni: produksi padat-karya, yang sepertinya cara yang selalu dipakai oleh petani kecil, penggunaan surplus tenaga kerja di luar musim pertanian untuk membangun infrastruktur kecil-kecilan; penggunaan tenaga kerja untuk industry hasil pertanian ringan, ; memproduksi barang-barang intermediate untuk hasil pertanian; dan produksi barang konsumsi ringan bersumber dari bahan mentah lokal; berdikari dan mandiri; diselenggarakan oleh organisasi pemerintah yang memiliki kekuatan di luar departemen yang biasanya menjalankan program itu, dan akhirnya regional planning dengan hierarki pusat pembangunan yang menjembatani gap antara desa-desa dan ibu kota.
v  Tata Ekonomi Dunia Baru (The New International Economic Order)
Segenap strategi teori pembangunan di atas memusatkan perhatian pada usaha di dalam negeri Dunia Ketiga sendiri. Melihat tingkat keterbukaan masing-masing Negara, usaha itu tidak bisa dikonsepkan dari situasi international. Sejumlah analisis, seperti Mahbub ul Haq, menyarankan arena international harus harus menjadi pilihan sebelum semua strategi di atas kan berhasil karena sumber-sumber yang dibutuhkannya bergantung pada arena internasional. Beberapa elemen saran Mahbub ul Haq adalah redistribusi kredit internasional sehingga Negara berkembang mendapatkan sumber modal; berikan fasilitas Negara berkembang dalam hal prosesing, transportasi, dan kemudahan eksport, sehingga mereka akan menddapatkan nilai tambah lebih besar; perbessar jumlah bantuan luar negeri, tetapi buatlah cara otomatis melalui pajak internasional sehingga secara mudah kredit didapatkan; dan akhirnya lakukan restrukturisasi lembaga internasional yang memberikan kesempatan berbicara kepada Negara berkembang.
v  Kritik terhadap Teori Modernisasi dan Pertumbuhan
Selain keberhasilan menaikkan pertumbuhan GNP, semua strategi pembangunan ekonomi setelah Perang Dunia selalu dikritik karena ternyata semua pendekatan pembangunan dalam kennyataannya telah gagal memenuhi janji mereka mensejahterakan rakyat di Dunia Ketiga. Yang terjadi sebaliknya, pembangunan telah membawa dampak negative, diantaranya, pembangunan telah melanggengkan pengangguran, menumbuhkan ketidakmerataan, dan menaikkan kemiskinan abslut, dan lan sebagainya. Satu tema dari kritik ini, manfaat dari pembangunan setelah perang tidak mampu menjangkau orang miskin di dunia, dan hal itu dianggap tidak adil karena orang miskin yang menghadapi masalah hidup-mati itu justru tak terjangkau. Sebagai respon, telah muncul strategi alternative dalam mencapai pembangunan ekonomi di Dunia  Ketiga, yang dinamakan “pertumbuhan dan pemerataan”.
Seluruh pendekatan “pertumbuhan dan equity” mempunyai aspek umum, yakni semuanya berkembang dari kepercayaan bahwa model pembangunan tradisional yang mempercayakan pada pertumbuhan GNP tidak akan memberi keuntungan kepada kaum miskin di Negara berkembang, dan juga tidak memberi keuntungan segera kepada mereka. mereka berpendapat bahwa salah satu hambatan pendekatan yang telah lewat adalah terlalu sempitnya fokus mereka pada factor ekonomi sederhana—tanah, buruh dan model—dan mengabaikan factor politik, sosial dan budaya. Sekarang kita tinjau masing-masing Pendekatan pertumbuhan dan pemerataan mendapat pelbagai kritik, baik dari yang mempertahankan pendekatan model tradisional, maupun dari penganut pendekatan revolusioner. Kritik-kritik tersebut adalah sebagai berikut:
Pertama, kritik dari dalam atau kritik tradisional. Ada tiga komponen utama yang memepertahankan pendekatan tradisional. Pertama mereka yang menentang karena menganggap data yang nenyeran model tradisional kurang valid. Datanya tidak memadai dan karenanya kesimpulan tidak bisa dicapai. Tidak ada satu data pun yang dapat dipercaya yang menunjukkan secara absolut semakin memburuknya kehidupan orang miskin. Komponen kedua adalah penganut pendekatan tradisional yang berpendapat bahwa mencoba membangun pedesaan dan menahan agar orang desa tetap hidup di desa adalah suatu tindakan reaksioner. Sejarah membuktikan kepada kita bahwa sumber dinamika dan harapan bagi orang miskin untuk meningkatkan taraf hidup adalah urbanisasi dan industrialisasi. Ketiga dan yang terpenting adalah bahwa pendekatan pembangunan tradisional toh jalan, tetapi hanya karena terlalu cepat diadili. Masalah pembangunan di Eropa Barat dulu identic dengan masalah yang diadapi Brazil yang dikritik saat ini--- tingginya pengangguran, karena memang tidak banyak orang terserap akibat mekanisme dan memburuknya distribusi pendapatan yang bersifat sementara. Akan tetapi, dalam jangka panjang, internalisasi akan membawa keuntungan bagi seluruh rakyat melalui kerja dan naiknya penghasilan.
Apakah jawaban masalah kemiskinan dan pengangguran bagi kaum tradisionalis ini? Jawabannya adalah percepat lagi pertumbuhan GNP, datangkan multinasional dan agribisnis, perbanyak komponen ekspor, dan yang penting dapatkan harga yang tepat. Termasuk di dalamnya adalah tekan upah buruh, naikkan biaya modal, serahkan nilai tukar kepada pasar, naikkan harga pertanian.
v  Kritik Teori Pertumbuhan dari Kaum Revolusioner
Kaum kiri radikal umumnya meragukan bahwa rakyat miskin negara Dunia Ketiga akan mendapatkan manfaat dari tata ekonomi dunia baru yang dikenal dengan The New International Economic Order. Oleh karena itu, bagi kaum kiri revolusioner, sementara NIEO diperlukan, tetapi itu saja tidak cukup, sebagian besar dari masalah ada di dalam struktur Negara itu sendiri. Semua usaha integrasi sistem ekonomi tidak akan berpengaruh pada perubahan nasib golongan miskin. Ada saja golongan yang secara structural justru diuntungkan oleh sistem tersebut.
Bagi golongan kiri radikal, para teoretisi pertumbuhan dan pemerataan berpendapat bahwa pemerintah Negara-negara miskin ingin membangun, tetapi mengabaikan realitas bahwa bagi kaum elite dalam sistem yang ada saat ini, keadaan itu memang kesukaan mereka, karena adanya kemiskinan itulah yang diinginkan mereka. Adapun bagi model yang membutuhkan keadilan land reform, nampaknya land reform agak sulit untuk dijalankan. Golongan elite tahu bahwa lan reform akan menghancurkan landasan kekuasaan dan posisi yang menguntungkan dan lahirnya kelas baru di masyarakat, yang akan menjadi kelompok dominan. Meminta kesediaan mereka untuk land reform sebenarnya seperti meminta mereka untuk melakukan bunuh diri, kecuali kalau terpaksa dibunuh.
Pembangunan dengan berdasarkan teknologi padat karya akan jadi sasaran makian bagi Negara miskin karena akan menghabiskan sumber alamnya. Pembangunan harus berdasarkan teknologi mutakhir seperti kimia dan elektronik. Lalu bagaimanakan jawabannya menurut golongan kiri? Jawabannya adalah revolusi sosial, dan revolusi sosial tidak bisa dicapai melalui sarana parlemen. Revolusi hanya terjadi jika massa rakyat miskin menjadi sadar akan situasi mereka, gulingkan pemerintahan, dan ambil alih kekuasaan sendiri. Cara terbaik menjalankan land reform menurut mereka adalah dengan mempersenjatai petani, dan mereka yang harus melakukan aksi sendiri. Aksi itu tidak bisa dilakukan oleh tentara mewakili mereka, atau oleh para komunis, atau dari orang manapun. Rakyat harys menyadari bahwa jumlah mereka banyak, dan kaum elite itu sedikit.
Sistem hanya dapat dipertahankan jika massa digerakkan. Kaum elite tidak bisa mendominasi dan mengeksploitasi orang yang sadar. Maka, tugas pembangunan, menurut golongan kiri, tidaklah mengajarkan hebatnya pertumbuhan dan pemerataan kepada penguasa. Tugasnya, jika pembangunan adalah tujuannya, adalah memobilisasi rakyat di Negara miskin dan kaum progresif Amerika Serikat, sehingga pemerintah Amerika tidak lagi mensupport rezim represif dan rezim reaksioner melawan usaha rakyat untuk memperoleh liberasasi.
Banyak yang berpendapat bahwa pertumbuhan yang disertai kemiskinan massa dan ketimpangan yang ekstrem saat ini adalah sama seperti tahap awal kapitalisme, itulah industrialisasi dan pembangunan. Kapitalisme telah membawa Dunia Ketiga pada situasi penjajahan kolonialisme, atau fungsi yang serupa. Oleh karena itu, tidaklah bisa diharapkan dari kapitalisme Dunia Ketiga untuk memecahkan kemiskinan dengan pendekatan basic needs. Penerapannya butuh perubahan structural, yakni secara mendasar mengubah distribusi kekayaan, pendapatan dan kekuataan ekonomi—membutuhkan kekuasaan untuk mengubah, yakni kaum buruh, kelompok miskin kota, dan petani.
v  Krisis Pembangunan Kapitalisme
Pertama, krisis finansial yang disebabkan oleh kebijakan makro ekonomi yang diterapkan.kedua adalah yang disebut sebagai Financial panic, suatu argument yang mulanya dikemukakan oleh Dybvig Diamond (1983), yaitu model kepanikan nasabah bank yang mengakibatkan ketidakseimbangandalam pasar uang, dan banyak kreditor yang tiba-tiba menarik uang mereka dari peminjam. Ketiga, krisis terjadi ketika para speculator banyak membeli asset financial di atas harga dalam rangka mencari keuntungan. Keempat, suatu krisis terjadi karena suatu alasan ketidakjujuran, yakni ketika bank-bank dapat meminjam dana Negara hanya berdasarkan garansi liabilitas bank public secara implisit ataupun eksplisit. Terakhir adalah, kekacauan terjadi ketika peminjam yang tidak lancer memprovokasi kreditor untuk berlomba dan memaksa likuiditas. Itu semua akan menyebabkan krisis finansial.

BAB IV
PARADIGMA DAN TEORI KRITIK PERUBAHAN SOSIAL
Bagian 4 ini membahas tentang berbagai teori kritik dan reaksi terhadap paradigma dan teori perubahan sosial yang berakar pada ideology mainstream kapitalisme, yaitu paradigm dan teori modernisasi dan pertumbuhan. Focus dari bagian ini diarahkan pada pembahasan berbagai teori kritik dan kritik terhadap teori pembangunan pertumbuhan dan pemerataan. Beberapa referensi yang digunakan dalam membahas bagian ini diambil dari sumber aslinya, misalnya buku Karl Marx “The Capital” dan buku dari Heilbroner “Marx: for and Against”.
Teori Ilmu Sosial Kritik
Teori-teori kritik pada dasarnya adalah semua teori sosial yang mempunyai maksud yang sangat berpengaruh terhadap teori perubahan sosial aliran kritik. Pandangan teori krtitis pada dasarnya untuk membenahi pandangan umum yang berlaku, bahwa tugas teori dalam ilmu sosial bukan hanya semata menyediakan penjelasan atau menggambarkan bagaimana realitas sosial yang ada, lebih dari itu tugas teori dalam ilmu sosial adalah memberikan rekomendasi bagaimana seharusnya suatu masyarakat berbuat. Karena menurut teori kritik, cita-cita yang diidam-idamkan oleh masyarakat mustahil dapat dicapai tanpa adanya aksi nyata untuk melakukan suatu perubahan.
Teori kritik telah memberikan banyak pengaruh dalam proses perubahan sosial di masyarakat. salah satu yang paling dirasakan pengaruhnya adalah adanya pendekatan yang meletakan masyarakat sebagai subjek perubahan sosial. Atas dasar inilah lahir suatu konsep “partisipatori” dalam berbagai aspek yang meletakkan masyarakat atau rakyat sebagai subjek perubahan. Misalnya dalam proyek pengembangan masyarakat model partisipatif serta participatory training. Dalam model ini peserta pendidikan diletakkan sebagai subjek pendidikan, mereka terlibat dalam perencanaan kurikulum pendidikan, dan mereka juga yang menetapkan tujuan pendidikan, melaksanakannya, melakukan evaluasi terhadap program pendidikan, serta mereka pula lah yang akan menikmati hasilnya. Konsep partisipatori berpijak pada asumsi bahwa pada dasarnya setiap manusia mempunyai kemampuan atau potensi untuk menciptakan pengetahuan dan perubahan. Suatu riset dengan menggunakan partisipatori dianggap sebagai langkah untuk pemberdayaan karena karakternya yang memungkinkan untuk memberdayakan rakyat sebagai subjek perubahan, pembangun pengetahuan dan pemecah masalah mereka.
Teori Marxisme tentang Perubahan Sosial
Marxisme pada dasarnya tidak hanya teori kritik terhadap kapitalisme, tetapi juga teori tentang perubahan sosial. Dalam semangat membela keadilan bagi masyarakat yang dilakukan oleh Karl Marx pada hakikatnya tersembunyi teori perubahan sosial secara revolusi menuju tatanan masyarakat baru tanpa eksploitasi.
Teori Perubahan Sosial Marxisme Post Strukturalis
Analisis yang dilakukan Marx hanya memfokuskan perubahan sosial dalam struktur relasi ekonomi. Dalam perubahan sosial itu, factor seperti kebudayaan, ideology, pendidikan serta gender tidak diperhitungkan. Analisis yang dilakukan Marx ini sudah banyak direvisi. Salah satu revisinya adalah analisis dialektika antireduksionis dan antiesensialis yang dipelopori oleh Althusser. Menurut penganut ini, sistem kapitalisme melibatkan banyak aspek seperti: pengetahuan dan teknologi pertanian; kebijaksanaanpolitik pemerintah; penanaman modal dan capital multinasional, serta proses eksploitasi kelas.
Eksploitasi Ekonomi dan Ketergantungan
Resnick dan Wolf (1987) mendefinisikan kelas sebagai proses dalam masyarakat dimana ada satu pihak yang bekerja dan menghasilkan nilai lebih (buruh) dan di pihak lain ada anggota masyarakat yang tidak bekerja (majikan) sebagai kelas utama tetapi mengambil nilai lebih dan mendistribusikan nilai tersebut ke kelas menengah perantara atau subsumed class. Antara kelas utama dan kelas menengah perantara memiliki ketergantungan. Misalnya di dalam perusahaan, posisi kelas menengah perantara ditempati oleh distributor. Penghasilan yang diterima oleh distributor tergantung dari nilai lebih hasil pekerja yang dikeluarkan oleh kelas utama. Disisi lain proses kelas utama sangat tergantung pada bagimana kelas menengah perantara (distributor) memasarkan produknya. Tiap-tiap kelas menengah perantara saling bersaing untuk mendapatkan lebih banyak nilai lebih yang dihasilkan oleh kelas utama. Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa sistem ekonomi yang digunakan mengandung ketidakadilan, karena ada kelompok masyarakat yang memproduksi nilai lebih yang diambil oleh mereka yang tidak bekerja. Masyarakat yang memproduksi nilai lebih ini tidak diberikan kesempatan untuk dapat memperjuangkan nasibnya.
Disisi lain, pihak kelas utama (pemilik modal) tidak lagi berdiri sendiri. Mereka membutuhkan pihak lain untuk mendapatkan pinjaman modal, biasanya dari bank. Untuk mendapatkan pinjaman, pemerintah memiliki peran untuk memberikan rekomendasi. Dengan demikian, hasil eksploitasi dari buruh tidak semata dimiliki oleh pemilik modal, melainkan harus didistribusikan kepada kelas menengah dalam bentuk bunga bank dan pajak. Pajak kemudian didistribusikan untuk banyak hal seperti proses legislasi, keamanan, pendidikan, bahkan kegiatan kesenian dan kebudayaan. Atas dasar itulah perubahan sosial tidak bisa difokuskan pada gerakan buruh semata, karena melibatkan banyak pihak di dalamnya.
Teori Perubahan Sosial dan Pembangunan Sosialisme
Perkembangan teori perubahan sosial sosialisme sebenarnya dipengaruhi oleh pengalaman perubahan sosial model sosialisme yang dilakukan oleh negara yang menyatakan diri sebagai negara sosialis. Sehingga dalam mendefinisikan apa itu perubahan sosial sosialisme tidaklah mudah, karena beragamnya pengalaman dan eksperimen di tiap-tiap negara. Jadi, masalah pertama yang muncul jika hendak mengkaji sistem perubahan sosial sosialisme adalah negara mana yang disebut sebagai negara sosialis itu. Kesulitan untuk mendefinisikan dan memberikan batasan apa suatu sistem disebutkan sebagai sistem sosialis atau bukan, maka studi tentang pembangunan sosialis juga akan menghasilkan banyak kemungkinan. Dalam hal ini negara sosialis yang dijadikan contoh adalah Uni Soviet dan China.
Kinerja Sosialisme
Untuk dapat mengetahui bagaimana kinerja sosialisme dalam negara sosialis, maka dapat diajukan beberapa pertanyaan: (1) bagaimana rezim sosialis itu mengambil kekuasaan; (2) prasyarat yang diperlukan untuk menuju ke sosialisme; (3) strategi pembangunan; (4) struktur organisasi yang dipilih; serta (5) etatisme versus sosialisme.
Dalam hal pengambilalihan kekuasaan, hampir semua penguasa negara sosialis mendapat kekuasaan melalui revolusi dan perang saudara. Pertanyaan kedua, bagaimana prakondisi menjadi sosialisme, baik Soviet dan China mempunyai cara yang berbeda dalam transisi menuju sosialisme, meskipun langkah awal yang mereka tempuh sama yakni membatasi peran ekonomi modal asing. Pertanyaan kedua mengenai strategi pembangunan. Di Soviet, pembangunan lebih diarahkan kepada perdagangan dan industrialisasi. Sementara di China pada awalnya mengikuti langkah Soviet dalam pembangunan industri. Tetapi setelah lima tahun dilaksanakan, mereka merubah strategi dan mengambil jalan baru yaitu pembangunan di sektor pertanian dan industri ringan. Hal ini dikarenakan 85% penduduk China berada di pedesaan dan dalam kondisi yang sangat miskin. Pertanyaan keempat tentang struktur organisasi. Soviet lebih bergerak ke hierarki industry secara langsung alam bentuk pabrik dan modelnya sama seperti model organisasi industri kapitalis. Sementara di China, organisasi dikembangkan berdasarkan kelompok pekerja kecil. Pertanyaan terakhir adalah tentang etatisme versus sosialisme, pertanyaan ini lebih bersifat politik. Setelah berhasil mengambilalih kekuasaan, apa bentuk politik yang diterapkan oleh rezim negara-negara sosialis. Di Soviet, negara dikontrol oleh kaum elit, pencapaian posisi seseorang dalam negara tergantung pada teknik birokrasi dan hubungan famili. Sementara di China setiap individu atau kelompok dimungkinkan terjadinya kebebasan dalam berpolitik. Meskipun begitu, di China ada tendensi pengkultusan individu terhadap Mao dan pemaksaan perilaku untuk menyetujui semua pemikiran Mao.
Mazhab Dependensia Amerika Latin
Terbentuknya teori dependensia dilatarbelakangi oleh situasi kemacetan ekonomi negara-negara Amerika Latin serta keragu-raguan mereka terhadap teori pembangunan. Penganut teori dependensia yang teorinya dianggap paling radika adalah ekonom Brazil, Celco Furtado. Menurutnya, negara berkembang harus mengambil sikap berdikari, seperti diuraikan dalam bukunya Economic Development of Latin America (1969). Pemerintah perlu berjuang untuk merestrukturisasi seluruh ekonomi dan teknologi modern harus disebarluaskan ke seluruh lapisan. Hal itulah yang akan menjamin pemerataan distribusi pendapatan dan akhirnya akan mengakhiri proses marginalisasi rakyat. Andre Gundre Frank yang berhasil menyebarluaskan teori dependensia di kalangan akademisi negara-negara menekankan bahwa keterbelakangan suatu bangsa di suatu negara hanya dapat dipahami jika hal itu dilihat sebagai akibat dari posisi negara tersebut dari sistem yang lebih luas. Dari hasil analisisnya juga, Frank mengemukakan bahwa kondisi eksternal suatu negara menentukan kondisi internal negara tersebut.
Beberapa tokoh lain seperti Fernando Cordoso, Theotonio Dos Santos, dan Enzo Faletto juga ikut mengemukakan suaranya tentang mazhab dependensi. Sejumlah tokoh mazhab ini menggunakan pendekatan ekonomi dalam menganalisis dependensi. Hal ini karena latar belakang disiplin ilmu mereka. Namun ada juga tokoh yang berubah haluan. Furtado yang tadinya menggunakan pendekatan ekonomi kemudian berubah menjadi sosio politik.
Dalam konsep dependensi ini terdapat dua hal yang perlu diperhatikan: negara inti dan negara periferi. Negara inti adalah negara yang telah maju, sementara negara periferi adalah negara berkembang yang miskin dan terbelakang karena dalam sejarahnya mereka terlalu lama dijajah oleh negara inti yang hanya mengambil keuntungan saja tanpa memberikan imbalan kepada negara periferi. Negara periferi menjadi terbelakang karena hubungannya dengan negara inti. Untuk mengakhiri itu, negara periferi perlu untuk memutus hubungan dengan negara inti, dan mulai melaksanakan pembangunan secara berdikari.
Teori Sistem Ekonomi Kapitalis Dunia
Teori sistem ekonomi kapitalis dunia yang lahir pada pertengahan tahun 1970-an merupakan reaksi atas perdebatan antara penganut teori modernisasi dan teori dependensi. Teori ini dikemukakan oleh Imanuel Wallerstain dan pengikutnya yang merasa perlu merumuskan teori dan prespektif alternative perubahan sosial yang disebut sebagai sistem ekonomi kepitalis dunia (The World Capitalist-Economy School). Yang menjadi alasan munculnya teori ini adalah bahwa fenomena ekonomi kapitalis dunia tidak dapat dijelaskan baik oleh teori modernisasi atau teori dependensi. Misalnya, pertumbuhan ekonomi yang dialami oleh Jepang yang dimana saat itu Jepang mulai terlepas dari negara inti dengan memberikan perlawanan ekonomi.
Wallerstain juga mengajukan kritik terhadap teori dependensi. Menurutnya diperlukan satu bagian yang memiliki posisi tawar antara negara inti dengan negara pinggiran. Oleh karena itu ia mengajukan tiga model negara yaitu negara inti, negara semu pinggiran, dan negara pinggiran. Kategori semi pinggiran diajukan mengingat diperlukannya model tengah bagi negara-negara pinggiran untuk menghindari krisis.
Perubahan Tata Ekonomi Dunia Kapitalis
Menurut Wallerstain perubahan sosial pada dasarnya terletak pada bagaimana negara pinggiran melaksanakan strategi pembangunan dengan memanfaatkan sumber daya yang tersedia. Perjuangan dari negara pinggiran menjadi negara semi pinggiran tersebut bagi Wallerstain adalah hakikat dari perubahan sosial. Strategi yang dapat digunakan misalnya menyediakan segala bentuk kemudahan dan daya tarik untuk mengundang minat perusahaan multinasional untuk melakukan investasi di negaranya. Perubahan juga terjadi pada negara semi pinggiran ke negara inti. Strategi yang dapat digunakan misalnya menaikkan kuota dan tarif pada barang impor, menekan upah buruh, dan menaikan daya beli riil masyarakat.
Tata Ekonomi Dunia Masa Depan
Wallerstain memiliki cita-cita suatu tata ekonomi dunia yang berkeadilan ekonomi dan politik, atau dunia yang demokratis dan egaliter. Untuk mencapai hal itu, dibutuhkan suatu gerakan sosial dari yang berskala nasional menuju gerakan sosial yang berskala global. Asumsi ini berangkat dari analisisnya bahwa untuk mengembangkan suatu dunia yang adil dan demokratis tidak mungkin hanya dengan melakukan pembangunan dan pertumbuhan nasional yang dilakukan oleh masing-masing negara. Model pembangunan nasional mustahil akan melahirkan tata ekonomi dunia yang adil karena setiap negara memiliki tujuannya masing-masing. Menurutnya perjuangan skala nasional harus ditinggalkan dan mulai menggalang gerakan yang berskala global.


BUKU IV
Judul Buku                  : Perubahan Sosial dan Pembangunan Indonesia
Penulis                         : Suwarsono
Penerbit                       : LP3ES
Tahun                          : 1991
Bagian Resume           : Bab 1 dan 2
BAB 1 PENDAHULUAN
Teori merupakan alat bantu utama dalam melakukan penelitian, namun biasanya ketika ilmuwan  telah memilih perspektif, mereka cenderung mengembangkan pola pikir tertentu, dan berpendapat bahwa teori tersebut adalah teori yang terbaik. Melalui berbagai pendekatan, secara bersungguh-sungguh telah mengakomodasi kritik untuk memperbaharui penjelasan teoritisnya. Dari Perspektif ini, teori bukan sesuatu yang statis, melainkan harus saling memberikan kritik yang pada akhirnya mengakibatkan kemungkinan terwujudnya transformasi teoretis. Dinamika seperti ini dapat disimak dalam teori pembangunan ekonomi dan politik.
Perubahan sosial dan Pembangunan
1950 Teori modernisasi merupakan paradigma utama, Pada akhir tahun 1960an, aliran ini mendapat tantangan dari paradigma yang lebih radikal, yakni teori ketergantungan dan keterbelakangan (teori depedensi).  Pada tahun 1970an paradigma baru yaitu teori sistem ekonomi dunia muncul ke permukaan untuk menguji isu-isu pembangunan. Buku ini mencoba menguji tentang apa yang menjadi latarbelakang lahirnya ketiga pemikiran tersebut, pada sisi apa paradigma tersebut berbeda satu samalain, apa saja penelitian-penelitian “klasik” yang menyebabkan  ketiga aliran pemikiran ini dikenal, kritik apa yang telah dilontarkan ilmuan sosial terhadap tiga perspektif ini. Dalam menjelaskan ketiga perspektif tersebut, buku ini menggunakan metode yang longgar, menyampaikan kelebihan masing-masing teori dan menyembunyikan masing-masing kelemahannya, dan hanya pada bagian kritik kelemahannya akan dimunculkan, fokus utama buku ini adalah pada teori dan bukan pada penyampaian atau perumusan teori.
BAB II
Teori Modernisasi Klasik
Sejarah Lahirnya
            Merupakan produk sejarah Perang dunia II, Munculnya AS sebagai kekuatan dominan dunia. AS sebagai pemimpin dunia sejak pelaksanaan Marshall Plann yang diperluka untuk membangun kembali Eropa Barat akibat Perang dunia II. Lalu, dengan merebaknya komunis sedunia secara tidak langsung mendorong AS untuk memperluas pengaruh politiknya pada belahan dunia lain, sebagai salah satu upaya pembendungan penyebaran ideologi komunis. Lahirnya negara-negara baru di Asia dan Afrika dan Amerika latin mencari model pembangunan yang hendak digunakan sebagai contoh dalam membangun ekonominya dan untuk mencapai kemerdekaan politiknya. Kebijakan AS yang mendorong Ilmuwan sosialnya untuk mempelajari permasaahan dunia ketiga, upayanya dilakukan agar negara tersebut tidak jatuh ke pangkuan uni soviet. Setelah perang dunia II teori moderniasi sebagai “industri yang tumbuh segar” pada tahun 1950 sampai pertengahan 1960-an, teori ini dipandang sebagai suatu aliran tersendiri.
Warisan Pemikiran
            Perspektif ini banyak menerima warisan pemikiran dari teori evolusi dan teori fungsionalisme, yang terbukti dapat membantu menjelaskan proses masa peralihan dari masyarakat tradisional ke masyarakat modern negara-negara Eropa Barat, selain juga mampu menjelaskan arahan yang perlu ditempuh negara Dunia Ketiga dalam proses modernisasinya.
Teori Evolusi
            Lahir pada abad 19 sesaat setelah Revolusi industri dan Revolusi perancis yang merupakan dua revolusi yang tidak sekedar menghancurkan tatanan lama, tetapi juga membentuk acuan dasar baru. Revolusi Industri menciptakan dasar-dasar ekspansi ekonomi. Revolusi Perancis melakukan kaidah-kaidah pembangunan politik yang berdasarkan keadilan, kebebasan dan demokrasi. Pertama, Teori evolusi menganggap bahwa perubahan sosial merupakan gerakan searah seperti garis lurus, masyarakat berkembang dari masyarakat primitif menjadi masyarakat maju. Kedua, Teori evolusi membaur antara pandangan subjektifnya tentang nilai dan tujuan akhir perubahan sosial. Perubahan menuju bentuk masyarakat modern merupakan sesuatu yang tidak dapat dihindari. Perubahan sosial berjalan secara perlahan dan bertahap.
Teori Fungsionalisme
            Masyarakat tak ubahnya seperti organ tubuh manusia, dan oleh karena itu masyarakat manusia dapat juga dipelajari seperti mempelajari tubuh manusia.
Petama, masyarakat mempunyai lembaga yang saling terikat dan tergantung satu sama lain, sebagaimana struktur tubuh manusia yang memiliki berbagai bagian yang saling berhubungan satu sama lain.
Kedua, Setiap bagian tubuh manusia memiliki fungsi yang jelas dan khas, maka demikian juga bentuk kelembagaan dalam masyarakat. Fungsi pokok atau tugas utama yang disebut dengan AGIL (Adaptation to the environment, goal attainment, integration, and latency). Masyarakat selalu mengalami perubahan dan perubahan tetapi teratur (keseimbangan dinamis stasioner) teori ini sering dianggap konservatif karena menganggap masyarakat akan selalu berada pada situasi harmoni, stabil, seimbang, dan mapan. Lembaga masyarakat akan selalu terkait secara harmonis, berusaha menghindari konflik dan tidak akan mungkin menghancurkan keberadaannya sendiri seumpama tidak ada satu tubuh manusia yang sengaja membunuh dirinya sendiri. Faktor kebakuan dan pegukur (FKP) yang menjadi alat utama untuk memahami hubungan sosial yang langgeng, berulang dan mewujud dalam sistem kebudayaan, yang bagi parson merupakan sistem tertinggi dan terpenting. Dengan kaitannya dengan hal tersebut, ada sesuatu yang disebut dengan hubungan “kecintaan dan kenetralan” . Masyarakat tradisional cenderung memiliki hubungan “kecintaan” yakni hubungan yang mempribadi dan emosional. Masyarakat modern memiliki hubungan kenetralan yaitu hubungan kerja yang tidak langsung, tidak mempribadi dan berjarak. Hubungan “Kekhususan dan Universal” masyarakat tradisional cenderung berhubungan dengan anggota masyarakat dari suatu kelompok tertentu, sedangkan masyarakat modern berhubungan satu sama lain dengan batas norma-norma universal. Masyarakat tradisional  biasanya memiliki kewajiban-kewajiban kekeluargaan, komunitas dan kesukuua, sementara masyarakat modern lebih bersifat individualistik.
Smelser: Diferensiasi Struktural
Untuk menjawab berbagai pertanyaan tentang teori modernasasi Smelser menggunakan konsep diferensiasi struktural, ini terjadi karena dengan proses modernisasi, ketidakteraturan struktur masyarakat yang menjalankan berbagai fungsi sekaligus akan dibagai dalam substruktur untuk menjalankan suatu fungsi yang lebih khusus. Setelah adanya diferensasi sosial, pelaksanaan fungsi akan dapat dijalankan secara lebih efisien. Dalam masyarakat modern institusi keluarga telah mengalami diferensiasi struktural, keluarga memiliki struktur yang lebih sederhana, berukuran kecil dan hanya terdiri dari keluarga inti. Sekalipun diferensiasi struktural telah meningkatkan kapasitas fungsional kelembagaan, namun juga menimbulkan persoalan baru, yakni masalah integrasi yang berupa pengkoordinasian aktivitas berbagai lembaga baru tersebut. Suatu lembaga baru lagi harus dibentuk, yang berperan khusus untuk menjembatani dan mengkoordinasikan kegiatan dan kebutuhan masyarakat yang telah terdiferensiasi. Kendati telah dibentuk lembaga penghubung, persoalan integrasi tidak akan dapat diselesaikan secara sempurna. Pertama, karena adanya konflik nilai dan kepentingan dari berbagai lembaga penghubung lain. Kedua, persoalan integrasi tidak diatasi secara total, karena adanya permasalahan ketidakseimbangan perkembangan dan pembangunan kelembagaan masyarakat yang diperlukan. Dengan mengkaitkan akibat diferensiasi struktural, permasalahan integrasi sosial, dan kemungkinan timbulnya kerusuhan sosial, Smelser menunjukan bahwa modernisasi tidak harus merupakan suatu proses yang lancar dan harmonis.
Rostow: Tahapan Pertumbuhan Ekonomi
Ada lima tahap dalam pembangunan ekonomi, yaitu mulai dari tahap masyarakat tradisional dan berakhir pada tahap masyarakat dengan konsumsi massa tinggi. Tahap tinggal landas sebagai salah satu tahap terpenting dalam pembangunan ekonomi. Pertama negara dunia ketiga ketika berada pada tahapan tradisional mungkin hanya mengalami sedikit perubahan sosial, atau mengalami kemandegan sama sekali. Kemudian perlahan-lahan negara tersebut mulai mengalami perubahan. Perubahan tersebut merupakan prakondisi untuk mencapai tahapan berikutnya, yaitu tahap lepas landas. Untuk mendorong negara dunia ketiga agar bergerak lebih dari sekedar mencapai tahap pralepas landas, yaitu bisa berupa revolusi politik dan sosial yang berusaha mengubah secara radikal struktur masyarakat. Jika suatu negara hendak mencapai pertumbuhan ekonomi yang otonom dan berkelanjutan, maka negara tersebut harus memiliki struktur ekonomi tertentu. Yakni negara tersebut harus mampu melakukan mobilisasi seluruh kemampuan modal dan sumberdaya alamnya sehingga mampu mencapai tingkat investasi produktif sebesar 10% dari pendapatan nasionalnya. Investasi prosuktif untuk tahap awal dipioritaskan pada sektor industri yang paling menguntungkan, dan kemudian akan dengan cepat merembes, pada sektor lain. Ketika pertumbuhan ekonomi sudah otonom tahap kematanagan pertumbuhan telah tercapai, tahap ini segera diikuti dengan pesatnya perluasan kesempatan kerja, meningkatnya pendapatan nasional, peningkatan permintaan konsumen, dan pembentukan pasar domestik yang tangguh. Pada tahap akhir adalah tahap “masyarakat dengan konsumsi massa tinggi”. Kesimpulannya adalah memberikan modal pada negara dunia ketiga adalah cara terbaik untuk membantu melakukan modernisasi. Namun dalam karya klasik Rostow ini kurang memberikan perhatian pada akibat samping yang harus dialami Dunia Ketiga, tidak menjelaskan secara rinci akibat politik dari derap lanjutnya upaya pembangunan ekonomi yang terkadang, dan dipaksa, untuk melakukan percepatan, dan memberikan tekanan yang berbeda (timpang) antarsektor dan antardaerah. Dengan kata lain dapat saja  negara dunia ketiga mampu mencapai tahap tingkat landas tetapi diikuti dengan kerusuhan politik, atau mencapainya dengan tanpa mengikut sertakan masyarakat.
Coleman: Pembangunan Politik yang berkeadilan
Modernisasi menurut Coleman menunjukan pada proses diferensiasi struktur politikdan sekularisasi budaya politik yang mengarah pada etos keadilan, dengan bertujuan akhir pada penguatan kapasitas sistem politik. Pertama, ia berpendapat bahwa diferensiasi politik dapat dikatakan sebagai salahsatu kecenderungan dominan sejarah perkembangan sistem politik modern. Diferensiasi politik akan menghasilkan semakin tegasnya perbedaan fungsi masing-masing kelembagaan politik, yang kemudian mengakibatkan semakin kompleksnya struktur politik itu sendiri, dan pada saat yang sama diferensiasi politik akan membuat terciptanya situasi saling terkait dan tergantung yang sehat dan berkesinambungan antarlembaga politik. Kedua, prinsip kesamaan dan keadilan merupakan etos masyarakat modern. Modernisasi politik tidak lain diartikan sebagai usaha yang sungguh-sungguh untuk merealisir prinsip keadilan. Ketiga, bahwa usaha pembangunan politik yang berkeadilan akan membawa akibat pada perkembangan kapasitas sistem politik. Coleman menghakhiri pembahasan modernisasi politiknya dengan menunjuk pada pentingnya kesiapan untuk menghadapi dan mengatasi masalah-masalah yang timbul di saat tibanya “waktu krisis pengembangan sistem politik”, jika negara Dunia ketiga hendak terus melanjutkan modernitasnya. Modernisasi politik bagi coleman dapat diukur dengan seberapa jauh kapasitas sistem politik berkembang untuk mampu menghadapi dan mengatasi krisis-krisis yang diciptakan sendri dalam proses perkembangannya.
Asumsi Teoretis dan Metodologi
Teori modernisasi politik terlihat sebagai usaha beragai disiplin untuk menguji prospek pembangunan negara Dunia Ketiga. Setiap disiplin dengan pendekatannya yang khusus, memberikan sumbangan yang khas untuk mengidentifikasi masalah-masalah pokok modernisasi dan mencoba memberikan jalan keluarnya. Satu perangkat asumsi teori modernisasi berasal dari konsep-konsep dan metafora yang ditunturkan dari teori evolusi. Menurut teori evolusi, perubahan sosial pada dasarnya merupakan gerakan searah, liner, progresif dan perlahan-lahan, yang membawa masyarakat berubah dari tahapan primitif ke tahapan yang lebih maju, dan membuat berbagai masyarakat mimiliki bentuk dan struktur serupa. Dibangun dengan premis yang seperti ini, pada teoretis perspektif modernisasi secara implisit membangun kerangka teori dan tesisnya dengan ciri-ciri pokok sebagai berikut: Pertama, modernasisi merupakan proses bertahap. Kedua, modernisasi juga dapat dikatakan sebagai proses homogenisasi. Ketiga, modernisasi terkadang mewujud dalam bentuk lahirnya, sebagai proses Eropanisasi atau Amerikanisasi, atau lebih dikenal dengan istilah bahwa modernisasi sama dengan Barat. Keempat, modernisasi juga dilihat sebagai proses yang tidak bergerak mundur, proses modernisasi tidak bisa dihentikan ketika ia sudah mulai berjalan. Kelima, modernisasi merupakan perubahan progresif. Sekalipun akibat samping maupun korban modernisasi beraneka macam dan terkadang berada diluar batas-batas nilai kemanusiaan dan moral universal. Terakhir, modernisasi memerlukan waktu panjang.
Satu perangkat asumsi lain teori modernisasi berasal dari pola pikir teori fungsionalisme memberikan tekanan pada keterkaitan dan ketergantungan lembaga sosial, pentingnya variabel kebakuan dan pengukur dalam sistem budaya, dan adanya kepastian kesimbangan dinamis-stasioner dari perubahan sosial. Terpengaruh dengan teori ini, ajaran modernisasi secara implisit juga mengandung berbagai asumsi berikut; modernisasi merupakan proses sistematik, modernisasi diartikan sebagai proses transformasi, modernisasi melibatkan proses yang terus menerus.
Lebih lanjut, disamping adanya kenyataan, bahwa teori modernisasi memiliki asumsi-asumsi sebagai warisan pola pikir teori evolusi dan fungsionalisme, teori modernisasi juga memiliki kesamaan dengan metode pengkajian dengan kedua paradigma tersebut. Pertama, teori modernisasi cenderung untuk mengkaji persoalan dunia ketiga secara abstrak dan bertendensi mengambil kesimpulan-kesimpulan umum untuk dijadikan model yang dibakukan. Teori modernisasi bukan sekedar merupakan gerakan akademis, teori modernisasi dirumuskan dalam konteks sejarah perubahan kekuatan dan kepemimpinan dunia setelah perang dunia II yang telah diambil alih oleh Amerika Serikat, oleh karena itu teori modernisasi juga memberikan rumusan kebijaksanaan pembangunan.
Implikasi Kebijaksanaan Pembangunan
Pertama, teori modernisasi membantu memberikan secara implisit pembenaran hubungan kekuatan yang bertolak belakang antara masyarakat tradisional dan modern.
Kedua, teori modernisasi menilai ideologi komunisme sebagai ancaman pembangunan negara dunia ketiga, jika hendak melakukan modernisasi negara dunia ketiga perlu menempuh arah yang telah dijalani oleh Amerika serikat dan negara-negara Eropa Barat.
Ketiga, teori modernisasi mampu memberikan legitimasi tentang perlunya bantuan asing, khususnya AS.

No comments:

Post a Comment