RESUME BUKU MATA KULIAH
PEMBANGUNAN LOKAL

Disusun Oleh:
Dini
Purwanti (170410130001)
Dini
Irmalinda (170410130003)
Melda
Yulianti (170410130019)
Wiji
Astuti (170410130021)
M.
Nurdin Al Latief (170410130049)
PROGRAM STUDI ILMU PEMERINTAHAN
FAKULTAS ILMU SOSIAL
DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS PADJADJARAN
2016
BUKU I
Judul
Buku : Pembangunan Masyarakat
Penulis : Talizuduhu
Ndraha
Penerbit :
Rineka Cipta
Tahun :
1990
Bagian
Resume : Bab I
BAB I
KONSEP PEMBANGUNAN
Tinjauan
Etimologik
Istilah
pembangunan berasal dari kata bangun, diberi
awal-an pem- dan akhiran –an guna menunjukan perihal membangun. Kata
bangun ini mengandung empat arti.
Pertama, bangun dari sadar
atau siuman. Kedua, dalam
arti bangkit
dan berdiri. Ketiga, bangun
dalam arti bentuk.
Dan yang terakhir bangun
dalam arti kata
kerja membuat, mendirikan, atau
membina. Dengan demikian, konsep pembangunan meliputi
dari segi anaomik (bentuk), fisiologik
(kehidupan), dan behavioral (prilaku).
Tinjauan
Ensiklopedia
Adapun secara tinjauan
ensiklopedia konsep pembangunan itu antara
lain pertumbuhan (growh),
rekontruksi (reconstruction),
modernisasi (modernization), westernisasi
(westernization),
perubahan sosial (sosial change), pembebasan (liberation),
pembaharuan (innovation),
pembangunan bangsa (nation building),
pembangunan nasional (national building),
pembangunan (development), pembangunan
dan pembinaan.
Pertumbuhan
Pertumbuhan
adalah konsep ekonomi. Dalam the stages
of economic growth (1960), rostow
membentangkan teorinya
tentang
tahap-tahap
pertumbuhan ekonomi. Ada
beberapa tahap utama
pertumbuhan :
·
Masyarakat
tradisional.
Ciri khas masyarakat ini ialah keterikaan
mereka pada lingkungan dan sistem kemasyarakatan
feodal.
·
Tahap transisional.
Dalam masyrakat peralihan kelas
menengah yang menguasai bisnis-perdagangan. Disamping itu
muncul akivias sosial baru dibidang transforasi dan
modernisasi pertanian.
·
Tahap tinggal
landas. Diandai oleh peningkatan investasi
dan pendapatan nyata
masyarakat. pada tahap
ini terjadi perubahan
mendasar dibidang industri, antara
lain meluasnya peranan sektor industri
unggul.
·
Tahap pemantapan
(pendewasaan). Pada tahap ini
digunakan teknologi tinggi.
Sektor industri
mempengaruhi sektor-sektor
lainnya.
·
Tahap konsumsi
massa tinggi. Tahap
ini ditandai oleh kemampuan
masyrakat untuk
berkembang secara mandiri. Masyarakat konsumsi tinggi
merupakan masyarakat yang teknik-teknologikal
sudah matang dan dewasa.
Adapun
untuk faktor
yang mendorong pertumbuhan ekonomi.
Michael todaro dalam
pembangunan ekonomi di dunia ketiga ialah :
·
Akumulasi modal termasuk
semua investasi baru dalam
bentuk tanah,
peralatan fisik dan sumber
daya manusia.
·
Perkembangan penduduk
dalam arti peningkatan
tenaga
kerja, baik kuantias, maupun
kualitas.
·
Kemajuan eknologi, yaitu
hasil cara baru yang telah diperbaiki
dalam melakukan pekerjaan-pekerjaan tradisional.
Sedangkan
dalam pertumbuhan ekonomi
ada beberapa indikator, diantaranya
:
·
Tingkat
pertumbuhan pendapatan
perkapita. Jika pendapatan
suatu masyarakat melebihi
jumlah penduduk, pendapatan perkapita
juga meningkat.
·
Tingkat
pertumbuhan produkivitas,
ditunjukan oleh sejauh
mana tingkat
efesiensi kerja ekonomi masyarakat yang
bersangkuan.
·
Tingkat
transformasi
sruktur ekonomi. Misalnya
dari ekonomi barter ke ekonomi
uang, perubahan dari usaha rumah tangga dan
perusahaan raksasa.
·
Tingkat
transformasi
sosial, politik, dan
ideologi, yaitu perubahan dan
pemanfataan sistem
sosial, politik, ideologi
nasional.
·
Jangkauan ekonomi internasional,
sejauh mana pengaruh ekonomi nasional ekonomi negara yang bersangkuan terhadap
ekonomi negara.
Salah
satu hal keberatan
terhadap
konsep pembangunan dalam arti pertumbuhan
ekonomi (saja) ialah kemungkinan terjadinya pertumbuhan
ekonomi tanpa didukung
oleh perubahan sosial, sehingga pada suatu stagflasi.
Rekonstruksi
Salah
satu program terkenal
dibidang rekontruksi ini adalah
rencana Marshall. Jenderal george catlet
marshall adalah ketua gabungan
kepala-kepala staf Amerika
Serikat dalam perang dunia ke II,
kemudian di angkat menjadi menteri
luar negri. Dalam kedudukannya ia berpendapat
bahwa kemiskinan dan kekacauan ekonomi diberbagai negara di eropa sebagai akibat
perang, merupakan bahaya bagi stabilisasi politik
di negara-negara tersebut.
Kekaluan ekonomi mudah dijadikan tanah subur bagi
dan dapat mengundang
bahaya komunisme. Untuk mengatasi
hal ini dianjurkannya kepada negara-negara itu
untuk bersatu
menyusun bersama rencana pembangunan ekonomi untuk
eropa barat.
Modernisasi
Menurut
Reinhard Bendix dalam Willard A. Beling Dan George O. Oen, modernisasi, masalah
model pembangunan menjelaskan bahwa modernisasi adalah bentuk
perubahan sosial yang berasal dari revolusi industri
di inggris (1ujuh60-1830) dan revolusi politik
di prancis (1ujuh 89-1ujuh9opa). Aspek yang paling menonjol dalam proses
modernisasi adalah perubahan teknik industri
dari cara-cara tradisional ke
cara-cara modern yang dihasilkan dari revolusi industri.
Dengan demikian bahwa proses modernisasi terdapat
dimana-mana, baik di negara maju dan berkembang. Tapi
tidak
semua perubahan sosial merupakan modernisasi. Banyak perubahan tidak
ada sangkut pautnya
dengan modernisai, misalnya perubahan mode. Karena modernisasi berasal dari
bara, imbul kesan bahwa modernisasi identik dengan proses
pembaratan kehidupan
masyarakat. hal inilah
yang seringkali menjadi merintangi gerak
modernisasi di dunia ketiga. Padahal tidaklah
seharusnya demikian.
Westernisasi
Apabila modernisasi dianggap
bersumber dari revolusi industri, mau tidak
mau modernisasi dikaitkan
dengan dunia barat, jadi
modernisasi bisa juga disebut westernisasi.
Walaupun istilah tersebut
tidak
tepat
dan kurang disukai orang. Lepas dari tepat
tidaknya
istilah tersebut,
jelas bahwa westernisasi
hanyalah dikenakan pada dunia non – barat pada abad ini.
Perubahan sosial
Perubahan
sosial diartikan sebagai
perubahan lembaga-lembaga masyarakat, yaitu
perubahan yang mempengaruhi sisem sosial, termasuk
nilai sosial, sikap, dan pola perilaku kelompok. Menurut
Esman Dalam D. Woods Homas,E.. Al, Eds. Insiuions Building, A Model For Applied
Social Change, ada lima bentuk perubahan
sosial :
·
Perubahan evolusioner,
yaitu perubahan yang tidak
dikendalikan dengan lingkungan permisif.
·
Perubahan revolusioner,
yaitu perubahan yang bisa
dikendalikan dan bisa juga tidak, tetapi
dengan lingkungan yang dimanifulasikan.
·
Perubahan dialekikal,
yaiu perubahan yang tidak
dikendalikan dan lingkungan permisif.
·
Perubahan yang
dipaksakan, yaitu perubahan yang
dikendalikan dan dengan memanifulasikan lingkungan.
·
Perubahan terkendali,
yaitu perubahan yang
dikendalikan teapi lingkungan
yang permisif.
Modernisasi
berkaitan dengan perubahan
sosial, tapi masalah utama
yang dihadapi dalam modernisasi adalah fakor yang bersifat
kolekif dan individual. Seperti halnya tantangan
kolektif terhadap
perubahan biasanya dilakukan berdasarkan dalih keteriban
dan keamanan, sedangkan tanangan
individual biasanya bersifat intelekual.
Kedua-keduanya dilatarbelakangi oleh
keakuan akan hancurnya tradisi sebagai
milik yang telah dipegang
sejak lama. Sedangkan faktor yang
mendorong perubahan sosial, yaitiu : urbanisme,
kemampuan membaca dan menulis, parisipasi media, dan empati.
Jadi, modernisasi tanpa didukung
oleh perubahan sosial tidak efektif.
Pembebasan
Menurut
Gustavo Gutlereez
Merino, pembangunan yang dimaksud mazhab prancis lebih tepat
disebut pembebasan. Karena
mazhab ini sebagian besar diilhami oleh nilai-nilai teologis-etis,
maka mazhab tersebut
lazim juga disebut teologi
pembebasan. Konsep pembebasan dianggap lebih tepat
daripada konsep pembangunan karena dua hal. Pertama,
pembangunan terlalu dikaikan
dengan efesiensi, sehingga baik upaya pencapaiannya maupun hasil-hasil
efesiensi sebagian besar dikendalikan oleh kaum elit
yang menguasai teknologi, sementara
lapisan masyarakat yang miskin dan
bodoh, kececeran, dan tidak dapat
berperanan didalamnya. Kedua, pembangunan menolak kekerasan sebagai suatu
hal yang idak konsrukif dan juga menolak untuk
mengutuk kekerasan terhadap
pola perubahan yang legal. Bahasa pembebasan tumbuh
di masyarakat di korea selatan,
yunani, taiwan, industralisasi
dan ekonomi menunjukan laju yang inggi, idak erjadi perubahan mendasar dalam
hubungan anar kelas dan disribusi kekayaan dan kekuasaan. Paham kebebasan ini
lebih erarik pada perubahan sosial yang erjadi di cina, kuba, azmania. Seperti
salah satunya cina telah
berhasil membebaskan rakyanya dari kelaparan massal dan telah
berhasil menghapusan sistem feodal.
Pembaharuan
Pembaharuan
dan modernisasi di dorong oleh penemuan-penemuan ilmiah. Adapun istilah
inovasi biasanya digunakan untuk menunjukan
penciptaan teknik
unggul produksi dan juga penerapan teknik impor dan
luar. Ada sebuah pepatah mengatakan
“apabila anda ingin punya musuh, maka buatlah perubahan”.
Dengan ucapan cukup membuktikan bahwa
perubahan mental di ilhamkan atau
dicetuskan oleh tokoh-tokoh
yang oleh La Piere disebut genius. Dengan
demikian tokoh seperti
itulah yang disebut
agen pembaharu.
Pembangunan
Bangsa
Pembangunan
bangsa lebih ditunjukan pada
upaya pemantapan dan
meningkatan persatuan
dan kesatuan bangsa,
wawasan ideologi, dan pencegahan berbagai perpecahan, konflik, dan sebagainya
antar suku, antar
agama, antar daerah, dan
antar kelompok kepentingan.
Konsep pembangunan bangsa diterapkan pada
negara yang baru merdeka atau yang sedang
bersiap untuk merdeka,
negara yang masih labil, negara nusantara atau
negara yang terdiri dari
anekaragam kebudayaan.
Pembangunan Nasional
Pembangunan
nasional ada berkaitan era dengan
pembangunan bangsa, karena pembangunan bangsa merupakan integral
pembangunan nasional suatu negara. Tetapi
pembangunan nasional tidak kalah lebih
erat dengan pembangunan
politik, karena hubungan ini
jika terdapat
konflik antar ketiga
aspek pembangunan, misalnya antara pembangunan
ekonomi dengan pembangunan politik, maka
kemungkinan besar kepentingan ekonomilah
yang dikorbankan. Dengan demikian, pembangunan nasional harus didukung oleh
kemampuan politik (ideologi,
sisem poliik), kemampuan ekonomi (sumber-sumber), dan kondisi sosial (perubahan
sosial), dan pada gilirannya harus mampu menegakan ketahanan
nasional negara yang bersangkuan.
Pengembangan
Dahulu
berdasarkan pendekatan antropologi
dikenal dengan sebutan masyrakat
primitif yang kemudian diubah
menjadi masyarakat sederhana. Termasuk
semua bangsa, dimana semua bangsa yang masih dianggap primitif
disebut backward counries.
Sebutan tersebut mengandung
unsur negatif karena dunia
ketiga ternyata
berkebudayaan tinggi dan
memiliki potensi sera
sumber-sumber yang berlimpah-limpah disamping kemerdekaan nasional sebagai
modal utama.
Pembinaan
Konsep
pembinaan di Indonesia dikenal pada tahun 1966 ketika
pemerintah berusaha
menghancurkan sisa-sisa G 30 SPKI. Dalam
hubungan ini pemerintah berusaha
meluruskan kembali pola pikir dan pola tindak
kelompok-kelompok masyarakat yang sementara
menyeleweng dari garis yang telah ditetapkan, misalnya di jawa timur
dikenal dengan operasi bina wilayah, suatu operasi teriorial
semimilier. Dengan keberhasilan tersebut
kemudian dipelajari dan dijadikan pangkal tolak
program yang disebut pembinaan
wilayah, untuk menunjang ketahanan
nasional.
Pembangunan
Dalam
pengertian ekonomi murni,
pembangunan menunjukan taraf kemampuan
ekonomi nasional suatu negara untuk
beranjak dari tahap awal yang
relaif statis
menuju peningkatan tahunan
GNP secara konsisen sebesar 3 sampai tujuh % aau
lebih, disertai perubahan
sruktural dibidang agraria,
industri dan jasa, produksi
dan lapangan kerja. Para perencana beranggapan bahwa pembangunan sangat
dipengaruhi oleh anggapan bahwa pembangunan berarti
perumbuhan ekonomi. Laju pertumbuhan pesat yang
dikehendaki dapat dicapai melalui
indusrtialisasi. Ada dua cara
pendekatan industrialisasi.
Pertama, pemusatan
perhatian pada upaya untuk
meragsang faktor industrialisasi
yakni penggunaan teknologi. Kedua,
untuk menggerakan potensi
dalam negri dan menggunakan teknologi tradisional.
dalam pengalaman di berbagai negara yang elah mengunakan pendekaan perama
menunjukan bahwa modernisasi membawa implikasi sosial dan mental.
Pada dekade tujuh puluhan timbul
perubahan pendekatan terhadap
pembangunan. Dimana ada lima implikasi utama definisi
pembangunan, yakni :
·
Pembangunan berarti
membangkitkan kemampuan optimal
manusia, baik individu maupun kelompok
·
Pembangunan berarti
mendorong tumbuhnya
kebersamaan
·
Pembangunan berari
menaruh kepercayaan pada masyarakat unuk membangun
dirinya sendiri sesuai dengan keadaan yang ada.
·
Pembangunan berarti
membangkitkan kemampuan untuk
membangun secara mandiri.
·
Pembangunan berarti
mengurangi keterganungan
negara yang satu dengan yang
lainnya dan menciptakan hubungan
saling menguntungkan dan
saling menghormati.
Pembangunan Nasional Indonesia
Pembangunan
nasional indonesia adalah amanat konsitusi.
Baik dalam pembukaan, maupun batang tubuh
UUD . Mengandung ketentuan-ketentuan
tentang
cita-cita
bangsa. Indonesia memiliki ideologi pembangunan pancasila, hakikat
pembangunan (pembangunan manusia indonesia seutuhnya
dan pemabangunan seluruh masyarakat indonesia), dan
strategi
pembangunan (trilogi
pembangunan ; pertumbuhan ekonomi,
stabilias politik).
Adapun komponen-kompen dalam pembangunan nasional indonesia diantaranya
:pertama, Komponen kepribadian meliputi
cipta, rasa, dan karsa.
Kedua, komponen keberadaan meliputi unsur badan (tubuh),
jiwa dan roh. Ketiga, komponen
kehidupan disebut juga komponen
fisiologik, yang meliputi kehidupan
sebagai kontinuum, sebuah
keberlangsungan dari masa lalu, masa kini dan masa depan. Dalam komponen
kehidupan ini menyangku kehidupan empirik dan kehidupan eskaologik. Dan yang terakhir,
ialah komponen perilaku, yang memiliki dua unsur yaitu
kewajiban dan hak, tanggung jawab
dan kekuasaan. Jadi pembangunan berarti upaya yang terus-menerus
dilakukan dan bertujuan menetapkan
manusia pada posisi dan peranannya yang wajar dan mengembangkannya sehingga ia
berhubungan serasi dan dinamik ke luar dan berkembang serasi, selaras, dan
seimbang didalam.
BUKU
II
Identitas Buku
Nama
Buku : Pemberdayaan, Pengembangan
Masyarakat dan Intervensi Komunitas
( Pengantar pada pemikiran dan pendekatan
praktis)
Penulis
: Isbandi Rukminto Adi
Penerbit : Rajawali Press, 2008.
Bagian : Bab 1 - Dimensi Makro dan Mikro dalam Pembangunan.
Halaman : 3 s.d. 31.
Matriks Dimensi Makro dan Mikro dalam
Pembangunan
Secara sederhana
dan singkat pembahasan dalam Bab 1 : Dimensi Makro dan Mikro dalam Pembangunan
dalam kita petakan dalam matriks dibawah ini.
DIMENSI
dalam
PEMBANGUNAN
|
Dimensi
Makro
|
Pendekatan
Pertumbuhan
(Growth Approach)
|
Tahap 1 – Masyarakat Tradisional
(Traditional Society)
|
Tahap 2 – Tahap Transisi
(Transitional Stage)
|
|||
Tahap 3 – Tahap Tinggal Landas (Take
Off)
|
|||
Tahap 4 - Tahap Menuju Kematangan
(Drive to Maturity)
|
|||
Tahap 5 – Tahap Konsumsi Massa Yan
Tinngi
(High Mass Consumption)
|
|||
|
|
Pendekatan
Pertumbuhan dan Pemerataan
(Redistribution of Growth Approach)
|
Sosial Budaya
|
Politik
|
|||
Ekonomi
|
|||
Paradigma
Ketergantungan
(Dependence Paradigm)
|
|
||
Tata Ekonomi
International Baru
(The New International Economic Order)
|
|
||
Pendekatan
Kebutuhan Pokok
(The Basic Needs Approac h)
|
|
||
Pendektan
Kemandirian
(The Self-Reliance Approach)
|
|
||
Dimensi
Mikro
|
Pendekatan
Perilaku
(Behaviourisme)
|
|
|
Pendekatan
Psikoanalisis
|
Id
|
||
Ego
|
|||
Super
Ego
|
|||
Pendekatan
Humanistik
|
|
Penjabaran Dimensi
Makro dan Mikro dalam Pembangunan
Sebelum
masuk ke dalam pembahasan mengenai apa-apa yang ada di dalam metrik alangkah
baiknya kita ketahui pengantar dalam Bab 1 : Dimensi Makro dan Mikro dalam Pembangunan
ini. Sedikitnya ada lima aspek utama yang harus diperhatikan dalam pembangunan
sebagai upaya meningkatkan tingkat kesejahtraan masyarakat atau sosial – atau
yang lebih dikeal dengan “big five”,
Spicker (1995:3). Lima aspek tersebut, yaitu
: 1.Kesehatan, 2.Pendidikan, 3.Perumahan, 4.Jaminan sosial, dan 5.Pekerjaan
sosial.
A. Dimensi Makro dalam Pembangunan
Dimensi ini memandang
pembangunan dalam skala besar atau luas. Era awal dalam pembahasan mengenai
teori pembangunan adalah dikemukannya “teori
pertumbuhan”. Teori pembangunan ini telah didiskusikan oleh beberapa
praktis dan teorisi pembangunan yang menghasikan bebrapa pendekatan yang
dikenal sebagai pendekatan ‘utama’ dalam teori pembangunan.
Pertama,
pendekatan pertumbuhan:
pendekatan ini muncul akibat adanya dinamika
pertumbuhan ekonomi yang dialami oleh
Negara-Negara Barat yang sudah melakukan industralisasi, dan melihat
petumbuhan material sebagai syarat mutlak untuk suatu pertumbuhan yang
berhasil. Kemudian Rostow (1960) memperkenalkan lima tahap pembangunan ekonomi
yang akan dilalui oleh setiap Negara, yaitu:
·
Masyrakat
tradisional : kegiatan ekonomi atau perdangan lebih
didominasi oleh sitem barter, sektor pertanian menjadi industri yang paling
penting, serta melibatkan banyak tenaga kerja (labor intensive) dengan modal uang yang relatif kecil.
·
Tahap
transisi : memunculkan surplus perdagangan,
pengembangaan infrastruktur, perdagangan eksternal, antar negara, terutama
dalam kaitan dengan produk-produk primer.
·
Tahap
tinggal landas : industrialisasi meningkat,
peralihan pekerjaan dari sektor pertanian ke sektor manufaktur, yang pada
akhirnya akan menarik investasi yang lebih besar dimasa yang akan datang.
·
Tahap
menuju kematangan : menghasilkan berbagai macam
produk barang dan jasa yang akhirnya akan mengurangi ketergantungan terhadap
impor.
·
Tahap
konsumsi massa yang tinggi : jumlah konsumen dan
keragaman industry meningkat.
Kedua,
pendekatan pertumbuhan dan pemerataan : Pendekatan
ini dapat digunakan untuk menganalisis klasifikasi negara belum berkembang,
berkembang, dan maju. Pendekatan ini pula memiliki indikatir-indikator yang
ditinjau dari 3 aspek, yaitu : sosial budaya, politik, dan ekonomi. Setiap
aspek memiliki berbagai subindikator yang mana menjadi ‘alat’ analisis seperti
yang dimaksud di atas (Adelman dan Morris : 1973).
Ketiga,
paradigma ketergantungan : konsep dependencia (ketergantungan) ini dipelopori
oleh Cardoso (dimunculkan sekitar tahun 1970-an). Kemunculan sifat
ketergantungan merupakan akibat dari keterbelakangan dan keterbatasan baik dari
segi SDM maupun SDA.
Keempat,
tata ekonomi internasional baru : berawal
dari isu “the Limits to growth’ pada
tahun 1972 hingga mengusulkan tata ekonomi internasioal baru untuk menciptakan
kekuatan negara-negara yang lebih besar. Sejak Deklarasi Pembentukan Tata
Ekonomi Internasional Baru tahunn 1974 semangat Negara berkembang untuk
merealisir TEIB selalu berhadan dengan pikiran Negara maju yang cenderung
menentang. Sehingga AS mempunyai tiga strategi untuk menunda ataupun
menghalingi TEIB : Strategi penolakan
sepihak, strategi pengendoran (mengambil langkah persetujuan kecil), strategi
penyampaian yang bersifat samar dengan maksud mengulur waktu. Oleh karena
itu, tata ekonomi yang baru ini sampai saat ini masih merupakan suatu impian
bagi ‘negara-negara selatan’.
Kelima,
pendekatan kebutuhan pokok : pendekatan ini
disebut juga salah satu alternatif pembangunan (Hadad, 1980). Dalam pendekatan
tidak mungkin dapat terpenuhi jika mereka − negara-negara utara-selatan – masih berada dalam garis kemiskinan serta
tidak mempunyai pekerjaan untuk mendapatkan pendapatan yang lebih baik. Karena
itu ada tiga sasaran untuk dikembangkan bersamaan : membuka lapangan kerja, meningkatkan pertumbuhan ekonomi, dan memenuhi
kebutuhan pokok masyarakat. Oleh karena itu, pendekatan ini yang banyak
diadopsi oleh negara-negara di dunia ke tiga.
Keenam,
pendekatan kemandirian : Soedjatmo (dalam hadad,
1980) melihat bahwa konsep kemandirian menyajikan dua persepektif, yang pertama adalah penekanan yang lebih
diutamakan hubungan timbal balik dan saling menguntungkan dalam perdagangan dan
kerjasama pembangunan. sedangkan yang kedua
adalah lebih mengandalkan pada kemampuan dan sumber daya sendiri untuk
kemudian dipertemukan dengan perdebatan internasional tentang pembangunan.
B.
Dimensi Mikro dalam Pembangunan
Dimensi
ini memandang pembangunan dalam skala kecil atau lebih sempit. Dalam
mengoptimalkan pembangunan yang akan dan sedang dilaksanakan, pengenalan akan
hakikat manusia sebagai actor penting dalam pembangunan tentunya mempunyai
tentunya mempunyai sumbangan tersindiri, paling tidak akan dapat menambah
wawasan ketika akan menerpakan suatu program pada masyarakat.
Maslow
menyatakan bahwa ada tiga pendekatan utama dimensi mikro dalam pembangunan :
Pertama, pendekatan
prilaku : melihat manusia sebagai makhluk
yang reaktif dan berusaha menyesuaikan diri dengan lingkungan, sehingga banyak
tingkah laku manusia dikontrol oleh faktor-faktor yang datang dari luar.
Tingklah laku seseorang lebih banyak merupakan hasil belajar dari lingkungan,
baik itu melalui pembiasan maupun melalui peniruan.
Kedua, pendekatan
psikoanalisis : tingkah laku individu
ditentukan dan dikontrol oleh kekuatan psikis yang sejak mula memang sudah ada
pada diri sendiri individu tersebut. Freud mengemukakan bahwa struktur
kepribadian seseorang terdiri dari tiga komponen utama (Id, Ego, Superego). Id merupakan
unsur instingtif manusia yang mendasari perkembangan manusia. Ego menjembatani antara dorongan id agar dengan dorongan dari luar
individu. Ego sendiri menyalurkan dan
mengatur energy dari id dan superego.
Sedangkan super ego berperan sebagai
unsur kepribadian yang memiliki fungsi control terhadap individu. Jadi
pendekatan ini melihat pada karakteristik manusia dilihat dari unsur tersebut.
Ketiga, pendekatan
humanistik : Pendekatan humanistik melihat bahwa
manusia mempunyai potensi yang luar biasa untuk memahami dirinya yang dilihat
dari dorongan internal individu yang membuat seseorang dapat menentukan
dilingkungan mana ia akan berada (proses penyeleksian lingkungan). Pandangan
dari sekelompok humansitik ini melihat manusia sebagai makhluk yang rasional
dan memiliki dorongan untuk mengarahkan dirinya kearah tujuan yang positif.
Namun konsekuensi dari hal ini adalah manusia selalu berusaha agar dunianya
dapat menjadi dunia yang lebih baik untuk ditempati, sehingga manusia bukanlah
makhluk yang pasif terhadap lingkungan. Akan tetapi, manusia adalah makhluk
yang dapat membentuk lingkungan mereka menjadi lingkungan yang lebih menyenangkan.
BUKU III
Judul Buku : Runtuhnya Teori Pembangunan dan
Globalisasi
Penulis :
Mansour Fakih
Penerbit : INSIST PRESS
Tahun : 2001
Bab Resume : 3 dan 4
BAB III
TEORI-TEORI PERUBAHAN
SOSIAL KAPITALISME: TEORI MODERNISASI DAN PEMBANGUNAN
v Teori
Ekonomi Kapitalisme
Teori
perubahan sosial modernisasi dan pembangunan pertumbuhan pada dasarnya dibangun
di atas landasan kapitalisme. Keseluruhan filsafat pemikiran penganut ekonomi
kalsik tersebut dibangun di atas landasan filsafat ekonomi liberalism. Mereka
percaya pada kebebasan individu (personal liberty), pemilikan pribadi (private
property), dan inisiatif individu serta usaha swasta (private enterprise).
Kepercayaan dan pandangan ini disebut liberal dibandingkan dengan pandangan
lain waktu itu yakni Merkantilisme yang membatasi perdagangan dan industry.
Ada
sejumlah pandangan dari para pemikir ekonom klasik yang mempengaruhi
teori-teori perubahan sosial di kemudian hari. Pertama, para pemikir ekonomi
klasik percaya kepada laissez-faire yakni kepercayaan akan kebebasan dalam
bidang ekonomi yang memberi isyarat perlunya membatasi atau memberi peranan
sangat minimum kepada pemerintah dalam bidang ekonomi. Kedua, mereka juga
percaya kepada ekonomi pasar yang diletakkan di atas sistem persaingan atau
kompetisi bebas dan kompetisi sempurna. Ketiga, mereka juga percaya pada
kondisi full employment yakni suatu kepercayaan bahwa ekonomi akan berjalan
secara lancer dan selalu mengalami penyesuaian diri jika tanpa intervensi
pemerintah. Keempat, mereka percaya bahwa memenuhi kepentingan individu akan
berarti memenuhi kepentingan masyarakat. Dengan kata lain, mereka percaya
kepada harmony of interest. Kelima, mereka menitikberatkan kepada kegiatan
ekonomi, khususnya industry. Mereka juga percaya bahwa hukum ekonomi berlaku
secara universal. Para ekonom klasik adalah generasi pemikir yang pertama
memberi perhatian pada pertumbuhan dan pembangunan ekonomi. Terakhir, ekonom
klasik juga percaya pada hukum pasar, yakni supply creates its own demand.
v Teori
Evolusi
Teori
lain yang juga sangat berpengaruh pada teori modernisasi dan pembangunan adalah
teori evolusi. Teori ini lahir setelah revolusi industry dan revolusi prancis
pada awal abad ke-19. Teori ini berdasarkan padda enam asumsi tentang
perubahan, yakni bahwa perubahan dilihat sebagai natural, dereksional,
immanent, kontinyu, suatu keharusan, dan berjalan melalui sebab yang sama.
Menurut
teori evolusi, masyarakat akan berkembang dari masyarakat sederhana (primitive)
menuju ke masyarakat modern (complex) dan memerlukan proses jangka panjang fase
demi fase seperti yang digambarkan oleh Comte di atas. Penganut teori ini
berasumsi bahwa masyarakat akan berubah secara linier atau seperti garis lurus,
dari masyarakat primitive ke masyarakat maju. Hal ini mempengaruhi asumsi mereka
selanjutnya bahwa masa depan manusia sudah dapat dipastikan, yakni akan melalui
suatu proses panjang menuju masyarakat maju. Asumsi tersebut dikuatkan oleh
asumsi mereka yang lain yakni bahwa masyarakat yang dicita-citakan yakni
masyarakat modern, disebut sebagai bentuk tujuan suatu masyarakat yang bernilai
baik dan sempurna. Mereka terkadang mencampuradukkan antara pandangan subjektif
tentang nilai dengan tujuan akhir perubahan sosial yang disebutkan sebagai
kemajuan, kemanusiaan, dan berkebudayaan. Atas dasar itu pulalah bagi penganut
teori evolusi, sebaliknya masyarakat sederhana, atau pandangan mengenai
konservatisme, tradisionalisme adalah masalah. Asumsi itu pulalah yang membuat
penganut teori evolusi tidak memberikan penghargaan maupun rekognisi terhadap
kearifan tradisional.
v Teori
Fungsionalisme
Teori
fungsionalisme muncul sebagai kritik terhadap teori evolusi. Teori ini muncul
pertama pada tahun 1930-an yang dikenal dengan teori struktural-fungsional.
Teori fungsionalisme dikembangkan oleh Robert Merton dan Talcott Parsons.
Meskipun teori mereka tidak secara langsung menyinggung tentang perubahan
sosial dan pembangunan, tapi teori berkaitan secara erat dengan beberapa teori
pembangunan seperti human capital theory
dan teori modernisasi. Teori mereka sebenarnya sangat sederhana, bahwa
masyarakat dipandang sebagai suatu sistem yang terdiri atas bagian yang saling
berkaitan (agama, pendidikan, struktur politik, keluarga, dan sebagainya).
Bagi
penganut teori fungsional, masyarakat berubah, tetapi perubahan dalam satu
bagian masyarakat akan diikuti oleh perubahan bagian yang lain. Perubahan
berjalan dengan teratur dan selalu menuju pada keseimbangan baru. Masyarakat
tidak statis, melainkan dinamis, tetapi secara teratur dan harmoni. Perubahan
terjadi tetapi tidak ditetapkan berapa lama evolusinya. Sebaliknya, konflik
yang terjadi dalam suatu masyarakat dilihat oleh penganut teori fungsionalisme
sebagai tidak berfungsinya integrasi sosial dan equilibrium dan oleh karenanya
harus dihindari. Itulah makanya mereka disebut sebagai paradigm konservatif,
karena mereka berpandangan bahwa masyarakat akan berkembang dalam situasi
harmoni, integrasi, stabil, dan mapan.
Selanjutnya
Parsons secara detail menguraikan visinya tentang masa depan masyarakat yang
disebutkan sebagai masyrakat modern dengan membandingkannya dengan masyarakat
tradisional. Masyarakat modern baginya cenderung memiliki hubungan kenetralan,
tidak mempribadi dan berjarak, tidak emosional dan kecintaan seperti masyarakat
tradisional. Masyarakat modern juga dianggap memiliki hubungan dengan norma
universal dan berorientasi diri sendiri atau individualistic.
v Teori
Modernisasi
Teori
modernisasi lahir di tahun 1950-an di Amerika Serikat, dan merupakan respon
kaum intelektual terhadap Perang Dunia yang bagi penganut teori evolusi
dianggap sebagai jalan optimis menuju perubahan. Modernisasi menjadi penemuan
teori yang terpenting dari perjalanan kapitalisme yang panjang di bawah
kepemimpinan Amerika Serikat. Teori itu lahir dalam suasana ketika dunia memasuki
perang dingin antara Negara-negara Komunis di bawah pimpinan Negara Sosialis
Sovyet Rusia. Perang dingin merupakan bentuk peperangan ideology dan teori
antara kapitalisme dan sosialisme. Sementara itu gerakan sosialisme Rusia mulai
mengembangkan pengaruhnya tidak saja di Eropa Timur, melainkan juga di
Negara-negara yang baru merdeka. Dengan demikian dalam konteks perang dingin
tersebut teori modernisasi terlibat dalam peperangan ideology.
Bangkitnya
Negara-negara yang baru merdeka di Asia dan Afrika yang tadinya merupakan
jajahan Negara-negara Eropa dan Amerika menjadi ancaman baru karena banyak
diantara mereka tertarik dengan sosialisme sebagai cara untuk melakukan
perubahan sosial. Amerika Serikat menyadari akan situasi peperangan ideology
ini, sehingga mereka mendorong para ilmuwan sosial mengembangkan teori untuk
memahami Dunia Ketiga yang baru lahir, juga menemukan resep teoritik dalam
rangka membendung sosialisme untuk mendorongkan kapitalisme. Dalam konteks
sejarah seperti itulah sesungguhnya teori modernisasi dan pembangunan lahir.
Teori
modernisasi dan pembangunan yang pada dasarnya merupakan sebuah gagasan tentang
perubahan sosial dalam perjalanannya telah menjadi sebuah ideology.
Perkembangan ini adalah akibat dari dukungan dana dan politik yang luar biasa
besarnya dari pemerintah dan organisasi manapun perusahaan swassta Amerika
Serikat serta Negara-negara liberal lainnya. Semua itu menjadikan modernisasi
dan pembangunan sebagai suatu gerakan ilmuwan yang antar disiplin ilmu-ilmu
sosial yang memfokuskan kajian terhadap perubahan sosial di Dunia Ketiga sangat
berpengaruh. Akibatnya menjadikan teori modernisasi tidak hanya sekadar
merupakan industry yang sedang tumbuh tetapi telah menjadi sebuah aliran
pemikiran, bahkan telah menjadi sebuah ideology.
Modernisasi
sebagai gerakan sosial sesungguhnya bersifat revolusioner. Selain itu
modernisasi juga berwatak kompleks, sistematik, menjadi gerakan global yang
akan mempengaruhi semua manusia, melalui proses yang bertahap untuk menuju
suatu hegemonisasi dan bersifat progresif.
v Rostow:
Teori Pertumbuhan Ekonomi
Teori
Rostow tentang pertumbuhan pada dasarnya merupakan sebuah versi dari teori
modernisasi dan pembangunan, yakni suatu teori yang meyakini bahwa factor
manusia menjadi fokus utama perhatian mereka. Teori pertumbuhan adalah suatu
bentuk teori modernisasi yang menggunakan metafora pertumbuhan, yakni tumbuh
seperti organisme. Rostow melihat perubahan sosial, yang disebutnya sebagai
pembangunan, sebagai proses evolusi perjalanan dari tradisional ke modern.
Pikiran teori pertumbuhan ini dijelaskan secara rinci oleh Rostow (1960) yang
sangat terkenal yakni the five-stage scheme. Asumsinya adalah bahwa semua
masyarakat termasuk masyarakat Barat pernah mengalami tradisional dan akhirnya
menjadi modern. Sikap manusia tradisional dianggap sebagai masalah. Seperti
pandangan Rostow dan pengikutnya, development akan berjalan secara hampir
otomatis melalui akumulasi modal dengan tekanan bantuan dan hutang luar negeri.
Dia memfokuskan pada perlunya elit wiraswasta yang menjadi motor proses itu.
v Motif
Prestasi dan Pertumbuhan Ekonomi: McClelland
Dalam
bukunya, The Achievement Motive in Economic Growth, McClelland (1984)
memberikan dasar-dasar tentang psikologi dan sikap manusia, kaitannya dengan
bagaimana perubahan sosial terjadi. Menceritakan tentang sejarah manusia sejak
awal selalu ditandai dengan jatuh bangunnya suatu kebudayaan. Dalam hal
perkembangan budaya, McClelland lebih tertarik melihat aspek pertumbuhan
ekonomi ketimbang pertumbuhan semua aspek budaya. Pertanyaan yang ingin
dijawabnya adalah, mengapa beberapa bangsa tumbuh secara pesat di bidang
ekonomi sementara bangsa yang lain tidak?
Alasan
mengapa rakyat Dunia Ketiga terbelakang menurutnya karena rendahnya need for
achievement. Sikap dan budaya manusia yang dianggap sebagai sumber masalah dan
prototype the achieving society yang pada dasarnya adalah ciri-ciri dari watak
dan motivasi masyarakat kapitalis.
Teori
McClelland didasarkan pada studinya yang dilandaskan pada teori psikoanalisis
Freud tentang mimpi. McClelland melakukan studi di Amerika yang memfokuskan
pada studi tentang motivasi dengan mencatat khayalan orang melalui pengumpulan
bentuk cerita dari sebuah gambar. Kesimpulannya bahwa khayalan ada kaitannya
dengan dorongan dan perilaku dalam kehidupan mereka, yang dinamakan the need
for achievement (N’ach) yakni nafsu untuk bekerja secara baik, bekerja tidak
demi pengakuan sosial atau gengsi, tetapi dorongan kerja demi memuaskan batin
dari dalam. Bagi mereka yang mempunyai dorongan N’ach tinggi akan bekerja lebih
keras, belajar lebih cepat, dan sebagainya. Perhatian ditujukan pada orang yang
mempunyai N’ach tinggi dan pengaruhnya dalam masyarakat.
McClelland
tertarik pada analisis Max Weber tentang hubungan antara Protestanisme dan
kapitalisme. Weber berpendapat bahwa ciri wiraswastawan protestan, Calvinisme
tentang takdir mendorong mereka untuk merasionalkan kehidupan yang ditujukan
oleh Tuhan. Mereka memiliki N’ach tinggi. Yang dimaksud Weber dengan semangat
kapitalisme itu adalah dorongan need for achievement yang tinggi. Jadi, N’ach
sesungguhnya penyebab pertumbuhan ekonomi di Barat, yang umumnya lahir dari
keluarga yang dalam pendidikannya menekankan pentingnya kemandirian. McClelland
berpendapat bahwa N’ach selalu berkaitan dengan pertumbuhan ekonomi. Dari studi
itu dia mendapatkan adanya pengaruh dan kaitan antara pertumbuhan ekonomi dan
tinggi rendahnya motive yang lain yakni need for power (N’power) dan need for
achievement (N’ach)
Pandangan
modernisasi dan pembangunan mengikuti McClelland tentang pertumbuhan ekonomi,
menolak factor eksternal seperti struktur dan sistem ekonomi, dan menekankan
factor internal manusia, yakni bahwa yang dikhayalkan menentukan apa yang bakal
terjadi. Teori modernisasi McClelland dan teori pertumbuhan Rostow, ternyata
sangat kuat sekali pengaruhnya bagi program LSM di Indonesia awal tahun
1980-an. Hampir semua LSM besar menjadi pelaksana setia teori-teori tersebut.
Teori meodernisasi bahkan secara tekun dilaksanakan oleh LSM di bawah judul
program pengembangan masyarakat, usaha bersama, pengembangan industry kecil dan
peningkatan kewirauswastaan dan usaha kecil. Dengan kata lain, LSM sangat
berjasa bagi perkembangan kapitalisme di Indonesia dengan meletakkan dan
membangun dasar kewiraswastaan yang dilengkapi dengan perubahan sikap mental
para pengrajin dan pedagang kecil yang menjadi buatan mereka, untuk menjadi
kapitalis kecil sejati pada program community development mereka.
v Teori
Penciptaan Tenaga Kerja
Teori
penyerapan tenaga kerja lahir sebagai reaksi atas kritik terhadap teori
pertumbuhan. Menurut teori ini, dalam kenyataannya penerapan di Negara-negara
Dunia Ketiga telah melahirkan pengangguran. Latar belakang lahirnya pendekatan
penciptaan tenaga kerja sebagai revisi atas teori pembangunan pertumbuhan ini adalah
hasil dari misi kunjungan dan studi badan PBB International Labour Organization
ke beberapa Negara seperti Kolombia, Kenya dan Sri Lanka, yang ternyata
penerapan teori pembangunan pertumbuhan di Negara-negara tersebut selain
mencapai pertumbuhan, juga pada saat yang sama naiknya angka pengangguran.
Studi ini membuktikan bahwa pertumbuhan tidak serta-merta menyelesaikan masalah
pengangguran. Oleh karena itu, disarankan agar kebijakan pertumbuhan haruslah
dioerientasikan pada penyerapan tenaga kerja.
v Chenery:
Redireksi Investasi
Chenery
adalah penganut teori modernisasi dan pembangunan pada Bank Dunia. Pendeketan
mereka yang dikenal dengan Redirecting Investment yang dimunculkan oleh Chenery
dan teman-temannya di Bank Dunia. Gagasan mereka muncul sebagai respon atas
kritik semakin luasnya jurang antara orang miskin dan kaya pada proses
pembangunan pertumbuhan sebagai akibat langsung yang ditimbulkan oleh teori
modernisasi dan pembangunan. Sebagai jawaban, mereka melakukan revisi yang
tidak mendasar yakni dengan memberikan tekanan pada peranan penting dari
pembentukkan modal. Mereka berpendapat bahwa orang miskin harus memiliki modal
yang besar untuk menaikkan penghasilan sehingga mencukupi kebutuhan dasar
mereka. Mereka menyarankan perlunya dilakukan reorientasi terhadap formasi dan
arus modal dari usaha yang ditujukan pada skala besar, proyek terpusat, menjadi
investasi yang berhubungan langsung dengan orang miskin: pendidikan, kesehatan,
kredit dan seterusnya.
v Teori
Pemenuhan Kebutuhan Dasar (Basic Needs)
Mungkin
orang pertama yang mengemukakan basic needs adalah Mahbub ul Haq dari Bank
Dunia. Ul Haq menamakan strategi ini sebagai serangan langsung terhadap
kemiskinan. Paul streeten dari Bank Dunia juga mendukung strategi basic needs.
Dia mendukung bahwa pendekatan basic needs dilihat sebagai prinsip untuk
mengorganisasi pemikiran dan usaha pembangunan. Tujuan atau target harus
mencapai kebutuhan dasar bagi semua rakyat di manapun. Kebutuhan ini termasuk
makanan, air, pakaian, tempat, kesehatan, pendidikan dan partisipasi dalam
pengambila keputusan.
v Pengembangan
SDM (Human Resources Development)
Tiga
pendekatan selanjutnya berdasar asumsi redistribusi aset sebagai suatu
prakondisi. Irma Adelman berpendapat bahwa revolusi bukanlah pilihan
Negara-negara miskin, dan studinya menunjukkan bahwa dalam arti absolut,
lapisan bawah 40-60% penduduk di Negara-negara ini menjadi semakin buruk. Dia
mengajukan jalan human resources development untuk mencapai pertumbuhan dengan
pemerataan.
Suatu
prakondisi untuk sukses adalah redistribusi aset produktif, seperti tanah dan
modal fisik seperti pernah dijalankan di Jepang, Taiwan, dan Korea. Persyaratan
juga harus dibuat untuk menjamin berlangsungnya akses aset bagi orang miskin
setelah distribusi dilaksanakan. Bersamaan dengan penciptaan sumber daya
manusia itu, langkah selanjutnya adalah industrialisasi sumber daya secara
intensif dan strategi pertumbuhan. Negara kecil akan memproduksi barang untuk
pasar internasional, sementara itu, Negara yang lebih besar akan menghasilkan tenaga
kerja dan barang-barang skill-intensive untuk keperluan pasar domestic. Tenaga
kerja akan diserap oleh industrialisasi yang akan memberikan penghasilan yang
akan membawa pada demand untuk barang-barang yang diproduksi serta akan
menjamin distribusi hasil secara luas.
v Pembangunan
Pengutamaan Pertanian (Agricultural First Development)
Agricultural
first development adalah salah satu model pembangunan kapitalisme yang lebih
dikenal sebagai model pendekatan yang dikembangkan oleh John Meller tentang pertumbuhan
dan pemerataan , yang sesungguhnya mendukung gagasan Adelman tentang perlunya
land-reform sebelum pertumbuhan yang adil dapat dicapai. Pertama dia harus
mencuplai, dengan harga stabil. Masyarakat berpenghasilan rendah di Negara
berkembang menghabiskan penghasilan mereka untuk barangg pertanian. Jika
penghasilannya naik, mereka akan membeli lebih banyak makanan, dan jika hasil
pertanian tidak naik, mereka akan menaikkan harga produk pertanian. Upah harus
naik dan naiknya upah akan menghambat orang lain untuk mendapat pekerjaan atau
terbukanya lowongan kerja. Dengan demikian, meningkatkan hasil pertanian adalah
pilihan esensial dalam pendekatan ini. Peran kedua pertanian adalah untuk
mensuplai tenaga kerja, agaknya suliit jika harga hasil pertanian stabil dan
rendah. Mellor menyarankan dalam rangka mencapai keadaan ini harus dilakukan
perubahan teknologi dalam pertanian, melalui riset biologi: bibit baru,
pestisida, pupuk baru, irigasi dan lain sebagainya. Naiknya input pertanian
tidak akan menaikkan penyerapan tenaga kerja, melainkan menaikkan pembelanjaan
petani.
v Pembangunan
Desa Terpadu (Integrated Rural Deveploment)
Dari
kajian ratusan usaha pembangunan pedesaan, waterson menemukan 6 elemen penting
untuk keberhasilan setelah tanah didistribusikan, yakni: produksi padat-karya,
yang sepertinya cara yang selalu dipakai oleh petani kecil, penggunaan surplus
tenaga kerja di luar musim pertanian untuk membangun infrastruktur
kecil-kecilan; penggunaan tenaga kerja untuk industry hasil pertanian ringan, ;
memproduksi barang-barang intermediate untuk hasil pertanian; dan produksi
barang konsumsi ringan bersumber dari bahan mentah lokal; berdikari dan
mandiri; diselenggarakan oleh organisasi pemerintah yang memiliki kekuatan di
luar departemen yang biasanya menjalankan program itu, dan akhirnya regional
planning dengan hierarki pusat pembangunan yang menjembatani gap antara
desa-desa dan ibu kota.
v Tata
Ekonomi Dunia Baru (The New International Economic Order)
Segenap
strategi teori pembangunan di atas memusatkan perhatian pada usaha di dalam
negeri Dunia Ketiga sendiri. Melihat tingkat keterbukaan masing-masing Negara,
usaha itu tidak bisa dikonsepkan dari situasi international. Sejumlah analisis,
seperti Mahbub ul Haq, menyarankan arena international harus harus menjadi
pilihan sebelum semua strategi di atas kan berhasil karena sumber-sumber yang
dibutuhkannya bergantung pada arena internasional. Beberapa elemen saran Mahbub
ul Haq adalah redistribusi kredit internasional sehingga Negara berkembang
mendapatkan sumber modal; berikan fasilitas Negara berkembang dalam hal
prosesing, transportasi, dan kemudahan eksport, sehingga mereka akan
menddapatkan nilai tambah lebih besar; perbessar jumlah bantuan luar negeri,
tetapi buatlah cara otomatis melalui pajak internasional sehingga secara mudah
kredit didapatkan; dan akhirnya lakukan restrukturisasi lembaga internasional
yang memberikan kesempatan berbicara kepada Negara berkembang.
v Kritik
terhadap Teori Modernisasi dan Pertumbuhan
Selain
keberhasilan menaikkan pertumbuhan GNP, semua strategi pembangunan ekonomi
setelah Perang Dunia selalu dikritik karena ternyata semua pendekatan
pembangunan dalam kennyataannya telah gagal memenuhi janji mereka
mensejahterakan rakyat di Dunia Ketiga. Yang terjadi sebaliknya, pembangunan
telah membawa dampak negative, diantaranya, pembangunan telah melanggengkan
pengangguran, menumbuhkan ketidakmerataan, dan menaikkan kemiskinan abslut, dan
lan sebagainya. Satu tema dari kritik ini, manfaat dari pembangunan setelah
perang tidak mampu menjangkau orang miskin di dunia, dan hal itu dianggap tidak
adil karena orang miskin yang menghadapi masalah hidup-mati itu justru tak
terjangkau. Sebagai respon, telah muncul strategi alternative dalam mencapai
pembangunan ekonomi di Dunia Ketiga,
yang dinamakan “pertumbuhan dan pemerataan”.
Seluruh
pendekatan “pertumbuhan dan equity” mempunyai aspek umum, yakni semuanya
berkembang dari kepercayaan bahwa model pembangunan tradisional yang
mempercayakan pada pertumbuhan GNP tidak akan memberi keuntungan kepada kaum
miskin di Negara berkembang, dan juga tidak memberi keuntungan segera kepada
mereka. mereka berpendapat bahwa salah satu hambatan pendekatan yang telah
lewat adalah terlalu sempitnya fokus mereka pada factor ekonomi
sederhana—tanah, buruh dan model—dan mengabaikan factor politik, sosial dan
budaya. Sekarang kita tinjau masing-masing Pendekatan pertumbuhan dan
pemerataan mendapat pelbagai kritik, baik dari yang mempertahankan pendekatan
model tradisional, maupun dari penganut pendekatan revolusioner. Kritik-kritik
tersebut adalah sebagai berikut:
Pertama,
kritik dari dalam atau kritik tradisional. Ada tiga komponen utama yang
memepertahankan pendekatan tradisional. Pertama mereka yang menentang karena
menganggap data yang nenyeran model tradisional kurang valid. Datanya tidak
memadai dan karenanya kesimpulan tidak bisa dicapai. Tidak ada satu data pun
yang dapat dipercaya yang menunjukkan secara absolut semakin memburuknya
kehidupan orang miskin. Komponen kedua adalah penganut pendekatan tradisional yang
berpendapat bahwa mencoba membangun pedesaan dan menahan agar orang desa tetap
hidup di desa adalah suatu tindakan reaksioner. Sejarah membuktikan kepada kita
bahwa sumber dinamika dan harapan bagi orang miskin untuk meningkatkan taraf
hidup adalah urbanisasi dan industrialisasi. Ketiga dan yang terpenting adalah
bahwa pendekatan pembangunan tradisional toh jalan, tetapi hanya karena terlalu
cepat diadili. Masalah pembangunan di Eropa Barat dulu identic dengan masalah
yang diadapi Brazil yang dikritik saat ini--- tingginya pengangguran, karena
memang tidak banyak orang terserap akibat mekanisme dan memburuknya distribusi
pendapatan yang bersifat sementara. Akan tetapi, dalam jangka panjang,
internalisasi akan membawa keuntungan bagi seluruh rakyat melalui kerja dan
naiknya penghasilan.
Apakah
jawaban masalah kemiskinan dan pengangguran bagi kaum tradisionalis ini?
Jawabannya adalah percepat lagi pertumbuhan GNP, datangkan multinasional dan
agribisnis, perbanyak komponen ekspor, dan yang penting dapatkan harga yang
tepat. Termasuk di dalamnya adalah tekan upah buruh, naikkan biaya modal,
serahkan nilai tukar kepada pasar, naikkan harga pertanian.
v Kritik
Teori Pertumbuhan dari Kaum Revolusioner
Kaum
kiri radikal umumnya meragukan bahwa rakyat miskin negara Dunia Ketiga akan
mendapatkan manfaat dari tata ekonomi dunia baru yang dikenal dengan The New
International Economic Order. Oleh karena itu, bagi kaum kiri revolusioner,
sementara NIEO diperlukan, tetapi itu saja tidak cukup, sebagian besar dari
masalah ada di dalam struktur Negara itu sendiri. Semua usaha integrasi sistem
ekonomi tidak akan berpengaruh pada perubahan nasib golongan miskin. Ada saja
golongan yang secara structural justru diuntungkan oleh sistem tersebut.
Bagi
golongan kiri radikal, para teoretisi pertumbuhan dan pemerataan berpendapat
bahwa pemerintah Negara-negara miskin ingin membangun, tetapi mengabaikan
realitas bahwa bagi kaum elite dalam sistem yang ada saat ini, keadaan itu
memang kesukaan mereka, karena adanya kemiskinan itulah yang diinginkan mereka.
Adapun bagi model yang membutuhkan keadilan land reform, nampaknya land reform
agak sulit untuk dijalankan. Golongan elite tahu bahwa lan reform akan
menghancurkan landasan kekuasaan dan posisi yang menguntungkan dan lahirnya
kelas baru di masyarakat, yang akan menjadi kelompok dominan. Meminta kesediaan
mereka untuk land reform sebenarnya seperti meminta mereka untuk melakukan
bunuh diri, kecuali kalau terpaksa dibunuh.
Pembangunan
dengan berdasarkan teknologi padat karya akan jadi sasaran makian bagi Negara
miskin karena akan menghabiskan sumber alamnya. Pembangunan harus berdasarkan
teknologi mutakhir seperti kimia dan elektronik. Lalu bagaimanakan jawabannya
menurut golongan kiri? Jawabannya adalah revolusi sosial, dan revolusi sosial tidak
bisa dicapai melalui sarana parlemen. Revolusi hanya terjadi jika massa rakyat
miskin menjadi sadar akan situasi mereka, gulingkan pemerintahan, dan ambil
alih kekuasaan sendiri. Cara terbaik menjalankan land reform menurut mereka
adalah dengan mempersenjatai petani, dan mereka yang harus melakukan aksi
sendiri. Aksi itu tidak bisa dilakukan oleh tentara mewakili mereka, atau oleh
para komunis, atau dari orang manapun. Rakyat harys menyadari bahwa jumlah
mereka banyak, dan kaum elite itu sedikit.
Sistem
hanya dapat dipertahankan jika massa digerakkan. Kaum elite tidak bisa
mendominasi dan mengeksploitasi orang yang sadar. Maka, tugas pembangunan,
menurut golongan kiri, tidaklah mengajarkan hebatnya pertumbuhan dan pemerataan
kepada penguasa. Tugasnya, jika pembangunan adalah tujuannya, adalah
memobilisasi rakyat di Negara miskin dan kaum progresif Amerika Serikat,
sehingga pemerintah Amerika tidak lagi mensupport rezim represif dan rezim
reaksioner melawan usaha rakyat untuk memperoleh liberasasi.
Banyak
yang berpendapat bahwa pertumbuhan yang disertai kemiskinan massa dan
ketimpangan yang ekstrem saat ini adalah sama seperti tahap awal kapitalisme,
itulah industrialisasi dan pembangunan. Kapitalisme telah membawa Dunia Ketiga
pada situasi penjajahan kolonialisme, atau fungsi yang serupa. Oleh karena itu,
tidaklah bisa diharapkan dari kapitalisme Dunia Ketiga untuk memecahkan
kemiskinan dengan pendekatan basic needs. Penerapannya butuh perubahan
structural, yakni secara mendasar mengubah distribusi kekayaan, pendapatan dan
kekuataan ekonomi—membutuhkan kekuasaan untuk mengubah, yakni kaum buruh,
kelompok miskin kota, dan petani.
v Krisis
Pembangunan Kapitalisme
Pertama,
krisis finansial yang disebabkan oleh kebijakan makro ekonomi yang
diterapkan.kedua adalah yang disebut sebagai Financial panic, suatu argument
yang mulanya dikemukakan oleh Dybvig Diamond (1983), yaitu model kepanikan
nasabah bank yang mengakibatkan ketidakseimbangandalam pasar uang, dan banyak
kreditor yang tiba-tiba menarik uang mereka dari peminjam. Ketiga, krisis
terjadi ketika para speculator banyak membeli asset financial di atas harga
dalam rangka mencari keuntungan. Keempat, suatu krisis terjadi karena suatu
alasan ketidakjujuran, yakni ketika bank-bank dapat meminjam dana Negara hanya
berdasarkan garansi liabilitas bank public secara implisit ataupun eksplisit.
Terakhir adalah, kekacauan terjadi ketika peminjam yang tidak lancer
memprovokasi kreditor untuk berlomba dan memaksa likuiditas. Itu semua akan
menyebabkan krisis finansial.
BAB IV
PARADIGMA DAN TEORI KRITIK PERUBAHAN SOSIAL
Bagian
4 ini membahas tentang berbagai teori kritik dan reaksi terhadap paradigma dan
teori perubahan sosial yang berakar pada ideology mainstream kapitalisme, yaitu
paradigm dan teori modernisasi dan pertumbuhan. Focus dari bagian ini diarahkan
pada pembahasan berbagai teori kritik dan kritik terhadap teori pembangunan
pertumbuhan dan pemerataan. Beberapa referensi yang digunakan dalam membahas
bagian ini diambil dari sumber aslinya, misalnya buku Karl Marx “The Capital”
dan buku dari Heilbroner “Marx: for and Against”.
Teori Ilmu Sosial Kritik
Teori-teori
kritik pada dasarnya adalah semua teori sosial yang mempunyai maksud yang
sangat berpengaruh terhadap teori perubahan sosial aliran kritik. Pandangan teori
krtitis pada dasarnya untuk membenahi pandangan umum yang berlaku, bahwa tugas
teori dalam ilmu sosial bukan hanya semata menyediakan penjelasan atau
menggambarkan bagaimana realitas sosial yang ada, lebih dari itu tugas teori
dalam ilmu sosial adalah memberikan rekomendasi bagaimana seharusnya suatu
masyarakat berbuat. Karena menurut teori kritik, cita-cita yang diidam-idamkan
oleh masyarakat mustahil dapat dicapai tanpa adanya aksi nyata untuk melakukan
suatu perubahan.
Teori
kritik telah memberikan banyak pengaruh dalam proses perubahan sosial di
masyarakat. salah satu yang paling dirasakan pengaruhnya adalah adanya
pendekatan yang meletakan masyarakat sebagai subjek perubahan sosial. Atas
dasar inilah lahir suatu konsep “partisipatori” dalam berbagai aspek yang
meletakkan masyarakat atau rakyat sebagai subjek perubahan. Misalnya dalam
proyek pengembangan masyarakat model partisipatif serta participatory training. Dalam model ini peserta pendidikan
diletakkan sebagai subjek pendidikan, mereka terlibat dalam perencanaan
kurikulum pendidikan, dan mereka juga yang menetapkan tujuan pendidikan,
melaksanakannya, melakukan evaluasi terhadap program pendidikan, serta mereka
pula lah yang akan menikmati hasilnya. Konsep partisipatori berpijak pada
asumsi bahwa pada dasarnya setiap manusia mempunyai kemampuan atau potensi
untuk menciptakan pengetahuan dan perubahan. Suatu riset dengan menggunakan
partisipatori dianggap sebagai langkah untuk pemberdayaan karena karakternya
yang memungkinkan untuk memberdayakan rakyat sebagai subjek perubahan,
pembangun pengetahuan dan pemecah masalah mereka.
Teori Marxisme tentang Perubahan Sosial
Marxisme
pada dasarnya tidak hanya teori kritik terhadap kapitalisme, tetapi juga teori
tentang perubahan sosial. Dalam semangat membela keadilan bagi masyarakat yang
dilakukan oleh Karl Marx pada hakikatnya tersembunyi teori perubahan sosial
secara revolusi menuju tatanan masyarakat baru tanpa eksploitasi.
Teori Perubahan Sosial Marxisme Post Strukturalis
Analisis
yang dilakukan Marx hanya memfokuskan perubahan sosial dalam struktur relasi
ekonomi. Dalam perubahan sosial itu, factor seperti kebudayaan, ideology,
pendidikan serta gender tidak diperhitungkan. Analisis yang dilakukan Marx ini
sudah banyak direvisi. Salah satu revisinya adalah analisis dialektika
antireduksionis dan antiesensialis yang dipelopori oleh Althusser. Menurut
penganut ini, sistem kapitalisme melibatkan banyak aspek seperti: pengetahuan
dan teknologi pertanian; kebijaksanaanpolitik pemerintah; penanaman modal dan
capital multinasional, serta proses eksploitasi kelas.
Eksploitasi Ekonomi dan Ketergantungan
Resnick
dan Wolf (1987) mendefinisikan kelas sebagai proses dalam masyarakat dimana ada
satu pihak yang bekerja dan menghasilkan nilai lebih (buruh) dan di pihak lain ada
anggota masyarakat yang tidak bekerja (majikan) sebagai kelas utama tetapi
mengambil nilai lebih dan mendistribusikan nilai tersebut ke kelas menengah
perantara atau subsumed class. Antara
kelas utama dan kelas menengah perantara memiliki ketergantungan. Misalnya di
dalam perusahaan, posisi kelas menengah perantara ditempati oleh distributor.
Penghasilan yang diterima oleh distributor tergantung dari nilai lebih hasil
pekerja yang dikeluarkan oleh kelas utama. Disisi lain proses kelas utama
sangat tergantung pada bagimana kelas menengah perantara (distributor)
memasarkan produknya. Tiap-tiap kelas menengah perantara saling bersaing untuk
mendapatkan lebih banyak nilai lebih yang dihasilkan oleh kelas utama. Dari
uraian diatas dapat disimpulkan bahwa sistem ekonomi yang digunakan mengandung
ketidakadilan, karena ada kelompok masyarakat yang memproduksi nilai lebih yang
diambil oleh mereka yang tidak bekerja. Masyarakat yang memproduksi nilai lebih
ini tidak diberikan kesempatan untuk dapat memperjuangkan nasibnya.
Disisi
lain, pihak kelas utama (pemilik modal) tidak lagi berdiri sendiri. Mereka
membutuhkan pihak lain untuk mendapatkan pinjaman modal, biasanya dari bank.
Untuk mendapatkan pinjaman, pemerintah memiliki peran untuk memberikan
rekomendasi. Dengan demikian, hasil eksploitasi dari buruh tidak semata
dimiliki oleh pemilik modal, melainkan harus didistribusikan kepada kelas
menengah dalam bentuk bunga bank dan pajak. Pajak kemudian didistribusikan
untuk banyak hal seperti proses legislasi, keamanan, pendidikan, bahkan
kegiatan kesenian dan kebudayaan. Atas dasar itulah perubahan sosial tidak bisa
difokuskan pada gerakan buruh semata, karena melibatkan banyak pihak di
dalamnya.
Teori Perubahan Sosial dan Pembangunan Sosialisme
Perkembangan
teori perubahan sosial sosialisme sebenarnya dipengaruhi oleh pengalaman
perubahan sosial model sosialisme yang dilakukan oleh negara yang menyatakan
diri sebagai negara sosialis. Sehingga dalam mendefinisikan apa itu perubahan
sosial sosialisme tidaklah mudah, karena beragamnya pengalaman dan eksperimen
di tiap-tiap negara. Jadi, masalah pertama yang muncul jika hendak mengkaji
sistem perubahan sosial sosialisme adalah negara mana yang disebut sebagai
negara sosialis itu. Kesulitan untuk mendefinisikan dan memberikan batasan apa
suatu sistem disebutkan sebagai sistem sosialis atau bukan, maka studi tentang
pembangunan sosialis juga akan menghasilkan banyak kemungkinan. Dalam hal ini
negara sosialis yang dijadikan contoh adalah Uni Soviet dan China.
Kinerja Sosialisme
Untuk
dapat mengetahui bagaimana kinerja sosialisme dalam negara sosialis, maka dapat
diajukan beberapa pertanyaan: (1) bagaimana rezim sosialis itu mengambil
kekuasaan; (2) prasyarat yang diperlukan untuk menuju ke sosialisme; (3)
strategi pembangunan; (4) struktur organisasi yang dipilih; serta (5) etatisme
versus sosialisme.
Dalam
hal pengambilalihan kekuasaan, hampir semua penguasa negara sosialis mendapat
kekuasaan melalui revolusi dan perang saudara. Pertanyaan kedua, bagaimana
prakondisi menjadi sosialisme, baik Soviet dan China mempunyai cara yang
berbeda dalam transisi menuju sosialisme, meskipun langkah awal yang mereka
tempuh sama yakni membatasi peran ekonomi modal asing. Pertanyaan kedua
mengenai strategi pembangunan. Di Soviet, pembangunan lebih diarahkan kepada
perdagangan dan industrialisasi. Sementara di China pada awalnya mengikuti
langkah Soviet dalam pembangunan industri. Tetapi setelah lima tahun
dilaksanakan, mereka merubah strategi dan mengambil jalan baru yaitu
pembangunan di sektor pertanian dan industri ringan. Hal ini dikarenakan 85%
penduduk China berada di pedesaan dan dalam kondisi yang sangat miskin.
Pertanyaan keempat tentang struktur organisasi. Soviet lebih bergerak ke
hierarki industry secara langsung alam bentuk pabrik dan modelnya sama seperti
model organisasi industri kapitalis. Sementara di China, organisasi
dikembangkan berdasarkan kelompok pekerja kecil. Pertanyaan terakhir adalah
tentang etatisme versus sosialisme, pertanyaan ini lebih bersifat politik.
Setelah berhasil mengambilalih kekuasaan, apa bentuk politik yang diterapkan
oleh rezim negara-negara sosialis. Di Soviet, negara dikontrol oleh kaum elit,
pencapaian posisi seseorang dalam negara tergantung pada teknik birokrasi dan
hubungan famili. Sementara di China setiap individu atau kelompok dimungkinkan
terjadinya kebebasan dalam berpolitik. Meskipun begitu, di China ada tendensi
pengkultusan individu terhadap Mao dan pemaksaan perilaku untuk menyetujui
semua pemikiran Mao.
Mazhab
Dependensia Amerika Latin
Terbentuknya
teori dependensia dilatarbelakangi oleh situasi kemacetan ekonomi negara-negara
Amerika Latin serta keragu-raguan mereka terhadap teori pembangunan. Penganut
teori dependensia yang teorinya dianggap paling radika adalah ekonom Brazil,
Celco Furtado. Menurutnya, negara berkembang harus mengambil sikap berdikari,
seperti diuraikan dalam bukunya Economic
Development of Latin America (1969). Pemerintah perlu berjuang untuk
merestrukturisasi seluruh ekonomi dan teknologi modern harus disebarluaskan ke
seluruh lapisan. Hal itulah yang akan menjamin pemerataan distribusi pendapatan
dan akhirnya akan mengakhiri proses marginalisasi rakyat. Andre Gundre Frank
yang berhasil menyebarluaskan teori dependensia di kalangan akademisi
negara-negara menekankan bahwa keterbelakangan suatu bangsa di suatu negara
hanya dapat dipahami jika hal itu dilihat sebagai akibat dari posisi negara
tersebut dari sistem yang lebih luas. Dari hasil analisisnya juga, Frank
mengemukakan bahwa kondisi eksternal suatu negara menentukan kondisi internal
negara tersebut.
Beberapa
tokoh lain seperti Fernando Cordoso, Theotonio Dos Santos, dan Enzo Faletto
juga ikut mengemukakan suaranya tentang mazhab dependensi. Sejumlah tokoh
mazhab ini menggunakan pendekatan ekonomi dalam menganalisis dependensi. Hal
ini karena latar belakang disiplin ilmu mereka. Namun ada juga tokoh yang
berubah haluan. Furtado yang tadinya menggunakan pendekatan ekonomi kemudian
berubah menjadi sosio politik.
Dalam
konsep dependensi ini terdapat dua hal yang perlu diperhatikan: negara inti dan
negara periferi. Negara inti adalah negara yang telah maju, sementara negara
periferi adalah negara berkembang yang miskin dan terbelakang karena dalam
sejarahnya mereka terlalu lama dijajah oleh negara inti yang hanya mengambil keuntungan
saja tanpa memberikan imbalan kepada negara periferi. Negara periferi menjadi
terbelakang karena hubungannya dengan negara inti. Untuk mengakhiri itu, negara
periferi perlu untuk memutus hubungan dengan negara inti, dan mulai
melaksanakan pembangunan secara berdikari.
Teori Sistem Ekonomi Kapitalis Dunia
Teori
sistem ekonomi kapitalis dunia yang lahir pada pertengahan tahun 1970-an
merupakan reaksi atas perdebatan antara penganut teori modernisasi dan teori
dependensi. Teori ini dikemukakan oleh Imanuel Wallerstain dan pengikutnya yang
merasa perlu merumuskan teori dan prespektif alternative perubahan sosial yang
disebut sebagai sistem ekonomi kepitalis dunia (The World Capitalist-Economy School). Yang menjadi alasan munculnya
teori ini adalah bahwa fenomena ekonomi kapitalis dunia tidak dapat dijelaskan
baik oleh teori modernisasi atau teori dependensi. Misalnya, pertumbuhan
ekonomi yang dialami oleh Jepang yang dimana saat itu Jepang mulai terlepas
dari negara inti dengan memberikan perlawanan ekonomi.
Wallerstain
juga mengajukan kritik terhadap teori dependensi. Menurutnya diperlukan satu
bagian yang memiliki posisi tawar antara negara inti dengan negara pinggiran.
Oleh karena itu ia mengajukan tiga model negara yaitu negara inti, negara semu
pinggiran, dan negara pinggiran. Kategori semi pinggiran diajukan mengingat
diperlukannya model tengah bagi negara-negara pinggiran untuk menghindari
krisis.
Perubahan Tata Ekonomi Dunia Kapitalis
Menurut
Wallerstain perubahan sosial pada dasarnya terletak pada bagaimana negara
pinggiran melaksanakan strategi pembangunan dengan memanfaatkan sumber daya
yang tersedia. Perjuangan dari negara pinggiran menjadi negara semi pinggiran
tersebut bagi Wallerstain adalah hakikat dari perubahan sosial. Strategi yang
dapat digunakan misalnya menyediakan segala bentuk kemudahan dan daya tarik
untuk mengundang minat perusahaan multinasional untuk melakukan investasi di
negaranya. Perubahan juga terjadi pada negara semi pinggiran ke negara inti.
Strategi yang dapat digunakan misalnya menaikkan kuota dan tarif pada barang
impor, menekan upah buruh, dan menaikan daya beli riil masyarakat.
Tata Ekonomi Dunia Masa Depan
Wallerstain
memiliki cita-cita suatu tata ekonomi dunia yang berkeadilan ekonomi dan
politik, atau dunia yang demokratis dan egaliter. Untuk mencapai hal itu,
dibutuhkan suatu gerakan sosial dari yang berskala nasional menuju gerakan
sosial yang berskala global. Asumsi ini berangkat dari analisisnya bahwa untuk
mengembangkan suatu dunia yang adil dan demokratis tidak mungkin hanya dengan
melakukan pembangunan dan pertumbuhan nasional yang dilakukan oleh
masing-masing negara. Model pembangunan nasional mustahil akan melahirkan tata
ekonomi dunia yang adil karena setiap negara memiliki tujuannya masing-masing.
Menurutnya perjuangan skala nasional harus ditinggalkan dan mulai menggalang
gerakan yang berskala global.
BUKU IV
Judul Buku : Perubahan Sosial dan Pembangunan Indonesia
Penulis : Suwarsono
Penerbit : LP3ES
Tahun : 1991
Bagian Resume : Bab 1 dan 2
BAB 1 PENDAHULUAN
Teori merupakan
alat bantu utama dalam melakukan penelitian, namun biasanya ketika ilmuwan telah memilih perspektif, mereka cenderung
mengembangkan pola pikir tertentu, dan berpendapat bahwa teori tersebut adalah
teori yang terbaik. Melalui berbagai pendekatan, secara bersungguh-sungguh
telah mengakomodasi kritik untuk memperbaharui penjelasan teoritisnya. Dari
Perspektif ini, teori bukan sesuatu yang statis, melainkan harus saling
memberikan kritik yang pada akhirnya mengakibatkan kemungkinan terwujudnya
transformasi teoretis. Dinamika seperti ini dapat disimak dalam teori
pembangunan ekonomi dan politik.
Perubahan sosial dan Pembangunan
1950 Teori
modernisasi merupakan paradigma utama, Pada akhir tahun 1960an, aliran ini
mendapat tantangan dari paradigma yang lebih radikal, yakni teori
ketergantungan dan keterbelakangan (teori depedensi). Pada tahun 1970an paradigma baru yaitu teori
sistem ekonomi dunia muncul ke permukaan untuk menguji isu-isu pembangunan.
Buku ini mencoba menguji tentang apa yang menjadi latarbelakang lahirnya ketiga
pemikiran tersebut, pada sisi apa paradigma tersebut berbeda satu samalain, apa
saja penelitian-penelitian “klasik” yang menyebabkan ketiga aliran pemikiran ini dikenal, kritik
apa yang telah dilontarkan ilmuan sosial terhadap tiga perspektif ini. Dalam
menjelaskan ketiga perspektif tersebut, buku ini menggunakan metode yang
longgar, menyampaikan kelebihan masing-masing teori dan menyembunyikan
masing-masing kelemahannya, dan hanya pada bagian kritik kelemahannya akan
dimunculkan, fokus utama buku ini adalah pada teori dan bukan pada penyampaian
atau perumusan teori.
BAB II
Teori Modernisasi Klasik
Sejarah Lahirnya
Merupakan produk sejarah Perang
dunia II, Munculnya AS sebagai kekuatan dominan dunia. AS sebagai pemimpin
dunia sejak pelaksanaan Marshall Plann yang diperluka untuk membangun kembali
Eropa Barat akibat Perang dunia II. Lalu, dengan merebaknya komunis sedunia
secara tidak langsung mendorong AS untuk memperluas pengaruh politiknya pada
belahan dunia lain, sebagai salah satu upaya pembendungan penyebaran ideologi
komunis. Lahirnya negara-negara baru di Asia dan Afrika dan Amerika latin
mencari model pembangunan yang hendak digunakan sebagai contoh dalam membangun
ekonominya dan untuk mencapai kemerdekaan politiknya. Kebijakan AS yang
mendorong Ilmuwan sosialnya untuk mempelajari permasaahan dunia ketiga,
upayanya dilakukan agar negara tersebut tidak jatuh ke pangkuan uni soviet.
Setelah perang dunia II teori moderniasi sebagai “industri yang tumbuh segar” pada
tahun 1950 sampai pertengahan 1960-an, teori ini dipandang sebagai suatu aliran
tersendiri.
Warisan Pemikiran
Perspektif ini banyak menerima
warisan pemikiran dari teori evolusi dan teori fungsionalisme, yang terbukti
dapat membantu menjelaskan proses masa peralihan dari masyarakat tradisional ke
masyarakat modern negara-negara Eropa Barat, selain juga mampu menjelaskan
arahan yang perlu ditempuh negara Dunia Ketiga dalam proses modernisasinya.
Teori Evolusi
Lahir pada abad 19 sesaat setelah
Revolusi industri dan Revolusi perancis yang merupakan dua revolusi yang tidak
sekedar menghancurkan tatanan lama, tetapi juga membentuk acuan dasar baru.
Revolusi Industri menciptakan dasar-dasar ekspansi ekonomi. Revolusi Perancis
melakukan kaidah-kaidah pembangunan politik yang berdasarkan keadilan,
kebebasan dan demokrasi. Pertama, Teori evolusi menganggap bahwa perubahan
sosial merupakan gerakan searah seperti garis lurus, masyarakat berkembang dari
masyarakat primitif menjadi masyarakat maju. Kedua, Teori evolusi membaur
antara pandangan subjektifnya tentang nilai dan tujuan akhir perubahan sosial.
Perubahan menuju bentuk masyarakat modern merupakan sesuatu yang tidak dapat
dihindari. Perubahan sosial berjalan secara perlahan dan bertahap.
Teori Fungsionalisme
Masyarakat tak ubahnya seperti organ
tubuh manusia, dan oleh karena itu masyarakat manusia dapat juga dipelajari
seperti mempelajari tubuh manusia.
Petama,
masyarakat mempunyai lembaga yang saling terikat dan tergantung satu sama lain,
sebagaimana struktur tubuh manusia yang memiliki berbagai bagian yang saling
berhubungan satu sama lain.
Kedua, Setiap
bagian tubuh manusia memiliki fungsi yang jelas dan khas, maka demikian juga
bentuk kelembagaan dalam masyarakat. Fungsi pokok atau tugas utama yang disebut
dengan AGIL (Adaptation to the environment, goal attainment, integration, and
latency). Masyarakat selalu mengalami perubahan dan perubahan tetapi teratur
(keseimbangan dinamis stasioner) teori ini sering dianggap konservatif karena
menganggap masyarakat akan selalu berada pada situasi harmoni, stabil,
seimbang, dan mapan. Lembaga masyarakat akan selalu terkait secara harmonis,
berusaha menghindari konflik dan tidak akan mungkin menghancurkan keberadaannya
sendiri seumpama tidak ada satu tubuh manusia yang sengaja membunuh dirinya
sendiri. Faktor kebakuan dan pegukur (FKP) yang menjadi alat utama untuk
memahami hubungan sosial yang langgeng, berulang dan mewujud dalam sistem
kebudayaan, yang bagi parson merupakan sistem tertinggi dan terpenting. Dengan kaitannya
dengan hal tersebut, ada sesuatu yang disebut dengan hubungan “kecintaan dan
kenetralan” . Masyarakat tradisional cenderung memiliki hubungan “kecintaan”
yakni hubungan yang mempribadi dan emosional. Masyarakat modern memiliki
hubungan kenetralan yaitu hubungan kerja yang tidak langsung, tidak mempribadi
dan berjarak. Hubungan “Kekhususan dan Universal” masyarakat tradisional
cenderung berhubungan dengan anggota masyarakat dari suatu kelompok tertentu,
sedangkan masyarakat modern berhubungan satu sama lain dengan batas norma-norma
universal. Masyarakat tradisional
biasanya memiliki kewajiban-kewajiban kekeluargaan, komunitas dan
kesukuua, sementara masyarakat modern lebih bersifat individualistik.
Smelser: Diferensiasi Struktural
Untuk menjawab berbagai
pertanyaan tentang teori modernasasi Smelser menggunakan konsep diferensiasi
struktural, ini terjadi karena dengan proses modernisasi, ketidakteraturan
struktur masyarakat yang menjalankan berbagai fungsi sekaligus akan dibagai
dalam substruktur untuk menjalankan suatu fungsi yang lebih khusus. Setelah
adanya diferensasi sosial, pelaksanaan fungsi akan dapat dijalankan secara
lebih efisien. Dalam masyarakat modern institusi keluarga telah mengalami
diferensiasi struktural, keluarga memiliki struktur yang lebih sederhana,
berukuran kecil dan hanya terdiri dari keluarga inti. Sekalipun diferensiasi
struktural telah meningkatkan kapasitas fungsional kelembagaan, namun juga
menimbulkan persoalan baru, yakni masalah integrasi yang berupa pengkoordinasian
aktivitas berbagai lembaga baru tersebut. Suatu lembaga baru lagi harus
dibentuk, yang berperan khusus untuk menjembatani dan mengkoordinasikan
kegiatan dan kebutuhan masyarakat yang telah terdiferensiasi. Kendati telah
dibentuk lembaga penghubung, persoalan integrasi tidak akan dapat diselesaikan
secara sempurna. Pertama, karena adanya konflik nilai dan kepentingan dari
berbagai lembaga penghubung lain. Kedua, persoalan integrasi tidak diatasi
secara total, karena adanya permasalahan ketidakseimbangan perkembangan dan
pembangunan kelembagaan masyarakat yang diperlukan. Dengan mengkaitkan akibat
diferensiasi struktural, permasalahan integrasi sosial, dan kemungkinan
timbulnya kerusuhan sosial, Smelser menunjukan bahwa modernisasi tidak harus
merupakan suatu proses yang lancar dan harmonis.
Rostow: Tahapan Pertumbuhan Ekonomi
Ada lima tahap
dalam pembangunan ekonomi, yaitu mulai dari tahap masyarakat tradisional dan
berakhir pada tahap masyarakat dengan konsumsi massa tinggi. Tahap tinggal
landas sebagai salah satu tahap terpenting dalam pembangunan ekonomi. Pertama
negara dunia ketiga ketika berada pada tahapan tradisional mungkin hanya
mengalami sedikit perubahan sosial, atau mengalami kemandegan sama sekali.
Kemudian perlahan-lahan negara tersebut mulai mengalami perubahan. Perubahan
tersebut merupakan prakondisi untuk mencapai tahapan berikutnya, yaitu tahap
lepas landas. Untuk mendorong negara dunia ketiga agar bergerak lebih dari
sekedar mencapai tahap pralepas landas, yaitu bisa berupa revolusi politik dan
sosial yang berusaha mengubah secara radikal struktur masyarakat. Jika suatu
negara hendak mencapai pertumbuhan ekonomi yang otonom dan berkelanjutan, maka
negara tersebut harus memiliki struktur ekonomi tertentu. Yakni negara tersebut
harus mampu melakukan mobilisasi seluruh kemampuan modal dan sumberdaya alamnya
sehingga mampu mencapai tingkat investasi produktif sebesar 10% dari pendapatan
nasionalnya. Investasi prosuktif untuk tahap awal dipioritaskan pada sektor
industri yang paling menguntungkan, dan kemudian akan dengan cepat merembes,
pada sektor lain. Ketika pertumbuhan ekonomi sudah otonom tahap kematanagan
pertumbuhan telah tercapai, tahap ini segera diikuti dengan pesatnya perluasan
kesempatan kerja, meningkatnya pendapatan nasional, peningkatan permintaan
konsumen, dan pembentukan pasar domestik yang tangguh. Pada tahap akhir adalah
tahap “masyarakat dengan konsumsi massa tinggi”. Kesimpulannya adalah
memberikan modal pada negara dunia ketiga adalah cara terbaik untuk membantu
melakukan modernisasi. Namun dalam karya klasik Rostow ini kurang memberikan
perhatian pada akibat samping yang harus dialami Dunia Ketiga, tidak
menjelaskan secara rinci akibat politik dari derap lanjutnya upaya pembangunan
ekonomi yang terkadang, dan dipaksa, untuk melakukan percepatan, dan memberikan
tekanan yang berbeda (timpang) antarsektor dan antardaerah. Dengan kata lain
dapat saja negara dunia ketiga mampu
mencapai tahap tingkat landas tetapi diikuti dengan kerusuhan politik, atau
mencapainya dengan tanpa mengikut sertakan masyarakat.
Coleman: Pembangunan Politik yang berkeadilan
Modernisasi
menurut Coleman menunjukan pada proses diferensiasi struktur politikdan
sekularisasi budaya politik yang mengarah pada etos keadilan, dengan bertujuan
akhir pada penguatan kapasitas sistem politik. Pertama, ia berpendapat bahwa
diferensiasi politik dapat dikatakan sebagai salahsatu kecenderungan dominan
sejarah perkembangan sistem politik modern. Diferensiasi politik akan
menghasilkan semakin tegasnya perbedaan fungsi masing-masing kelembagaan
politik, yang kemudian mengakibatkan semakin kompleksnya struktur politik itu
sendiri, dan pada saat yang sama diferensiasi politik akan membuat terciptanya
situasi saling terkait dan tergantung yang sehat dan berkesinambungan antarlembaga
politik. Kedua, prinsip kesamaan dan keadilan merupakan etos masyarakat modern.
Modernisasi politik tidak lain diartikan sebagai usaha yang sungguh-sungguh
untuk merealisir prinsip keadilan. Ketiga, bahwa usaha pembangunan politik yang
berkeadilan akan membawa akibat pada perkembangan kapasitas sistem politik.
Coleman menghakhiri pembahasan modernisasi politiknya dengan menunjuk pada
pentingnya kesiapan untuk menghadapi dan mengatasi masalah-masalah yang timbul
di saat tibanya “waktu krisis pengembangan sistem politik”, jika negara Dunia
ketiga hendak terus melanjutkan modernitasnya. Modernisasi politik bagi coleman
dapat diukur dengan seberapa jauh kapasitas sistem politik berkembang untuk
mampu menghadapi dan mengatasi krisis-krisis yang diciptakan sendri dalam
proses perkembangannya.
Asumsi Teoretis dan Metodologi
Teori
modernisasi politik terlihat sebagai usaha beragai disiplin untuk menguji
prospek pembangunan negara Dunia Ketiga. Setiap disiplin dengan pendekatannya
yang khusus, memberikan sumbangan yang khas untuk mengidentifikasi
masalah-masalah pokok modernisasi dan mencoba memberikan jalan keluarnya. Satu
perangkat asumsi teori modernisasi berasal dari konsep-konsep dan metafora yang
ditunturkan dari teori evolusi. Menurut teori evolusi, perubahan sosial pada
dasarnya merupakan gerakan searah, liner, progresif dan perlahan-lahan, yang
membawa masyarakat berubah dari tahapan primitif ke tahapan yang lebih maju,
dan membuat berbagai masyarakat mimiliki bentuk dan struktur serupa. Dibangun
dengan premis yang seperti ini, pada teoretis perspektif modernisasi secara
implisit membangun kerangka teori dan tesisnya dengan ciri-ciri pokok sebagai
berikut: Pertama, modernasisi merupakan proses bertahap. Kedua, modernisasi
juga dapat dikatakan sebagai proses homogenisasi. Ketiga, modernisasi terkadang
mewujud dalam bentuk lahirnya, sebagai proses Eropanisasi atau Amerikanisasi,
atau lebih dikenal dengan istilah bahwa modernisasi sama dengan Barat. Keempat,
modernisasi juga dilihat sebagai proses yang tidak bergerak mundur, proses
modernisasi tidak bisa dihentikan ketika ia sudah mulai berjalan. Kelima,
modernisasi merupakan perubahan progresif. Sekalipun akibat samping maupun
korban modernisasi beraneka macam dan terkadang berada diluar batas-batas nilai
kemanusiaan dan moral universal. Terakhir, modernisasi memerlukan waktu
panjang.
Satu perangkat
asumsi lain teori modernisasi berasal dari pola pikir teori fungsionalisme
memberikan tekanan pada keterkaitan dan ketergantungan lembaga sosial,
pentingnya variabel kebakuan dan pengukur dalam sistem budaya, dan adanya
kepastian kesimbangan dinamis-stasioner dari perubahan sosial. Terpengaruh
dengan teori ini, ajaran modernisasi secara implisit juga mengandung berbagai
asumsi berikut; modernisasi merupakan proses sistematik, modernisasi diartikan
sebagai proses transformasi, modernisasi melibatkan proses yang terus menerus.
Lebih lanjut,
disamping adanya kenyataan, bahwa teori modernisasi memiliki asumsi-asumsi
sebagai warisan pola pikir teori evolusi dan fungsionalisme, teori modernisasi
juga memiliki kesamaan dengan metode pengkajian dengan kedua paradigma
tersebut. Pertama, teori modernisasi cenderung untuk mengkaji persoalan dunia
ketiga secara abstrak dan bertendensi mengambil kesimpulan-kesimpulan umum
untuk dijadikan model yang dibakukan. Teori modernisasi bukan sekedar merupakan
gerakan akademis, teori modernisasi dirumuskan dalam konteks sejarah perubahan
kekuatan dan kepemimpinan dunia setelah perang dunia II yang telah diambil alih
oleh Amerika Serikat, oleh karena itu teori modernisasi juga memberikan rumusan
kebijaksanaan pembangunan.
Implikasi Kebijaksanaan Pembangunan
Pertama, teori
modernisasi membantu memberikan secara implisit pembenaran hubungan kekuatan
yang bertolak belakang antara masyarakat tradisional dan modern.
Kedua, teori
modernisasi menilai ideologi komunisme sebagai ancaman pembangunan negara dunia
ketiga, jika hendak melakukan modernisasi negara dunia ketiga perlu menempuh
arah yang telah dijalani oleh Amerika serikat dan negara-negara Eropa Barat.
Ketiga, teori
modernisasi mampu memberikan legitimasi tentang perlunya bantuan asing,
khususnya AS.
No comments:
Post a Comment