Wednesday 7 October 2015

Manajemen Pemerintahan di Tingkat Kabupaten

MAKALAH MANAJEMEN PEMERINTAHAN
Manajemen Pemerintahan di Tingkat Kabupaten

Nama Kelompok :
1.     Dini Irma Linda 170410130003
2.     Miftah Fauzan Dinurahman 170410130013
3.     Anna Relinna170410130014
4.     Novia Ainingtyas 170410130015
5.     Wiji Astuti 170410130021
6.     Amalia Indrafilani 170410130022
7.     Ai Sugianti 170410130033
8.     Elis Susmiati 170410130055
9.     Agitsni Reksa Pangersa 170410130075
ILMU PEMERINTAHAN
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS PADJADJARAN
2015


BAB I
PENDAHULUAN

1.1  Latar Belakang
Manajemen pemerintah daerah di Indonesia memasuki era baru seiring dengan diberlakukannya otonomi daerah. Otonomi daerah adalah suatu pemberian hak dan kewajiban kepada daerah dalam menyelenggarakan roda pemerintahan. Kewenangan tersebut diberikan secara profesional yang diwujudkan dengan peraturan, pembagian, dan pemanfaatan sumber daya nasional yang berkeadilan, serta pembagian-pembagian keuangan pusat dan daerah sesuai dengan ketetapan MPR RI. Dengan dikeluarkannya UU Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintah Daerah yang kemudian direvisi dengan UU Nomor 32 Tahun2004, dan UU Nomor 23 Tahun 2014 daerah diberi kewenangan yang luas untuk mengurus rumah tangganya sendiri dengan sedikit mungkin campur tangan pemerintah pusat.
Salah satu agenda pembangunan nasional adalah menciptakan tata pemerintahan yang bersih, dan berwibawa. Agenda tersebut merupakan upaya untuk mewujudkan Manajemen Pemerintahan yang baik dan efektif, antara lain: keterbukaan, akuntabilitas, efektifitas dan efisiensi, menjunjung tinggi supremasi hukum, dan membuka partisipasi masyarakat yang dapat menjamin kelancaran, keserasian dan keterpaduan tugas dan fungsi penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan. Untuk itu diperlukan langkah-langkah kebijakan yang terarah pada perubahan kelembagaan dan sistem ketatalaksanaan; kualitas sumber daya manusia aparatur; dan sistem pengawasan dan pemeriksaan yang efektif.
Tanpa adanya manajemen pemerintahan yang baik, berbagai permasalahan akan semakin menumpuk dan menimbulkan kekecewaan yang mendalam pada rakyat. Jika kekecewaan itu sudah mencapai titik puncak,bukan mustahil anarki akan merajalela kembali. Demokrasi bukanlah ganjalan bagi pemerintah untuk menjalankan pemerintahan secara jujur, adil, dan tegas.Demokrasi justru menuntut akuntabilitas politik pemerintahan agar rakyat menikmati kesejahteraan dan keadilan.

1.2  Rumusan Masalah
1.      Bagaimana pentingnya manajemen pemerintahan di tingkat kabupaten?
2.      Apa saja faktor-faktor yang mempengaruhi tercapainya tujuan manajemen pemerintahan di tingkat kabupaten?
3.      Bagaimana penerapan fungsi manajemen pemerintahan di tingkat kabupaten?
4.      Bagaimana gambaran manajemen pemerintahan tingkat kabupaten di Indonesia?



















BAB II
TINJAUAN TEORI

2.1  Ruang Lingkup Manajemen Pemerintahan
a.       Pengertian Manajemen Pemerintahan
Manajemen dapat diartikan sebagai kemampuan manusia untuk melakukan perencanaan, pengorganisasian, pengawasan, dan pengendalian supaya apa yang menjadi tujuan dari organisasi dapat tercapai dengan baik.
Mengutip pendapatnya suradinata (1998), manajemen diartikan sebagai “ kemampuan yang berhubungan dengan usaha untuk mencapai tujuan tertentu dengan jalan menggunakan manusia dan berbagai sumber yang tersedia dalam organisasi dengan cara seefisien mungkin”.
Setelah mengetahui arti dari manajemen, maka kini kita akan mengkaitkannya antara manajemen dan pemerintahan. Untuk itu kita dapat mengikuti dua pendekatan dengan pendapat dari siagian (1987) yang berpendapat bahwa keterkaitan antara manajemen dan pemerintahan adalah sebagai berikut: “manajemen yang ditetapkan dalam lingkungan aparatur pemerintahan atau aparatur negara, tidak saja diartikan sebagai aparatur dari badan eksekutif, akan tetapi juga aparatur dari badan legeslatif dan yudikatif, serta baik yang berada pada tingkat pusat maupun yang berada pada tingkat daerah”.
Dan menurut Suryadinata (1998) memandang manajemen pemerintahan sebagai “suatu kegiatan atau usaha untuk mencapai tujuan negara dengan menggunakan berbagai sumber yang dikuasai oleh negara. inti manajemen pemerintahan, terletak pada proses penggerakan untuk mencapai tujuan negara, dimana terkait erat apa yang kita kenal dengan fungsi kepamongprajaan”.
Dari kedua pendekatan tersebut, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa jika kita membicarakan mengenai manajemen pemerintahan, maka akan menyangkut tidak saja masalah kelembagaan, tetapi secara lebih luas juga berkenaan dengan penyelenggaraan pemerintahan secara keseluruhan.
Kedua pendapat tersebut juga, menyiratkan bahwa manajemen sebagai ilmu maupun seni, bisa diterapkan dalam lingkup pemerintahan dan segala lingkungan kehidupan lainnya seperti : lingkungan sosial, swasta atau perusahaan, maupun militer.
Khusus untuk lingkungan pemerintahan sesuai dengan misi dan fungsi pemerintahan yaitu untuk melayani kepentingan publik yang didasarkan atas kekuasaan, maka suradinata (1998) menjelaskan bahwa : “sebagai suatu ilmu manajemen pemerintahan bersifat sangat spesifik. hal ini disebabkan adanya unsur publik dan kekuasaan sebagai elemen dasar manajemen pemerintahan. kenyataan ini mengakibatkan manajemen pemerintahan akan banyak terkait dengan pengkajian terhadap berbagai sistem yang lebih luas seperti sistem politik, sistem sosial budaya, sistem ekonomi serta sistem lainnya yang menyangkut masyarakat luas”.
Dan pada akhirnya Suradinata (2002) mengemukakan.“pemerintah yang merupakan proses kegiatan pemerintah dalam pelaksanaannya memerlukan manajemen pemerintah yang berorientasi pada usaha bagi kepentingan pemerintah dan kepentingan rakyat wiraswasta. manajemen pemerintahan merupakan proses kegiatan pemerintah yang secara umum berkaitan dengan usaha-usaha menjalankan kekuasaan pemerintahan dalam negara dengan mengimplementasikan fungsi-fungsi manajemen”
b.      Fungsi Manajemen Pemerintahan
Adapun Fungsi-fungsi Manajemen Pemerintahan yakni menurut Rasyid ialah :
1)      Fungsi pelayanan (public service)
2)      Fungsi pembangunan (development)
3)      Fungsi pemberdayaan (empowering)
4)      Fungsi pengaturan (regulation)
.
c.       Fungsi-fungsi Manajemen
Fungsi manajemen adalah elemen-elemen dasar yang akan selalu ada dan melekat di dalam proses manajemen yang akan dijadikan acuan oleh manajer dalam melaksanakan kegiatan untuk mencapai tujuan melalui kepemimpinan, pemberian bimbingan, motivasi, pengaturan dan pengendalian. Fungsi manajemen pertama kali diperkenalkan oleh seorang industrialis Perancis bernama Henry Fayol pada awal abad ke-20.
Pada hakekatnya fungsi-fungsi manajemen menurut beberapa penulis dapat dikombinasikan menjadi 10 fungsi, yaitu:
1)      Forecasting (ramalan)
Kegiatan meramalkan, memproyeksikan terhadap kemungkinan yang akan terjadi bila sesuatu dikerjakan.
2)      Planning (perencanaan)
Penentuan serangkaian tindakan dan kegiatan untuk mencapai hasil yang diharapkan.
3)      Organizing (organisasi)
Pengelompokkan kegiatan untuk mencapai tujuan, termasuk dalam hal ini penetapan susunan organisasi, tugas dan fungsinya.
4)      Staffing atau Assembling Resources (penyusunan personalia)
Penyusunan personalia sejak dari penarikan tenaga kerja baru, latihan dan pengembangan sampai dengan usaha agar setiap petugas memberi daya guna maksimal pada organisasi.
5)      Directing atau Commanding (pegarahan atau mengkomando)
Usaha memberi bimbingan saran-saran dan perintah dalam pelaksanaan tugas masing-masing bawahan (delegasi wewenang) untuk dilaksanakan dengan baik dan benar sesuai dengan tujuan yang telah ditetapkan.
6)      Leading
Pekerjaan manajer untuk meminta orang lain agar bertindak sesuai dengan tujuan yang telah ditetapkan.
7)      Coordinating (koordinasi)
Menyelaraskan tugas atau pekerjaan agar tidak terjadi kekacauan dan saling lempar tanggung jawab dengan jalan menghubungkan, menyatupadukan dan menyelaraskan pekerjaan bawahan.
8)      Motivating (motivasi)
Pemberian semangat, inspirasi dan dorongan kepada bawahan agar mengerjakan kegiatan yang telah ditetapkan secara sukarela.
9)      Controlling (pengawasan)
Penemuan dan penerapan cara dan peralatan untuk menjamin bahwa rencana telah dilaksanakan sesuai dengan tujuan.
10)  Reporting (pelaporan)
Penyampaian hasil kegiatan baik secara tertulis maupun lisan.
d.      Identitas Manajemen
1)      Sebagai suatu hal yang ada karena dapat dipelajari,
2)      pengarahan, penggerakan dan pengawasan secara berkelanjutan,
3)      Dapat diketahui hanya dari hasilnya saja (intangible),
4)      Sebagai suatu alat untuk mencapai tujuan (hasil).
e.       Arti pentingnya manajemen:
1)      Tak akan ada suatu organisasi yang berhasil dalam mencapai tujuanya tampa menggunakan manajemen secara efektif dan efesien,
2)      Manajemen dapat memberikan nilai efektifitas bagi setiap usaha-usaha manusia,
3)      Manajemen dapat menjamin pencapaian hasil usaha yang maksimal.
f.       Prinsip Manajemen:
1)      Berguna bagi para manajer dalam usaha menghindari berbagai kesalahan umum dalam pekerjaanya,
2)      Bersifat fleksibel sesuai dengan situasi dan kondisi yang berkembang dalam lingkungan organisasi.
g.      Sasaran manajemen:
Sasaran manajemen sangat penting oleh karena itu harus dibuat dengan jelas dan tegas karena jika tidak (kurang) jelasnya maka akan mempersulit tugas-tugas manajer.
Berdasarkan beberapa pengertian dan definisi yang telah diuraikan di atas dapat disimpulkan, bahwa manajemen itu meliputi hal-hal sebagai berikut :
1)      Sebagai pekerjaan pimpinan,
2)      Pencapaian tujuan dilakukan dengan orang lain,
3)      Setiap kegiatanya selalu menggunakan cara berpikir ilmiah dan praktis (prinsip-prinsip manajemen) dengan dukungan berbagai sumberdaya yang tersedia,
4)      Pencapaian tujuan dilakukan dengan cara seefektif dan seefesien mungkin.
h.      Ciri-ciri Manajemen
Ciri-ciri mengenai manajemen secara umum, yaitu :
1)      terdapatnya tujuan yang hendak dicapai
2)      adanya sekelompok orang yang menggunakan orang lain
3)      adanya sumber-sumber yang digunakan dalam pencapaian tujuan
4)      adanya manajemen yang bersifat seni dan ilmu
i.        Penerapan Manajemen
Penerapan manajemen yang ada diantaranya :
1)      Keterampilan manajemen waktu
2)      Merupakan keterampilan yang merujuk pada kemampuan seorang manajer untuk menggunakan waktu yang dimilikinya secara bijaksana.
3)      Keterampilan manajemen perencanaan Merupakan keterampilan yang dilakukan manajer untuk dapat merencanakan apa yang bisa menjadi motivasi untuk mencapai suatu masa depan atau tujuan perusahaan agar tidak salah jalan.
4)      Keterampilan manajemen pengorganisasian Merupakan keterampilan yang dilakukan manajer untuk dapat membagi atau menjadwalkan setiap kegiatannya secara bijaksana .
5)      Keterampilan manajemen pengarahan .
6)      Keterampilan manajemen yang dilakukan manajer dalam mengarahkan atau menempatkan sesuatu hal secara bijaksana
j.        Tool of management
1)      Manusia ( man ). sarana penting atau sarana utama setiap manajer untuk mencapai tujuan yang telah ditentukan oleh individu-individu tersendiri atau manusianya. Berbagai kegaitan-kegiatan yang dapat diperbuat dallam mencapai tujuan seperti yang dapat ditinjau dari sudut pandang sepeprti sudut pandang proses, perencanaan, pengorganisasian, staffing, pengarahan, dan pengendalian atau dapat pula kita tinjau dari sudut bidang, seperti penjualan, produksi, keuangan dan personalia. Bidang-bidang tersebut memerlukan sumber daya manusia. 
2)      Material ( material ). Dalam proses pelaksanaan kegiatan, manusia menggunakan matrial atau bahan-bahan. Oleh karna itu, material dianggap pula sebagaialat atau sarana manajemen untuk mencapai tujuan. 
3)      Mesin ( Machine ). Dalam kemajuan teknologi, manusia bukan lagi sebagi pembantu mesin seperti pada masa lalu sebelum Revolusi Industri terjadi. Bahkan, sebaliknya mesin telah berubah kedudukannya menjadi pembantu manusia.
4)      Metode ( method ) . Untuk melakukan kegiatan secara guna dan berhasil guna, manusia dihadapkan kepada berbagai alternatif metode cara menjalankan pekerjaan tersebut sehingga cara yang dilakukannya dapat menjadi sarana atau alat manajemen untuk mencapai tujuan. 
5)      Uang ( money ) . Uang sebagai sarana manajemen harus digunakan sedimikian rupa agar tujuan yang diinginkan tercapai. Kegiatan atau ketidaklancaran proses manajemen sedikit banyak dipengruhi oleh pengelolaankeuangan. 
6)      Pasar ( Markets ) . Bagi badan yang bergerak dibidang industri maka sarana manajemens penting lainnya seperti pasar-pasar atau market. Untuk mengetahu bahwa pasar bagi hasil produksi.jelas tujuan perusahaan industri tidak mustahil semua itu dapat dirai. sebagain dari masalah utama dalam perusahaan industri adalah minimal mempertahankan pasar yang sudah ada. Jika mungkin, mencari pasar baru untuk hasil produksinya. Oleh karena itu. markets merupakan salah satu sarana manajemen penting lainnya. baik bagi perusahaan industri maupun bagi semua badan yang bertujuan untuk mencari laba 
2.2  Pengertian Pemerintahan Daerah
a.      Pengertian Pemerintah Daerah
Definisi Pemerintahan Daerah berdasarkan UndangUndang Nomor 32 Tahun 2004 sebagaimana telah diamandemen dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008 Tentang Pemerintahan Daerah Pasal 1 ayat (2) adalah sebagai berikut :
“Pemerintahan Daerah adalah penyelenggaraan urusan pemerintahan oleh pemerintahan daerah dan DPRD menurut asas otonomi dan tugas pembantuan dengan prinsip otonomiyang seluas-luasnya dalam sistem dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesiasebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945”.
Melihat definisi pemerintahan daerah seperti yang telah dikemukakan di atas, maka yangdimaksud pemerintahan daerah adalah penyelenggaraan urusan-urusan yang menjadiurusan daerah (provinsi atau kabupaten) oleh pemerintah daerah dan DPRD.
b.      Tujuan Otonomi Daerah
Berikut tujuan pemerintah daerah menurut pelaksanaan otonomi daerah di Indonesia :
1)      Meningkatkan pelayanan dan kesejahteraan masyarakat di daerah agar semakin baik. 
2)      Memberi kesempatan pada daerah untuk mengatur dan mengurus daerahnya sendiri sesuai dengan tradisi dan alat kebiasaan yang berlaku di daerah tersebut. 
3)      Meringankan beban pemerintah pusat agar pelaksanaan pemerintahan dan pembangunan terutama didaerah lebih efektif dan efisien.
4)      Memberdayakan dan mengembangkan potensi sumber daya alam dan masyarakat daerah agar mampu bersaing dan profesional. 
5)      Mengembangkan kehidupan demokrasi, keadilan, dan pemerataan di daerah. 
6)      Memelihara hubungan yang serasi antara pemerintah pusat dan daerah maupun antardaerah untuk menjaga keutuhan NKRI. 
7)      Meningkatkan partisipasi masyarakat dalam pembangunan. 
8)      Mewujudkan kemandirian daerah dalam pembangunan




















BAB III
PEMBAHASAN

3.1  Arti Penting Manajemen Pemerintahan di tingkat Kabupaten
Mengenai arti penting dari manajemen terhadap penciptaan suatu pemerintahan yang baik, mamesah (1995 : 34) mengatakan bahwa baik atau tidaknya manajemen pemerintah daerah tergantung dari pimpinan daerah yang bersangkutan, khususnya tergantung kepada Kepala Daerah yang bertindak sebagai manajer daerah.
Akan tetapi dalam suatu organisasi, sistem sangatlah berpengaruh dalam Pengawasan dan pemeriksaan pemerintahan. Adanya berbagai faktor yang membuat pengawasan semakin diperlukan oleh setiap organisasi. Menurut T. Hani Handoko (1998, hal. 366) faktor-faktor tersebut adalah:
1.      Faktor Sistem
Sistem adalah sekumpulan unsur/elemen yang saling berkaitan dan saling mempengaruhi dalam melakukan kegiatan bersama untuk mencapai suatu tujuan. Faktor organisasi dan manajemen baik, yaitu organisasi yang tergambar dalam struktur sistem organisasi yang jelas berupa susunan satuan organisasi beserta pejabat, tugas dan wewenang, serta hubungan satu sama lain dalam rangka mencapai tujuan tertentu.
Manajemen merupakan proses manusia yang menggerakkan tindakan dalam usaha kerjasama, sehingga tujuan yang telah ditentukan dapat dicapai. Mengenai arti penting dari manajemen terhadap penciptaan suatu pemerintahan yang baik, mamesah (1995 : 34) mengatakan bahwa baik atau tidaknya manajemen pemerintah daerah tergantung dari pimpinan daerah yang bersangkutan, khususnya tergantung kepada Kepala Daerah yang bertindak sebagai manajer daerah.
Akan tetapi dalam suatu organisasi, sistem sangatlah berpengaruh dalam Pengawasan dan pemeriksaan pemerintahan. Adanya berbagai faktor yang membuat pengawasan semakin diperlukan oleh setiap organisasi. Menurut T. Hani Handoko (1998, hal. 366) faktor-faktor tersebut adalah :
a.       Perubahan Lingkungan Organisasi
Melalui fungsi pengawasan manajer mendeteksi perubahan-perubahan yang berpengaruh pada barang dan jasa organisasi, sehingga mampu menghadapi tentang atau memanfaatkan kesempatan yang diciptakan perubahan¬-perubahan yang terjadi.
b.      Peningkatan Kompleksitas Organisasi
Semakin besar organisasi semakin memerlukan pengawasan yang lebih formal dan hati-hati. Berbagai jenis produk harus diawasi untuk menjamin bahwa kualitas dan profitabilitas tetap terjaga, penjualan eceran pada penyalur perlu dianalisa dan dicatat secara tepat.
c.       Kesalahan-Kesalahan
Sistem pengawasan memungkinkan manajer mendeteksi kesalahan-kesalahan yang ada sebelum menjadi kritis.
d.      Kebutuhan Manajer untuk mendelegasikan wewenang
Bilamana manajer mendelegaikan wewenang kepada bawahannya, tanggung jawab atasan itu sendiri tidak berkurang. Satu-satunya cara manajer dapat menentukan apakah bawahan telah melakukan tugas-tugas yang telah dilimpahkan kepadanya adalah dengan mengiplementasikan sistem pengawasan.

2.      Faktor Sumber Daya Manusia
Salah satu kunci kesuksesan Pengawasan dan Pemeriksaan Pemerintahan sangatlah bergantung pada sumber daya manusianya. Disamping perlunya aparatur yang kompeten, Pengawasan dan Pemeriksaan juga tidak mungkin dapat berjalan lancar tanpa adanya kerjasama antara pemerintah dan masyarakat. Untuk itu tidak hanya kualitas aparatur yang harus ditingkatkan tetapi juga kualitas partisipasi masyarakat.
Dalam mensukseskan pembangunan dibutuhkan masyarakat yang berpengetahuan tinggi, keterampilan tinggi, dan kemauna tinggi. Sehingga benar benar mampu menjadi inovator yang mampu menciptakan tenaga kerja yang burkualitas.
Kaho (1998) menegaskan bahwa faktor yang sangat berpengaruh dalam pelaksanaan pemerintahan ialah manusia sebagai pelaksana yang baik. Manusia ialah faktor yang paling esensial dalam penyelenggaraan pemerintahan, sebagai pelaku dan penggerak proses mekanisme dalam sistem pemerintahan. Agar mekanisme pemerintahan dapat berjalan dengan baik sesuai dengan tujuan yang diharapkan, maka manusia atau subyek harus baik pula. Atau dengan kata lain, mekanisme pemerintahan baik daerah maupun pusat hanya dapat berjalan dengan baik dan dapat mencapai tujuan seperti yang diinginkan apabila manusia sebagai subyek sudah baik pula.
Personal background merupakan latar belakang diri dari yang melekat pada seorang individu. Latar belakang diri ini meliputi banyak aspek antara lain seperti nama, jenis kelamin, usia, agama, latar belakang pendidikan dan lain-lain. Personal background berkaitan erat dengan kualitas sumber daya manusia.
Sumber daya manusia merupakan pilar penyangga utama sekaligus penggerak roda organisasi dalam usaha mewujudkan elemen organisasi yang sangat penting, karenanya harus dipastikan sumber daya manusia ini harus dikelola sebaik mungkin dan akan mampu memberikan kontribusi secara optimal dalam upaya pencapaian tujuan organisasi (Winarna dan Murni, 2007).
Adanya personal background yang berbeda diantara aparatur sedikit banyaknya memberikan pengaruh dalam melaksanakan fungsi dan tugasnya. Personal background tersebut meliputi beberapa indikator sebagai berikut :
a.       Jenis Kelamin
b.      Usia
c.       Tingkat Pendidikan
d.      Latar Belakang Pendidikan
e.       Latar Belakang Pekerjaan
f.       Pengalaman Organisasi
3.      Faktor Budaya
Budaya atau kebudayaan berasal dari bahasa Sanskerta yaitu buddhayah, yang merupakan bentuk jamak dari buddhi (budi atau akal) diartikan sebagai hal-hal yang berkaitan dengan budi dan akal manusia. Budaya organisasional adalah sistem makna, nilai-nilai dan kepercayaan yang dianut bersama dalam suatu organisasi yang menjadi rujukan untuk bertindak dan membedakan organisasi satu dengan organisasi lain (Mas’ud, 2004).
Budaya organisasi selanjutnya menjadi identitas atau karakter utama organisasi yang dipelihara dan dipertahankan (Mas’ud, 2004). Suatu budaya yang kuat merupakan perangkat yang sangat bermanfaat untuk mengarahkan perilaku, karena membantu karyawan untuk melakukan pekerjaan yang lebih baik sehingga setiap karyawan pada awal karirnya perlu memahami budaya dan bagaimana budaya tersebut terimplementasikan. Lebih lanjut dikatakan bahwa di dalam pertumbuhan perusahaan dan produk knowledge-based yang memuaskan, pengendalian dan pemahaman budaya perusahaan suatu organisasi merupakan kunci tanggung jawab pimpinan, seperti halnya sebagai suatu alat yang vital bagi manajemen jika ingin mencapai kinerja yang tinggi dan menjaga nilai pemegang saham.
Kondisi organisasi sangat dipengaruhi oleh budaya kerja organisasi tersebut. Menurut Hofstede (1990), budaya bukanlah perilaku yang jelas atau benda yang dapat terlihat dan diamati seseorang. Budaya juga bukan falsafah atau sistem nilai yang diucapkan atau ditulis dalam anggaran dasar organisasi tetapi budaya adalah asumsi yang terletak di belakang nilai dan menentukan pola perilaku individu terhadap nilai-nilai organisasi, suasana organisasi dan kepemimpinan. Organisasi dengan budaya tertentu memberikan daya tarik bagi individu dengan karakteristik tertentu untuk bergabung.
Budaya organisasi bersifat nonformal atau tidak tertulis namun mempunyai peranan penting sebagai cara berpikir, menerima keadaan dan merasakan sesuatu dalam perusahaan tersebut. Budaya organisasi dapat digambarkan sebagai nilai, norma dan artefak yang diterima oleh anggota organisasi sebagai iklim organisasi ia akan mempengaruhi dan dipengaruhi strategi organisasi, struktur dan sistem organisasi (Amstrong, 1994). Schein (1991) menyatakan bahwa budaya organisasi adalah pola asumsi dasar bersama yang dipelajari oleh kelompok saat memecahkan masalah-masalah adaptasi ekstern dan integrasi internal yang telah berfungsi dengan cukup baik untuk bisa dianggap benar dan untuk bisa diajarkan kepada anggota kelompok baru sebagai cara yang benar untuk menerima sesuatu, berfikir dan merasakan dalam hubungannya dengan masalah-masalah tersebut.
Budaya organisasi menurut Cheki (1996) adalah seperangkat norma, persepsi, pola perilaku yang diciptakan atau dikembangkan dalam sebuah organisasi untuk mengatasi asumsi atau pandangan dasar ini diyakini karena telah berjalan baik dalam organisasi, sehingga dianggap bernilai positif dan pantas diajarkan kepada karyawan baru sebagai cara yang tepat untuk berpikir dan bertindak dalam menjalankan tugas. Secara umum budaya organisasi didefinisikan sebagai serangkaian tata nilai, keyakinan, dan pola-pola perilaku yang membentuk identitas organisasi serta perilaku para anggotanya (Deshpande & Farley, 1999).
Budaya organisasi, berdasarkan definisi tersebut di atas, dapat ditempatkan pada arah nilai (values) maupun norma perilaku (behavioral norms). Budaya organisasi sebagai nilai merujuk pada segala sesuatu dalam organisasi yang dipandang sengat bernilai (highly valued), sedangkan sebagai norma perilaku (behavioral norms) budaya organisasi mengacu pada bagaimana sebaiknya elemen-elemen (anggota) organisasi berperilaku (Xenikou & Fernham, 1996). Budaya merupakan norma-norma dan nilai-nilai yang mengarahkan perilaku anggota organisasi (Luthans, 1998). Setiap orang akan berperilaku sesuai dengan budaya yang berlaku agar diterima di lingkungannya. Kepribadian seseorang akan dibentuk pula oleh lingkungannya dan agar kepribadian tersebut mengarah kepada sikap dan perilaku yang positif tentunya harus didukung oleh suatu norma yang diakui tentang kebenarannya dan dipatuhi sebagai pedoman dalam bertindak.
Jadi dapat disimpulkan bahwa budaya sangat berpengaruh terhadap pengawasan dan pemeriksaan pemerintahan, terutama dalam mempengaruhi perilakau para pegawai, karena budaya telah hidup sebagai suatu hal yang biasa terjadi khususnya dalam sebuah organisasi.

4.      Faktor Gaya kepemimpinan
Masalah kepemimpinan telah muncul bersamaan dengan dimulainya sejarah manusia, yaitu sejak manusia menyadari pentingnya hidup berkelompok untuk mencapai tujuan bersama. Mereka membutuhkan seseorang atau beberapa orang yang mempunyai kelebihan-kelebihan daripada yang lain, terlepas dalam bentuk apa kelompok manusia itu dibentuk. Hal ini tidak dapat dipungkiri karena manusia selalu mempunyai keterbatasan dan kelebihan-kelebihan tertentu.
Menurut Rivai (2004), kepemimpinan dikatakan sebagai proses mengarahkan dan mempengaruhi aktivitas-aktivitas yang ada hubungannya dengan pekerjaan para anggota kelompok. Tiga implikasi penting yang terkandung dalam hal ini yaitu :
1)      Kepemimpinan itu melibatkan orang lain baik itu bawahan maupun pengikut.
2)      Kepemimpinan melibatkan pendistribusian kekuasaan antara pemimpin dan anggota kelompok secara seimbang, karena anggota kelompok bukanlah tanpa daya.
3)      Adanya kemampuan untuk menggunakan bentuk kekuasaan yang berbeda untuk mempengaruhi tingkah laku pengikutnya melalui berbagai cara.
Siagian (1997) berpendapat bahwa peranan para pemimpin dalam organisasi sangat sentral dalam pencapaian tujuan dari berbagai sasaran yang ditetapkan sebelumnya. Menurut Siagian (1997) perilaku kepemimpinan memiliki kecenderungan pada dua hal yaitu konsiderasi atau hubungan dengan bawahan dan struktur inisiasi atau hasil yang dicapai. Kecenderungan kepemimpinan menggambarkan hubungan yang akrab dengan bawahan misalnya bersikap ramah, membantu dan membela kepentingan bawahan, bersedia menerima konsultasi bawahan dan memberikan kesejahteraan. Kecenderungan seorang pemimpin memberikan batasan antara peranan pemimpin dan bawahan dalam mencapai tujuan, memberikan instruksi pelaksanaan tugas (kapan, bagaimana dan hasil apa yang akan dicapai). Suatu gaya pemimpin atau manajer dalam organisasi merupakan penggambaran langkah kerja bagi karyawan yang berada di bawahnya.
Kepemimpinan adalah proses yang digunakan oleh pemimpin untuk mengarahkan organisasi dan pemberian contoh perilaku terhadap para pengikut (anak buah) (Fuad Mas’ud, 2004). Sedangkan gaya kepemimpinan merupakan norma perilaku yang dipergunakan oleh seseorang pada saat mencoba mempengaruhi perilaku orang lain atau bawahan. Pemimpin tidak dapat menggunakan gaya kepemimpinan yang sama dalam memimpin bawahannya, namun harus disesuaikan dengan karakter-karakter tingkat kemampuan dalam tugas setiap bawahannya.
Pemimpin yang efektif dalam menerapkan gaya tertentu dalam kepemimpinannya terlebih dahulu harus memahami siapa bawahan yang dipimpinnya, mengerti kekuatan dan kelemahan bawahannya, dan mengerti bagaimana cara memanfaatkan kekuatan bawahan untuk mengimbangi kelemahan yang mereka miliki. Istilah gaya adalah cara yang dipergunakan pimpinan dalam mempengaruhi para pengikutnya (Miftah Thoha, 2001).
Rumusan kepemimpinan dari sejumlah ahli tersebut menunjukkan bahwa dalam suatu organisasi terdapat orang yang mempunyai kemampuan untuk mempengaruhi, mengarahkan, membimbing dan juga sebagian orang yang mempunyai kegiatan untuk mempengaruhi perilaku orang lain agar mengikuti apa yang menjadi kehendak dari pada atasan atau pimpinan mereka.
Karena itu, kepemimpinan dapat dipahami sebagai kemampuan mempengaruhi bawahan agar terbentuk kerjasama di dalam kelompok untuk mencapai tujuan organisasi. Apabila orang-orang yang menjadi pengikut atau bawahan dapat dipengaruhi oleh kekuatan kepemimpinan yang dimiliki oleh atasan maka mereka akan mau mengikuti kehendak pimpinannya dengan sadar, rela, dan sepenuh hati.
Dalam dua dasawarsa terakhir, konsep transaksional (transactional leadership) dan transformasional (transformational leadership) berkembang dan mendapat perhatian banyak kalangan akademisi maupun praktisi (Locander et.al., 2002; Yammarino et.al., 1993). Hal ini menurut Humphreys (2002) maupun Liu et.al. (2003) disebabkan konsep yang dipopulerkan oleh Bass pada tahun 1985 ini mampu mengakomodir konsep kepemimpinan yang mempunyai spektrum luas, termasuk mencakup pendekatan perilaku, pendekatan situasional, sekaligus pendekatan kontingensi.

3.2  Faktor Yang Mempengaruhi Manajemen Pemerintahan Daerah di Tingkat Kabupaten
Dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah tingkat kabupaten, terdapat 4 faktor yang dikemukakan Josef Riwu Kaho (1985). Dikatakan bahwa untuk mengukur pelaksanaan Otonomi daerah dapat dilihat dari empat faktor. Faktor-faktor tersebut antara lain : 1) Keuangan Daerah harus cukup dan baik; 2) Manusia Pelaksanaanya harus baik; 3) Peralatannya harus cukup dan baik; 4) Organisasi dan manajemennya harus baik.
Berikut ini akan diuraikan gambaran umum mengenai keempat faktor tersebut. Selanjutnya dalam uraian ini yang akan dijelaskan pertama adalah mengenai keuangan daerah, karena menurut hemat penulis faktor yang utama adalah berkaitan dengan kemampuan Daerah untuk membiayai pelaksanaan pembangunan. Dalam hal ini mengandung pengertian bahwa keuangan daerah dalam hal ini melalui Pendapatan Asli Daerah (PAD),maka Pemerintah Daerah harus mampu menunjukan kemampuan dalam menggali potensi PAD yang dimiliki.
1.      Aspek Keuangan Daerah
Salah satu tolok ukur dari keberhasilan pelaksanaan otonomi daerah adalah Pendapatan Asli Daerah (PAD). Pendapatan Asli Daerah yang besar menunjukkan besarnya partisipasi masyarakat dalam menanggung biaya pembangunan dan pemerintahan yang dilaksanakan oleh Pemerintah Daerah. Pendapatan Asli Daerah yang besar dapat memberikan kebebasan bergerak bagi Pemerintah Daerah untuk membuat inisiatif dan rencana yang dibutuhkan oleh Daerah. Sumber Pendapatan Asli Daerah dapat dikategorikan dalam 5 jenis yakni :
1)      Penerimaam Pajak Daerah,
2)      Penerimaan Retribusi Daerah,
3)      Penerimaan dari Dinas-Dinas Daerah,
4)      Hasil Usaha Badan Usaha Milik Daerah (BUMD),
5)      Lain-lain pendapatan yang sah.
Dalam pelaksanaannya PAD Daerah Kabupaten/Kota ternyata masih kecil kontribusinya terhadap total penerimaan Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota. Beberapa faktor yang mempengaruhi kecilnya Pendapatan Asli Daerah (PAD) yaitu :
·         Pertama, banyak sumber pendapatan yang besar, yang digali dari suatu Kabupaten/ Kota , tetapi berada di luar wewenang Pemda Kabupaten/Kota untuk memungutnya. Namun jawaban atas permaslahan ini telah banyak dikupas apada UU No. 22 Tahun 1999 dan UU No. 25 Tahun 1999. Kemudian kedua UU ini disempurnakan dalam UU No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah dan UU No. 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah.
·         Kedua, BUMD atau Perusahaan Daerah pada umumnya belum beroperasi secara efisien sehingga belum menjadi sumber penerimaan Pemerintah daerah yang andal. Ketidakefisienan BUMD atau Preusan Daerah tersebut tercermin pada kecilnya laba bersih yang dihasilkan.
·         Ketiga, Kurangnya kesadaran masyarakat membayar pajak, retribusi, serta pungutan lain.
·         Keempat, rendahnya tingkat hidup dan ekonomi masyarakat, yang tercermin pada rendahnya pendapatan perkapita masyarakat.
·         Kelima, Kurangnya kemampuan pemerintah daerah dalam menggali sumber-sumber pendapatan yang ada.

2.      Aspek Sumberdaya Manusia Pemerintah Daerah
1.      Kepala Daerah
Kepala Daerah memegang peranan penting dalam melaksanakan tugas-tugas Daerah, khususnya tugas-tugas otonomi. Dalam kaitannya dengan hal ini Manulang yang dikutif oleh Kaho (1985:64) mengatakan bahwa berhasil tidaknya tugas-tugas Daerah sangat tergantung pada Kepala Daerah sebagai manajer Daerah yang bersangkutan.
Dalam hubungannya dengan pola manajemen suatu organisasi, dikatakan bahwa kualitas seorang manajer sangat berpengaruh terhadap kualitas pekerjaan. Demikian pula halnya dengan Kepala Daerah, berhasil tidaknya menjalankan tugas dalam rangka pelaksanaan otonomi dipengaruhi pula oleh kualitas seorang Kepala Daerah. Tugas Kepala Daerah cukup berat, seperti diuraikan dalam UU No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah dikatakan bahwa Kepala Daerah memiliki tugas dalam bidang eksekutif penyelenggaraan pemerintahan di daearah.
Dalam hubungannya dengan pelaksanaan otonomi, maka Kepala Daerah adalah merupakan Alat Daerah. Dalam hal ini Tugas Kepala Daerah meliputi :
1.      Menjalankan hak,wewenang, dan kewajiban pimpinan Pemerintah Daerah;
2.      Mewakili Daerahnya di dalam dan di luar Pengadilan;
3.      Bersama-sama dengan DPRD membuat Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah dan Peraturan Daerah;
Dalam hubungannya dengan tugas Daerah, maka seorang Kepala Daerah harus merupakan seorang yang Generalist (Kaho:1985:66). Artinya ia harus berfikiran luas dan menyuluruh yang meliputi berbagai aspek pembangunan Daerah. Dalam hal ini maka Kepala Daerah harus mampu melihat kemampuan sumber-sumber Daerah, Masalah-masalah Daerah, dan kemungkinan-kemungkinan apa yang bisa dikembangkan oleh Daerah dalam kaitannya dengan pelaksanaan urusan Daerah sebagai konsekuensi diterapkannya asas Desentralisasi kepada Daerah.
Untuk memliki kemampuan Generalis, maka seorang Kepala Daerah haruslah memenuhi persyaratan mentalitas yang baik dan kecakapan/pengetahuan yang memenuhi standar. Kecakapan yang standar bagi seorang Kepala Daerah adalah : Cerdas, Berkemampuan, trampil dan mempunyai kecakapan serta pengalaman yang cukup di bidang Pemerintahan.
Kualifikasi seorang Kepala Daerah harus sesuia dengan tuntutan pekerjaan yang menjadi tanggung jawabnya. Berdasarkan UU No. 32 Tahun 2004, kedudukan Kepala Daerah sangatlah menentukan untuk kemajuan Daerahnya. Kewenangan yang diserahkan kepada daerah sangat besar, mencakup semua bidang kecuali kewenangan dalam bidang politik luar negeri, pertahanan keamanan, peradilan, moneter dan fiscal, agama, serta kewenangan di bidang lain. Kewenangan lain sebagai mana dimaksud dalam UU ini adalah meliputi kebijakan tentang perencanaan nasional dan pengendalian pembangunan nasional secara makro, dana perimbangan keuangan, sistem administrasi negara dan lembaga perekonomian negara, pembinaan dan pemberdayaan sumber daya alam serta teknologi tinggi yang strategis, konservasi, dan standarisasi nasional.
Demikian luasnya kewenangan yang menjadi tanggung jawab Kepala Daerah, maka untuk melaksanakan kewenangan tersebut peranan Kepala Daerah sebagai orang pertama di Daerah Otonom Kabupaten atau Kota menjadi unsure penting. Kepala Daerah mempunyai tanggungjawab untuk menggerakan roda penyelenggaraan pemerintahan daerah. Dengan demikian, maka dalam menjamin untuk keberhasilan pelaksanaan otonomi daerah, maka rekrutmen dan pemilihan Kepala Daerah harus mengggunakan sistem atau pola rekrutmen yang mampu menjamin terpilihnya seorang Kepala Daerah yang memiliki kualifikasi yang handal, professional, mengutamakan kepentingan publik, memiliki moral yang tinggi dan selalu berorientasi pada peningkatan kualitas berbagai sumberdaya daerah. Pola rekrutmen yang menjadi wacana beberapa decade sekarang adalah pemilihan Kepala Daerah secara langsung. Hal ini sesuai dengan tuntutan demokrasi, dan untuk itu maka UU No. 32 Tahun 2004 pun sangat dipastikan akan mengalami revisi dan Perubahan.
Kepala Daerah adalah manajer daearah, oleh karenanya seorang Kepala Daerah harus memiliki kualitas yang baik dan kemampuan yang professional. Kriteria minimal yang wajib dimiliki oleh seorang Kepala Daerah yaitu: Mentalitas dan moralitas yang baik, yang ditunjukkan dengan sifat jujur, mempunyai rasa tanggung jawab yang besar terhadap pekerjaannya, mampu bersikap sebagai abdi masyarakat yang mengayomi dan menjadi pembimbing masyarakat yang baik. Memiliki kecakapan/kemampuan yang tinggi untuk melaksanakan tugas-tugasnya.
Menurut Oorter dan Olsen bahwa berat dan besarnya tugas kepala daerah dalam pelaksanaan desentralisasi menuntut seorang kepala daerah berperan sebagai seorang yang generalist. Dengan demikian ukuran kualifikasi ideal bagi seorang kepala daerah harus dipenuhi. Bila tidak, maka dapat dipastikan penyelenggaraan urusan-urusan yang menjadi wewenang daerah menjadi tidak terkelola dengan baik. Artinya, penyelenggaraan otonomi daerah menjadi terhambat, sehingga pada akhirnya akan berpengaruh terhadap derajat pencapaian hasil pembangunan daerah otonom tersebut.
2.    Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD)
Dalam UU No. 32 Tahun 2004 diuraikan bahwa Dewan Perwakilan Rakyat Daerah adalah salah satu alat Daerah disamping Kepala Daerah. Dalam hubungannya dengan bidang tugas DPRD, dalam penjelasan UU di atas diuraikan bahwa tugas pokok DPRD adalah menetapkan kebijaksanaan Daerah. Kebijaksanaan Daerah ini diwujudkan dalam bentuk Peraturan Daerah (Perda) dan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD).
Penyusunan dan penetapan Perda dan APBD, maka Kepala Daerah dan DPRD harus memperhatikan kepentingan dan aspirasi rakyat. Dalam prakteknya terlihat bahwa kepentingan dan permasalahan yang menyangkut kehidupan dan penghidupan rakyat di Daerah cukup banyak dan beranekaragam. Bahkan terkadang keinginan tersebut berbenturan dan saling bertentangan satu sama lain.Kepentingan rakyat tersebut akan dapat diselenggarakan dengan baik apabila DPRD sebagai wakil rakyat di Daerah mengetahui aspirasi rakyat dan kemudian memiliki kemampuan untuk merumuskan secara jelas dan umum serta menentukan cara-cara pelaksanaannya.
Dalam kedudukannya sebagai lembaga pewakilan politik di daerah, DPRD mempunyai fungsi pokok antara lain:
1.      Sebagai co-equal partner bagi kepala daerah dalam hal penyelenggaraan urusan pemerintahan di daerah. DPRD sebagai lembaga legislative yang mempunyai fungsi menyusun dan menetapkan garis-garis politik daerha (Peraturan Daerah dan APBD), sedangakan Kepala Daerah sebagai eksekutif yang berrtanggungjawab dalam melaksanakan pekerjaan melayani masyarakat dalam berbagai urusan yang menjadi wewenangnya.
2.      Sebagai pengawas politik atas berbagai pelaksanaan kebijakan yang dijalankan oleh Kepala Daerah.Untuk melaksanakan tugas pokoknya, DPRD memiliki kewenangan dan hak-hak dalam menjalankan fungsi yang diembannya sehingga tugas pokok yang menjadi tanggung jawabnya dapat berjalan dengan baik. Beberapa hak yang lajim dimiliki oleh anggota DPRD antara lain: hak prakarsa, hak anggaran, dan hak mengadakan perubahan atas peraturan daerah atau APBD yang dirumuskan. Dalam hal pelaksanaan tugas pengawasan, DPRD memiliki hak mengajukan pertanyaan, meminta keterangan, mengajukan pernyataan pendapat dan hak mengadakan penyelidikan.
Untuk dapat merealisasikan fungsinya dengan baik, dengan sendirinya kualitas anggota DPRD sangat menentukan. Penyusunan Kebijaksanaan Daerah yang tepat sangat tergantung pada kecakapan anggota DPRD untuk memecahkan masalah-masalah kehidupan yang dihadapi rakyat. Pengetahuan dan dan kecakapan itu diperoleh dengan melalui pendidikan dan pengalaman. Permasalahannya sekarang ialah apakah anggota DPRD sekarang ini telah mempunyai pendidikan dan pengalaman yang cukup, sehingga mampu untuk menjalankan tugasnya dengan baik. Kenyataan yang ada sekarang menunjukkan bahwa pengalaman dan pendidikan yang dimiliki oleh anggota DPRD belum sebagaimana halnya yang diharapkan,sehingga banyak ditemui anggota DPRD yang belum menjalankan fungsinya dengan baik.
Melihat beberapa uraian di atas, maka dalam rangka melaksanakan otonomi, maka Daerah harus memiliki DPRD yang didalamnya terdiri dari orang-orang yang berkualitas yang ditunjukkan oleh kemampuan, pengalaman dan pendidikannya.
3.         Kemampuan Aparatur Pemerintah Daerah
Sebagai konsekuensi dari dilaksanakannya Otonomi Daerah, dimana Daerah berhak mengatur urusan rumahtangganya sendiri, maka Daerah memerlikan aparatur sendiri terpisah dari aparatur pemerintah Pusat, yang mampu untuk menyelenggarakan urusan rumah tangga Daerahnya. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Josef Riwu Kaho (1985) menunjukkan bahwa ada kecenderungan pada Daerah Kabupaten dan Kota di Indonesia belum 100% menunjukkan kemampuan dalam menyelenggarakan urusan rumahtangga. Salah satu penyebabketidakmampuan ini adalah disebabkan karena faktor “Kurangnya Kemampuan aparatur Pemerintah Daerah” (28,68%), responden yang mengatakan hal tersebut.
Kondisi seperti di atas adalah suatu permasalahan yang perlu mendapatkan perhatian, karena aparatur pemerintah di Daerah adalah aparat yang langsung memberikan pelayanan kepada masyarakat.. Sebagai pelayan masyarakat, maka “Birokrat Daerah” haruslah menunjukkan sikap profesionalismenya dalam penyelenggaraan berbagai urusan Daerah. Dari pengalaman yang ada menunjukana bahwa sering dijumpai adanya kelambanan dari aparat birokrasi dalam menangani pekerjaan. Munculnya fenomena ini disebabkan centralitas yang dominan serta pola pembangunan yang dilaksanakan cenderung lebih bersifat instruktif daripada partisipatif.Keadaan tersebut menimbulkan biaya tinggi serta tidak mendorong adanya kreativitas dan motivasi pada aparat pelaksana di Daerah.
Pola yang terjadi dimana sentralitas lebih dominan, maka sebetulnya harus ada political wiil dari pemerintah Pusat untuk mempunyai keyakinan bahwa penitikberatan otonomi pada Daerah Kabupaten atau Kota bukan semata-mata merupakan persoalan hak, tetapi merupakan suatu upaya mengoptimalkan sumber daya alam, manusia dan organisasi daerah, sehingga semuanya itu mampu memberikan pelayanan kepada masyarakat dengan sebaik-baiknya. Oleh karenanya dalam rangka pelaksanaan otonomi kedepan, perlu dipersiapkan kelembagaan dan aparatur pemerintah yang handal. Upaya tersebut dapat dilakukan melalui :
1.      Peningkatan wewenang dan tanggungjawab aparatur di Daerah,
2.      Peningkatan kualitas serta pola karier yang luas.
3.      Diberikan kesempatan kepada aparatur Daerah untuk mendapatkan “tour of area dan tour of duty”, baik secara vertikal maupun horisontal.
4.      Adanya kesempatan untuk mengikuti pendidikan dan pelatihan struktural,fungsional dan teknis seluas-luasnya bagi pejabat daerah. Dilakukan penyusunan ulang jabatan fungsional dalam lingkungan aparatur Pemerintah Daerah Tingkat I dan II,untuk memberikan kepastian karier.
Pada era dimana desentralisasi telah digulirkan melalui UU No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, maka sebetulnya mengandung konsekuensi perlunya aparatur /birikrasi penyelenggara pemerintahan pada daerah otonom harus kuat. Dalam hal ini aparatur pemerintah daerah harus mampu memainkan peranan sebagai pelayan publik yang professional dengan rasa empaty yang tinggi terhadap berbagai permasalahan yang terjadi di masyarakat. Sarundajang (2001:164) menjelaskan bahwa pada pasca diberlakukan UU No. 32 Tahun 2004, keberadaan aparatur pemerintah daerah diharapkan akan mampu memainkan peranan sebagai pemikir, perencana, pelaksana, sekaligus pengawas (internal administrative:pen) atas jalannya penyelenggaraan kegiatan pemerintahan, pembangunan dan pembinaan masyarakat atas nama kepala daerah.
Objektifnya, yang terjadi pada fenomena penyelenggaraan pemerintahan di daerah , bila dilihat dari aspek kualitas birorkatnya, menunjukkan bahwa adanya berbagai permasalahan berkaitan dengan ketidakmampuan dan keterbatasan sumberdaya manusia yang handal. Kondisi seperti ini ditunjukkan dengan pelayanan yang diberikan cenderung tidak professional, lamban dan bertele-tele. Kondisi seperti ini akan berdampak meluas dalam penyelenggaraan pemerintahan di daerah, terutama tidak optimalnya upaya akselerasi pembangunan di daerah .
Perubahan golabal yang terus bergulir yang disertai dengan tuntutan masyarakat yang semakin gencar, maka mejadi semakin perlu untul meningkatkan kualitas pelayanan yang dilakukan oleh aparat pemerintah di daerah. Tuntutan ini perlu diimbangi dengan pengaturan kepegawaian daerah yang semakin baik mulai dari rekrutmen pegawai, pola penjenjangan karir pegawai, pembinaan pegawai, dan pemberdayaan pegawai dalam menjalankan tugas yang menjadi tanggung jawabnya. Kaitannya dengan pengembangan dan peningkatan kualitas pegawai ini, Sarundajang (2001:167) menjelaskan bahwa beberapa segi dari keberadaan pegawai negeri sipil yang perlu dibenahi antara lain: pola rekrutmen, pemahaman atas komitmen professional, promosional, promosi karir, kesejahteraan, dan etika birokrasi. Selanjutnya menurut beliau dikatakan bahwa pola rekrutmen pegawai yang berlaku saat ini belum sepenuhnya menjamin terjaringnya calon-calon yang terbaik. Gejala–gejala yang menunjukkan adanya penggunaan uang pelicin dan nepotisme adalah merupakan faktor penghambat pertama dan utama bagi daerah dalam menghasilkan pegawai yang handal.
Untuk mendapatkan pegawai yang sesuai dengan harapan, maka standar persyaratan dalam penerimaan pegawai perlu ditingkatkan, prosedur dan mekanisme penerimaan perlu diperketat dengan tingkat pengawasan yang tinggi, kalau perlu menggunakan lembaga indefenden sehingga lebih objektif. Dalam hal rekrutmen pegawai telah dilakukan, maka agenda selanjutnya yang perlu dilakukan oleh lembaga atau badan kepegawaian daerah adalah memberikan pelatihan atau pendidikan pegawai (selama ini dikenal dengan istilah Prajabatan). Selama ini pendidikan bagi pegawai relatif monoton dan tidak ada peningkatan baik bahan ajar maupun mutu ajar. Rasyid (1997) dalam Sarundajang (2001 :168) menjelaskan bahwa apa yang selama ini berlaku melalui program prajabatan perlu disempurnakan. Artinya, tidak menjadi tabu kalau pola, kurikulu, sistem dan hal-hal lain yang terkaitdengan peningkatan kemampuan keahlian pegawai perlu pembenahan ke arah yang lebih baik. Dalam hal aspek pelayanan pemerintah tehadap masyarakat, maka menjadi perlu diberikanmateri pembelajaran bagaimana menjadi pelayan masyarakat yang baik. Untuk itu, pendidikan kepamongprajaan perlu diberikan untuk menanamkan komitmen pengabdian dan pelayanan kepada masyarakat yang kuat.
Keleluasaan bagi daerah dalam hal mendapatkan pegawi yang handal terbuka lebar setelah diberlakukannya UU No. 32 Tahun 2004. Dalam UU tersebut diuraikan bahwa daerah memiliki kewenangan untuk melakukan pengangkatan, pemindahan, pemberhentian, penetapan pensiun, gaji, tunjangan dan kesejahteraan pegawai. Termasuk pula daerah memiliki kewenangan dalam hal memberikan pendidikan dan pelatihan pegawai dalam rangkla pembinaan dan pengembangan kualitas serta karir pegawai sesuai dengan kebutuhan dan kemampuan daerah yang ditetapkan dengan peraturan daerah, berdasarkan perundang-undangan.
3.      Partisipasi Masyarakat
Keberhasilan dalam penyelenggaran Otonomi Daerah tidak terlepas dari adanya partisipasi masyarakat Daerah. Sebab pada prinsipnya penyelenggaraan otonomi daerah ditujukan guna mewujudkan masyarakat yang sejahtera di Daerah yang bersangkutan. Oleha karena itu tanggungjawab penyelenggaraan pemerintahan Daerah tidak saja di tangan Kepala Daerah,DPRD dan aparat pelaksananya,tapi juga di tangan masyarakat Daerah tersebut.
Bentuk dari rasa tanggung jawab masyarakat dapat berupa adanya sikap mendukung terhadap penyelenggaraan pemerintahan Daerah yang ditunjukkan melalui partisipasi aktif anggota masyarakat.Riwu Kaho (1985) mengatakan bahwa keberhasilan penyelenggaraan otonomi Daerah sebagai bagian integral dari sistem pembangunan nasional, terutama diukur dari derajat keterlibatanwarganya dalam penyelenggaraan otonomi tersebut. Penyelenggaraan otonomi Daerah tanpa partisipasi masyarakat tidak dapat disebut berhasil, sekalipun mungkin Daerah tersebut telah mandiri. Dalam kaitannya dengan partisipasi masyarakat ini Bintoro (1987) mengatakan bahwa partisipasi masyarakat dapat terjadi pada empat jenjang :
1.      Partisipasi dalam proses pembuatan keputusan;
2.      Partisipasi dalam pelaksanaan;
3.      Partisipasi dalam pemanfaatan hasil;
4.      Partisipasi dalam evaluasi.
Pada keempat tahapan prosess pembangunan tersebut setiap masyarakat dapat mengoptimalkan kemampuannya dalam berpartisipasi. Kondisi dimana partisipasi masyarakat meningkat maka secara perlahan kualitas pembangunan daerah yang dilaksanakan dapat terlaksana dengan baik
4.    Aspek Organisasi dan Manajemen Pemerintah Daerah
Agar pelaksanaan otonomi Daerah dapat berjalan dengan baik, dalam arti Daerah dapat mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri, maka diperlukan adanya organisasi dan manajemen yang baik pula.
Ditinjau dari tujuannya , (Nawawi dalam Kaho:1985) organisasi adalah merupakan sistem kerjasama sekelompok orang untuk mencapai tujuan bersama. Sedangkan ditinjau dari segi strukturnya,(The Liang Gie dalam Kaho:1985) organisasi dapat dirumuskan sebagai susunan yang terdiri dari satuan-satuan organisasi beserta segenap pejabat, kekuasaan, tugas, dan hubungan-hubungan satu sama lain dalam rangka pencapaian tujuan tertentu. Dalam kaitannya dengan hal ini, maka Pemerintah Daerah sebagai organisasi maka haruslah berusaha untuk bisa memenuhi tuntutan sebagai organisasi yang ideal. Sebagai organisasi maka Pemerintah Daerah harus memiliki tujuan yang jelas dalam rangka pelaksanaan otonomi, yaitu mengoptimalkan umberdaya yang dimiliki dalam rangka pembiayaan pembangunan Daerah. Dalam berbagai tahapan yang dilakukanmaka Pemerintah Daerah harus ada kerjasama yang baik antara unsur lembaga dan pelaksana pemerintahan, disertia pembagian bidang pekerjaan sesuai dengan keahlian teknis yang dimiliki oleh Unsur Dinas teknis dan memiliki pimpinan yang cukup handal serta generalis.
Disisi lain agar organisasi Pemerintah Daerah dapat dijalankan dengan baik maka manajemen yang baik adalah sebagai prasyarat utama yang harus dimiliki oleh Daerah. Dalam pengertian yang luas ( follet dalam Kaho:1985) manajemen adalah merupakan seni,keterampilan atau keahlian;yakni “seni dalam menyelesaikan pekerjaan melalui orang lain” atau “kehlian untuk menggerakkan orang melakukan suatu pekerjaan”.
Dalam kaitannya dengan Penyelenggaraan otonomi Daerah, maka unsur-unsur yang ada dalam manajemen harus dipenuhi oleh Pemerintah Daerah (Kaho:1985) adalah antara lain pada tahapan : Perencanaan, pengorganisasian, penyusunan personalia,pengarahan dan pengawasan. Kelima fungsi ini harus terpenuhi dalam Organisasi Pemerintah Daerah, dengan demikian pelaksanaan Otonomi akan dapat berjalan dengan baik.

3.      Penerapan Fungsi Manajemen Pemerintahan di tingkat Kabupaten
Dalam penyelenggaraan otonomi daerah tingkat kabupaten, unsur-unsur yang ada dalam manajemen harus dipenuhi oleh Pemerintah Daerah (Kaho:1985) adalah antara lain pada tahapan : perencanaan, pengorganisasian, penyusunan personalia, pengarahan dan pengawasan. Kelima fungsi ini harus terpenuhi dalam Organisasi Pemerintah Daerah, dengan demikian pelaksanaan otonomi akan dapat berjalan dengan baik. Menurut Graham Jr. & Hays (dalam Ott dkk, 1991:10) mengaktualisasikan fungsi-fungsi manajemen pemerintahan berdasarkan pendapat Luther Gulick (1937) dengan akronim POSDCORB (Planning, Organizing, Staffing, Directing, Coordinating, Reporting, Budgeting). Namun, yang akan kami bahas lebih jauh dalam makalah ini adalah konsep Planning, Organizing, Staffing, Directing dan Controlling  dalam penerapannya pada Pemerintahan Daerah Kabupaten.
1)      Planning (Perencanaan)
Dalam manajemen, perencanaan adalah proses mendefinisikan tujuan organisasi, membuat strategi untuk mencapai tujuan itu, dan mengembangkan rencana aktivitas kerja organisasi. Perencanaan merupakan proses terpenting dari semua fungsi manajemen karena tanpa perencanaan fungsi-fungsi lain—pengorganisasian, pengarahan, dan pengontrolan tak akan dapat berjalan.
Dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah kabupaten, rencana dapat berupa rencana informal atau rencana formal. Rencana informal adalah rencana yang tidak tertulis dan bukan merupakan tujuan bersama anggota suatu organisasi/lembaga. Sedangkan rencana formal adalah rencana tertulis yang harus dilaksanakan suatu organisasi/lembaga dalam jangka waktu tertentu. Rencana formal merupakan rencana bersama anggota korporasi, artinya, setiap anggota harus mengetahui dan menjalankan rencana itu. Rencana formal dibuat untuk mengurangi ambiguitas dan menciptakan kesepahaman tentang apa yang harus dilakukan.
Manfaat perencanaan dalam pemerintahan daerah di tingkat kabupaten, yaitu dengan adanya perencanaan tujuan menjadi jelas, objektif dan rasional; perencanaan menyebabkan semua aktivitas terarah, teratur dan efisien; perencanaan akan meningkatkan pendayagunaan siumber daya yang dimiliki; perencanaan menyebabkan semua aktivitas bermanfaat; perencanaan dapat meperkecil resiko; perencanaan dapat memberikan lanadasan untuk pengendalian; perencanaan dapat merangsang peningkatan prestasi kerja; dan perencanaan memberikan gambaran mengenai seluruh pekerjaan dengan jelas dan lengkap.
Aspek-aspek manajemen pemerintahan daerah, antara lain dokumen perencanaan, kegiatan yang direncanakan, proses perencanaan, dan tahapan penyusunan perencanaan. Secara umum UU SPPN mengatur tentang :
·                     Membakukan fungsi perencanaan secara resmi dalam proses manajemen pembangunan agar terdapat kepastian hukum terhadap kegiatan perencanaan yang dilakukan oleh pemerintah daerah.
·                     Penetapan pendekatan perencanaan, baik secara politis eknokratik; partisipatif, op-down, maupun bottom-up;
·                     Penetapan siklus tahapan perencanaan, mulai dari penyusunan, penetapan, pelaksanaan, pengendalian, dan evaluasi;
·                     Penetapan mekanisme perencanaan pembangunan mulai dari RPJPD, RPJMD, RKPD dan Renstra SKPD.
Berikut penjelasan mengenai Dokumen Perencanaan Pembangunan Daerah :
·                     Rencana Pembangunan Jangka Panjang (RPJP) adalah dokumen perencanaan untuk periode duapuluh tahun yang memuat visi, misi dn arah pembangunan;
·                     Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) adalah dokumen perencanaan untuk periode lima tahun yang merupakan penjabaran dari visi, misi dan program kepala daerah  dan memuat strategi pembangunan daerah, kebijakan umum, kerangka ekonomi makro, program-program dan kegiatan pembangunan daerah;
·                     Rencana Pembangunan Jangka Menengah Satuan Kerja Perangkat Daerah (RPJM SKPD) yang selanjutnya disebut Renstra SKPD adalah dokumen perencanaan satuan kerja perangkat daerah untuk periode lima tahun;
·                     Rencana Pembangunan Tahunan Daerah yang selanjutnya disebut Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD) adalah dokumen perencanaan daerah untuk periode satu tahun;
·                     Rencana Pembangunan Tahunan Satuan Kerja Perangkat Daerah yang selanjutnya disebut Rencana Kerja Satuan Kerja Perangkat Daewrah (Renja SKPD) adalah dokumen perencanaan satuan kerja perangkat daerah untuk periode satu tahun.

2)      Organizing (Pengorganisasian)
Dalam manajemen, pengorganisasian adalah suatu proses pembagian kerja atau pengaturan kerja bersama dari para anggota suatu organisasi. Dalam pengorganisasian pemerintahan, pada prinsipnya berguna untuk menunjukkan cara-cara tentang upaya pemberdayaan sumber daya manusia (pegawai) agar dapar bekerja sama dalam suatu sistem kerja sama dengan harapan dapat mencapai tujuan pemerintah daerah yang telah ditetapkan. Untuk mencapai tujuan organisasi secara efektif dan efisien, maka pengorganisasian dapat dimaknai sebagai berikut:
a.       Cara manajemen merancang struktur formal untuk menggunakan yang paling efektif sumberdaya-sumberdaya keuangan, fisik, bahan baku,  dan pegawai;
b.      Pengelompokan kegiatan-kegiatan yang diikuti dengan penugasan seseorang pimpinan yang diberi wewenang untuk mengawasi anggota-anggota kelompok;
c.       Hubungan-hubungan antara fungsi-fungsi, jabatan-jabatan, tugas-tugas, dan para pegawai;
d.      Cara pimpinan dalam membagi tugas-tugas lebih lanjut yang harus dilaksanakan pada masing-masing unit kerja dengan cara mendelegasikan wewenangnya.
Dari petunjuk di atas, secara umum dapat dipahami bahwa fungsi pengorganisasian dalam penyelenggaraan pemerintahan merupakan proses pembagian kerja atau pengelompokan tugas-tugas diantara anggota-anggota pemerintah daerah di tingkat kabupaten. Maksudnya adalah agar tujuan pemerintah secara menyeluruh dapat dicapai secara efisien mungkin, yaitu memudahkan dalam upaya mencapai tujuan dengan konsekuensi pemilihan terhadap pemikiran yang lazim tentang kemampuan memperbesar hasil kerja dengan modal biaya yang serendah-rendahnya. Menurut Y.Warella, pengorganisasian mencakup beberapa aspek penting yang menyangkut struktur organisasi, yaitu:
·         Departementalisasi, yaitu pengelompokan  kegiatan sehingga pekerjaan yang serupa dan saling berkaitan dapat dilakukan bersama;
·         Pembagian kerja, yaitu pemecahan tugas sehingga setiap individu hanya bertanggung jawab dan melakukan sejumlah kegiatan-kegiatan tertentu saja;
·         Koordinasi, yaitu proses untuk memadukan kegiatan-kegiatan dan sasaran unit-unit organisasi yang terpisah guna mencapai tujuan bersama secara efisien;
·         Rentangan manajemen, berupa banyaknya jumlah bawahan yang dapat dikendalikan secara efektif oleh seorang atasan. Dengan adanya pengorganisasian, berarti menunjukkan adanya pengelompokan tugas atau pekerjaan yang terdiri atas:
-          Pengelompokan atas dasar  fungsi, yaitu penyesuaian pekerjaan dengan fungsi tugasnya, misalnya pekerjaan umum (PU) fungsi tugasnya pembuatan jalan, irigasi, tata bangunan, dan lain-lain tugas yang termasuk dalam lingkup pekerjaan umum.
-          Pengelompokan atas dasar  proses, yaitu proses pengelompokan pekerjaan menjadi kesatuan kegiatan untuk mencapai tujuan organisasi, misalnya pencarian tambang minyak melalui proses pencarian sumber, proses pengolahan minyak mentah, dan pemasaran minyak.
-          Pengelompokan atas dasar  langganan, yaitu pengelompokan dengan nama organisasi yang menggambarkan langganan,  seperti Persatuan pekerja wanita dan lain-lain.
-          Pengelompokan atas dasar  produk, yaitu organisasi yang disusun berdasarkan produk, seperti Industri kerajinan dengan produk tikar, sulaman tapis, dan lain-lain.
-          Pengelompokan atas dasar  daerah (area, teritorial), yaitu organisasi yang disusun berdasarkan kedaerahan, misalnya Kopertis dearah bagian barat.
Berdasarkan perincian ciri  pengorganisasian di atas, maka dapat disimpulkan bahwa prinsip pengorganisasian dalam manajemen meliputi eksistensi tujuan, skala hierarkis, kesatuan perintah, pelimpahan wewenang, bertanggungjawaban, pembagian kerja, rentang pengawasan, fungsional, pengelompokan tugas, keseimbangan/kesesuaian, fleksibelitas, dan kepemimpinan.
Tujuan pengorganisasian adalah agar dalam pembagian tugas dapat dilaksanakan dengan penuh tanggungjawab. Dengan pembagian tugas diharapkan setiap anggota organisasi dapat meningkatkan keterampilannya secara khusus (spesialisasi) dalam menangani tugas-tugas yang dibebankan. Apabila pengorganisasian itu dilakukan secara serampangan, tidak sesuai dengan bidang keahlian seseorang, maka tidak mustahil dapat menimbulkan kegagalan dalam penyelenggaraan pekerjaan itu. Ada beberapa tujuan pengorganisasian, yaitu:
a.       Membantu koordinasi, yaitu memberi tugas pekerjaan kepada unit kerja secara koordinatif agar tujuan organisasi dapat melaksanakan dengan mudah dan efektif.
b.      Memperlancar pengawasan, yaitu dapat membantu pengawasan dengan menempatkan seorang anggota manajer yang berkompetensi dalam setiap unit organisasi.
c.       Maksimalisasi manfaat spesialisasi,  yaitu dengan konsentrasi kegiatan, maka dapat membantu seorang menjadi lebih ahli dalam pekerjaan-pekerjaan tertentu.
d.      Penghematan biaya, artinya dengan pengorganisasian, maka akan tumbuh pertimbangan yang berkaitan dengan efisiensi.
e.       Meningkatkan kerukunan hubungan antar manusia, dengan pengorganisasian, maka masing-masing pekerja antar unit  kerja dapat bekerja saling melengkapi, mengurangi kejenuhan, menumbuhkan  rasa saling membutuhkan, mengurangi pendekatan materialistis.

3)      Staffing
Staffing dalam penyelenggaraan pemerintah daerah di tingkat kabupaten merupakan salah satu fungsi manajemen yang berupa penyusunan personalia sejak dari merekrut pegawai, pengembangannya sampai dengan usaha agar setiap tenaga petugas memberi daya guna maksimal kepada pemerintah. Staffing dan organizing yang erat hubungannya. Organizing yaitu berupa penyusunan wadah legal untuk menampung berbagai kegiatan yang harus dilaksanakan pada suatu organisasi, sedangkan staffing berhubungan dengan penerapan orang-orang yang akan memangku masing-masing jabatan yang ada dalam organisasi tersebut.
Fungsi staffing dalam penyelenggaraan pemerintah daerah kabupaten adalah sebagai suatu proses prosedur langkah demi langkah yang berkesinambungan untuk menjaga agar pemerintah daerah kabupaten selalu memperoleh orang-orang yang tepat dalam posisi yang tepat pada waktu yang tepat.
·         Pengadaan pegawai baru (rekrutmen)
Dimaksudkan untuk menampung calon yang cukup banyak untuk diadakan seleksi untuk mendapatkan calon pegawai yang memenuhi syarat-syarat administrasi secara umum. Seleksi dapat dilakukan dalam 2 macam, yaitu seleksi umum  (untuk kebutuhan tenaga yang bersifat umum) dan seleksi khusus (untuk kebutuhan tenaga-tenaga spesialis/ahli dibidang tertentu). Bagian terpenting dari pengadaan adalah suatu pernyataan tentang kedudukan dari setiap pekerjaan (job description/posision description), yang menguraikan mengenai nama, tugas dan tanggung jawab dalam pekerjaan tersebut.
·         Pemilihan dan Penempatan
Jika telah ditentukan kualifikasi untuk masing kedudukan pekerjaan maka selanjutnya adalah diadakan pemilihan (seleksi) melalui tahapan-tahapan seleksi mulai test tertulis, kesehatan, test psikologi, wawancara dan surat-surat pernyataan mengenai kesanggupan kerja dan lokasi penempatan kerja.
·         Induksi dan Orientasi
Induksi dan orientasi memberi kepada pegawai baru tentang : Informasi umum tentang pekerjaan sehari-hari, tinjauan tentang sejarah, lingkungan kantor, visi dan misi organisasi serta pengembangan kemasa depan. Informasi mengenai kebijakan-kebijakan organisasi, aturan kerja dan hal-hal mengenai gaji dan tunjangan.
·         Pemindahan
Pemindahan terdiri dari promosi, mutasi dan demosi. Promosi, adalah memberikan tanggung jawab dan wewenang yang lebih besar kepada pegawai, dengan kata lain promosi adalah kenaikan pangkat/jabatan yang lebih tinggi, merupakan salah satu usaha untuk memajukan/mengembangkan pegawai. Dengan promosi dapat memberikan pegawai hal-hal sebagai berikut : Mendorong motivasi pegawai, menaikan semangat/gairah kerja pegawai, menaikan moral dan efisiensi pegawai, mewujudkan orang yang tepat pada jabatan yang tepat. Mutasi, adalah memindahkan pegawai dari jabatan yang satu ke jabatan yang lain dalam satu tingkatan secara horizontal. Tujan mutasi adalah : Untuk mewujudkan penempatan pegawai pada posisi yang tepat, untuk menghilangkan kejenuhan dan kebosanan pada jabatan semula, untuk menjamin kepercayaan bahwa mereka tidak akan diberhentikan karena kurang cakap pada jabatan semula, menciptakan lingkungan baru yang mungking akan meningkatkan prestasi kerjanya, demosi adalah suatu tindakan memberikan kekuasaan dan tanggung jawab yang lebih kecil, dengan kata lain penurunan pangkat/jabatan karena dinilai kurang cakap dan kurang berprestasi pada jabatan tersebut.
·         Latihan dan Pengembangan
Latihan dan pengembangan adalah suatu pendekatan sistematik untuk memberikan kesempatan kepada pegawai untuk mengembangkan diri memanfaatkan kekuatan dan kemampuan untuk keperluan organisasi. Beberapa pendekatan yang digunakan, yaitu : Pendekatan metode pelatihan di tempat kerja (on the job training), meliputi Rotasi, dimana pegawai dalam jangka waktu tertentu bekerja pada serangkaian pekerjaan dengan berbagai keterampilan. Tugas belajar, mengikuti pelatihan kerja dan pengajaran dalam kelas, magang dimana pegawai dilatih dibawah bimbingan rekankerja yang lebih terampil. Pendekatan metode palatihan di luar tempat kerja (off the job training). Metode pengembangan diluar tempat kerja membebaskan mereka yang terus menerus berada ditempat kerja dan memungkinkan untuk memusatkan pada tempat belajar, selain itu untuk mendapatkan kesempatan bertemu dengan orang lain dan akan mendapatkan gagasan dan pengalaman baru yang bermanfaat.
·         Penilaian prestasi
Penilaian prestasi adalah salah satu hal yang penting dalan pengorganisasian, namun dalam pelaksanaannya sangat sulit untuk melihat hasil yang memadai. Penilaian prestasi dapat dibedakan dalam 2 macam, yaitu formal dan informal. Penilaian formal dilakukan setiap satu tahun sekali, dengan maksud : Pegawai mengetahui secara formal nilai prestasi yang diperoleh, mengetahui bawahan yang memerlukan latihan tambahan merupakan bahan untuk identifikasi untuk promosi pegawai. Penilaian informal dilakukan dari hari kehari dengan mengatakan kepada pegawai tentang baik/buruknya pekerjaan yang dilakukan. Cara ini cepat mendorong prestasi pegawai yang diinginkan dan untuk melakukan perbaikan-perbaikan atas kesalahan sebelumnya.

4)      Directing
Dalam Pemerintah Daerah tingkat Kabupaten, Directing/ commanding dalam penyelenggaraan pemerintah daerah berhubungan dengan usaha memberi bimbingan, saran, perintah-perintah, agar tugas dapat dilaksanakan dengan baik dan benar-benar setuju yang telah ditetapkan semula. Directing/commanding bukan saja agar pegawai melaksanakan atau tidak melaksanakan suatu kegiatan, tetapi dapat pula berfungsi mengkoordinasi kegiatan berbagai unsur lembaga agar efektif tertuju kepada realisasi tujuan yang ditetapkan sebelumnya. Pengarahan adalah suatu tindakan untuk mengusahakan agar semua anggota pemerintah berusaha untuk mencapai sasaran sesuai dengan perencanaan dan usaha-usaha pemerintah, dalam hal ini adalah tujuan-tujuan yang ingin dicapai oleh lembaga pemerintah. Termasuk pengertian dari pengarahan dalam hal ini juga bisa mengarah kepada fungsi manajemen yang berhubungan dengan usaha memberi bimbingan, saran, perintah-perintah atau instruksi kepada bawahan dalam melaksanakan tugas masing-masing, agar tugas dapat dilaksanakan dengan baik dan benar-benar tertuju pada tujuan yang telah ditetapkan semula.
Directing bertujuan agar tugas-tugas dapat terselesaikan dengan baik. Para ahli banyak berpendapat kalau suatu pengarahan merupakan fungsi terpenting dalam manajemen. Karena merupakan fungsi terpenting maka hendaknya pengarahan ini benar-benar dilakukan dengan baik oleh seorang pemimpin. Seorang pemimpin yang baik hendaknya sering memberi masukan-masukan kepada pegawainya karena hal tersebut dapat menunjang prestasi kerja pegawai. Seorang pegawai juga layaknya manusia biasa yang senang dengan adanya suatu perhatian dari yang lain, apabila perhatian tersebut dapat membantu meningkatkan kinerja mereka. Dari definisi diatas terdapat suatu cara yang tepat untuk digunakan yaitu: Melakukan orientasi tentang tugas yang akan dilakukan, Memberikan petunjuk umum dan khusus, mempengaruhi anggota, dan memotivasi. Salah satu alasan pentingnya pelaksanaan fungsi pengarahan dengan cara memotivasi bawahan adalah:
a.       Motivasi secara impalist, yakni pimpinan organisasi berada di tengah-tengah para bawahannya dengan demikian dapat memberikan bimbingan, instruksi, nasehat dan koreksi jika diperlukan.
b.      Adanya upaya untuk mensingkronasasikan tujuan organisasi dengan tujuan pribadi dari para anggota organisasi.
c.       Secara eksplisit terlihat bahwa para pelaksana perasional organisasi dalam memberikan jasa-jasanya memerlukan beberapa perangsang atau insentif.
Pengarahan merupakan fungsi manajemen yang menstimulir tindakan-tindakan agar betul-betul dilaksanakan. Oleh karena tindakan-tindakan itu dilakukan oleh orang, maka pengarahan meliputi pemberian perintah-perintah dan motivasi pada personalia yang melaksanakan perintah-perintah tersebut. Pengarahan (leading) adalah untuk membuat atau mendapatkan para karyawan untuk melakukan apa yang diinginkan, dan harus mereka lakukan. Dikenal sebagai leading, directing,motivating atau actuating. Pengarahan memiliki beberapa karakteristik:
a.       Pervasive Function, yaitu pengarahan diterima pada berbagai level organisasi. Setiap manajer menyediakan petunjuk dan inspirasi kepada bawahannya.
b.      Continous Activity, pengarahan merupakan aktivitas berkelanjutan disepanjang masa organisasi.
c.       Human factor, fungsi pengarahan berhubungan dengan bawahan dan oleh karena itu berhubungan dengan human factor. Human factor adalah perilaku manusia yang kompleks dan tidak bisa diprediksi.
d.      Creative Activity, fungsi pengarahan yang membantu dalam mengubah rencana ke dalam tindakan. Tanpa fungsi ini, seseorang dapat menjadi inaktif dan sumber fisik menjadi tak berarti.
e.       Executive Function, Fungsi pengarahan dilaksanakan oleh semua manajer dan eksekutif pada semua level sepanjang bekerja pada sebuah perusahaan, bawahan menerima instruksi hanya dari atasannya.
f.       Delegated Function, pengarahan seharusnya adalah suatu fungsi yang berhadapan dengan manusia. Atasan harus dapat mengetahui bahwa perilaku manusia merupakan suatu hal tidak dapat diprediksi dan alami sehingga atasan seharusnya dapat mengkondisikan perilaku seseorang ke arah tujuan yang diharapkan.
Cara-cara pengarahan yang dilakukan dapat berupa :
a.       Orientasi merupakan cara pengarahan dengan memberikan informasi yang perlu supaya kegiatan dapat dilakukan dengan baik.
b.      Perintah merupakan permintaan dari pimpinan kepada orang yang berada di bawahnya untuk melakukan atau mengulangi suatu kegiatan tertentu pada keadaan tertentu.
c.       Pendelegasian wewenang ini pimpinan melimpahkan sebagian dari wewenang yang dimilikinya kepada bawahannya.
Fungsi pengarahan adalah suatu fungsi kepemimpinan manajer untuk meningkatkan efektifitas dan efisiensi kerja secara maksimal serta menciptakan lingkungan kerja yang sehat, dinamis, dan lain sebagainya. Pengarahan pada dasarnya akan berkaitan dengan faktor individu dalam kelompok, motivasi dan kepemimpinan, kelompok kerja dan, komunikasi dalam organisasi. Dalam tingkat kabupaten, fungsi ini sangat penting, dimana Bupati mengarahkan penyelenggaraan kebijakan otonomi daerah kepada dinas daerah sebagai unsur pelaksana otonomi daerah yang dipimpin oleh kepala dinas.

5)      Controlling (Pengawasan)
Dalam rangka pelaksanaan pekerjaan dan untuk mencapai tujuan dari pemerintah yang telah direncanakan maka perlu ada pengawasan, karena dengan pengawasan tersebut, maka tujuan yang akan dicapai dapat dilihat dengan berpedoman rencana yang telah ditetapkan terlebih dahulu oleh pemerintah. Berkaitan dengan tujuan pengawasan, Situmorang dan Juhir mengemukakan agar terciptanya aparat yang bersih dan berwibawa yang didukung oleh suatu sistem manajemen pemerintah yang berdaya guna dan berhasil guna serta ditunjang oleh partisipasi masyarakat yang konstruksi dan terkendali dalam wujud pengawasan masyarakat  (control social) yang obyektif, sehat dan bertanggung jawab.
Berdasarkan objek pengawasan, kita dapat membagi pengawasan terhadap  pemerintah daerah menjadi tiga jenis pengawasan, yaitu terhadap:
a.      Pengawasan Produk Hukum dan Kebijakan Daerah
Pengawasan terhadap produk hukum dan kebijakan dilakukan secara represif. Menurut Peraturan Pemerintah Nomor 20 Tahun 2001, Pengawasan Represif adalah pengawasan yang dilakukan terhadap kebijakan yang telah ditetapkan daerah baik berupa Peraturan Daerah, Keputusan Kepala Daerah, Keputusan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah maupun Keputusan Pimpinan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah dalam rangka penyelenggaraan Pemerintah Daerah. Produk hukum dan kebijakan yang menjadi objek pengawasan adalah :
·         Peraturan daerah (Perda) Kabupaten
·         Keputusan Bupati
·         Keputusan DPRD Kabupaten
·         Keputusan Pimpinan DPRD Kabupaten
Pihak yang dapat melakukan pengawasan terhadap produk hukum dan kebijakan kabupaten adalah :
a)      DPRD Kabupaten
b)      Menteri Dalam Negeri dan Otonomi Daerah (Mendagri & Otda)
c)      Gubernur
Pengawasan terhadap produk hukum diperlukan untuk memastikan bahwa produk hukum semisal Perda tidak bertentangan dengan prinsip negara kesatuan dan hukum nasional. Pengawasan juga berfungsi melindungi rakyat dari kesewenang-wenangan penguasa.
a)      Pengawasan oleh DPRD
Kewenangan DPRD untuk mengawasi produk hukum hanya disebutkan di dalam pasal 18 UU. No. 22 tahun 1999 tanpa diperinci lebih lanjut tentang batas kewenangan serta cara kewenangan. Pengawasan DPRD terhadap produk hukum dan kebijakan tidak disertai dengan kekuasaan penegakan (enforcement), misalnya melakukan pembatalan. Satu-satunya kekuatan DPRD dalam hal ini hanyalah meminta pertanggungjawaban Bupati dan mengusulkan pemberhentian Bupati kepada Presiden. Hal ini mungkin akan membuat pengawasan produk hukum dan kebijakan oleh DPRD Kabupaten menjadi kurang efektif.
b)      Pengawasan oleh Pemerintah Pusat
Pemerintah pusat dalam hal ini Mendagri & Otda dapat melaksanakan pengawasan terhadap produk hukum  dan kebijakan secara represif yang dibantu oleh tim yang anggotanya terdiri dari unsur departemen atau lembaga pemerintah Non-Departemen dan unsur lain yang sesuai dengan kebutuhan. Berbeda dengan pengawan oleh DPRD atau kabupaten, Mendagri & Otda berhak membuat keputusan atas Perda, SK, Bupati, Keputusan DPRD dan Keputusan Pimpinan DPRD setelah melewati pemberian saran, pertimbangan, koreksi dan penyempurnaan. Gubernur dapat melakukan pengawasan jika mendapatkan pelimpahan wewenang dari Mendagri & Otda.

b.      Pengawasan Pelaksanaan Penyelenggaraan Pemerintah Daerah
·         Pengawasan oleh DPRD
Dalam hal pelaksanaan, DPRD memiliki kewenangan untuk melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan:
-          Peraturan Daerah (Perda)
-          SK Bupati
-          Peraturan Perundangan lainnya
-          Kerjasama Internasional
Untuk menjalankan fungsi pengawasan tersebut, DPRD dalam melaksanakan tugasnya berhak meminta pejabat negara, pejabat pemerintah, atau warga negara masyarakat untuk memberikan keterangan tentang suatu hal yang perlu ditangani demi kepentingan negara, bangsa, pemerintahan dan pembangunan.
·         Pengawasan Internal Pemerintah Daerah
Pengawasan Internal Pemerintah daerah secara keseluruhan merupakan tanggung jawab Bupati. Pengawasan tersebut dilaksanakan oleh suatu Badan atau Lembaga Pengawas yang saat ini umumnya disebut Badan Pengawas Daerah (Bawasda). Bawasda adalah lembaga teknis dan berfungsi sebagai unsur penunjang pemerintah daerah di bidang pengawasan. Secara umum, pengawasan internal pemerintah kabupaten mencakup:
-          Penyelenggaraan pemerintah daerah
-          Kinerja aparatur pemerintah daerah
·         Pengawasan oleh Pemerintah Pusat
Pengawasan pelaksanaan oleh pemerintah pusat dibagi menjadi dua bagian:
-          Pengawasan oleh Mendagri dan Otda
-          Pengawasan oleh Menteri atau Pimpinan Lembaga Pemerintah Pusat Non-Kementrian
Pengawasan oleh Mendagri dan Otda mencakup pengawasan terhadap :
-          Penyelenggaraan pemerintahan daerah
-          Kinerja otonomi daerah
-          Pelaksanaan tugas dekonsentrasi dan tugas pembantuan di bidangnya
-          Efektivitas pelaksanaan pembinaan penyelenggaraan pemerintahan daerah sesuai bidang tugasnya
Pengawasan oleh menteri atau Pimpinan Lembaga Pemerintah Pusat Non-Kementrian dapat dilakukan di bawah koordinasi Mendagri dan Otda. Pengawasan tersebut mencakup pengawasan terhadap:
-          Pelaksanaan tugas dekonsentrasi dan tugas pembantuan di bidangnya
-          Efektivitas pelaksanaan pembinaan penyelenggaraan pemerintahan daerah sesuai bidang tugasnya
Pengawasan oleh pemerintah pusat dapat dilaksanakan dengan cara :
-          Pemeriksaan berkala, pemeriksaan insidential maupun pemeriksaan terpadu
-          Pengujian terhadap laporan berkala dan atau sewaktu-waktu dari unit atau satuan kerja
-          Pengusutan atas kebenaran laporan mengenai adanya indikasi terjadinya korupsi, kolusi dan nepotisme
-          Penilaian atas manfaat dan keberhasilan kebijakan, pelaksanaan program, proyek serta kegiatan
Pemerintah pusat di bawah koordinasi Mendagri dan Otda dapat memberikan sanksi terhadap pemerintah kabupaten dan/atau aparatnya yang menolak pelaksanaan, serta tindaklanjut hasil pengawasan berdasarkan undang-undang.
·         Pengawasan oleh Masyarakat
Pelaksanaan pengawasan oleh masyarakat dapat dilakukan oleh masyarakat sebagai perorangan, kelompok, maupun organisasi dengan cara :
-          Pemberian informasi adanya indikasi adanya korupsi, kolusi, atau nepotisme di lingkungan pemerintah daerah atau DPRD
-          Penyampaian pendapat dan saran mengenai perbaikan, penyempurnaan baik preventif maupun represif atas masalah
Informasi dan pendapat tersebut disampaikan pada pihak/instansi yang terkait.

c.       Pengawasan Keuangan Daerah
·         Pengawasan oleh DPRD
DPRD memiliki kewenangan terhadap pengawasan pelaksanaan APBD sebagai pengawasan keuangan eksternal tingkat kabupaten. Dalam pengawasan keuangan DPRD provinsi/kabupaten/kota dalam melakukannya lewat dengar pendapat, kunjungan kerja, panitia khusus dan pembentukan panitia kerja yang dibentuk dengan peraturan tata tertib DPRD.
·         Pengawasan Internal Pemerintahan Daerah
Bawasda memiliki tugas pokok dan fungsi untuk melakukan pengawasan keuangan. Beberapa keuangan provinsi/kabupaten/kota bidang pengawasan terhadap keuangan dan aset daerah adalah :
-          Pelaksana APBD
-          Penerimaan pendapatan daerah dan Badan Usaha Daerah
-          Pengadaan barang/jasa serta pemeliharaan/penghapusan barang/jasa
-          Penyelesaian ganti rugi
-          Inventarisasi dan penelitian kekayaan pejabat di lingkungan Pemda
·         Pengawasan oleh Pemerintah Pusat
-          Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP)
BPKP adalah lembaga pemerintahan pusat non departemen yang dibentuk lewat Keppres No.103 Tahun 2001.  BPKP bertugas untuk melakukan pengawasan  penyelenggaran APBN. Untuk menjalankan tugasnya BPKP dapat melakukan: (i) audit keuangan; (ii) investigasi; dan (iii) evaluasi kerja dan manajemen organisasi.
-          Badan Pemeriksa Keuangan (BPK)
BPK adalah salah satu lembaga tinggi negara yang kedudukannya sejajar dengan pemerintah, DPR, MA dan DPA. Dengan Demikian BPK tidak dapat dipengaruhi oleh pemerintah. BPK menjalankan fugsi pengawasan keuangan eksternal, berbeda dengan BPKP yang melakukan pengawasan keuangan internal.
Dalam memperbaiki manajemen pemerintahan sebenarnya memiliki sasaran yang jelas yaitu dengan melakukan perombakan sistem manajemen dengan sistem yang tepat, memasang mekanisme pengawasan yang efektif, dan menempatkan orang yang tepat disetiap kedudukan sesuai dengan fungsi dan tujuannya, dan juga yang terpenting adalah melaksanakan fungsi-fungsi manajemen pemerintahan dengan baik.
Bila manajemen pemerintahan dilaksanakan dengan tepat, bukan tidak mungkin, tujuan pemerintahan daerah di tingkat kabupaten menurut pelaksanaan otonomi daerah akan tercapai, seperti meningkatkan pelayanan dan kesejahteraan masyarakat di daerah agar semakin baik, memberi kesempatan pada daerah untuk mengatur dan mengurus daerahnya sendiri sesuai dengan tradisi dan alat kebiasaan yang berlaku di daerah tersebut, meringankan beban pemerintah pusat agar pelaksanaan pemerintahan dan pembangunan terutama didaerah lebih efektif dan efisien, memberdayakan dan mengembangkan potensi sumber daya alam dan masyarakat daerah agar mampu bersaing dan profesional, mengembangkan kehidupan demokrasi, keadilan, dan pemerataan di daerah, memelihara hubungan yang serasi antara pemerintah pusat dan daerah maupun antar daerah untuk menjaga keutuhan NKRI, meningkatkan partisipasi masyarakat dalam pembangunan, dan mewujudkan kemandirian daerah dalam pembangunan.
           


4.      Gambaran Manajemen Pemerintahan Tingkat Kabupaten di Indonesia
Membaca berita di koran Kompas edisi Selasa, 24 Maret 2015 yang berjudul “Manajemen Pemerintahan di 351 Kota/Kabupaten di Indonesia, Buruk!”, miris rasanya. Pelaksanaan manajemen pemerintahan di tingkat kabupaten masih jauh dari harapan. Padahal, untuk mendukung kota cerdas atau smart city, kota dan kabupaten di Indonesia harus bisa menyelesaikan berbagai persoalan tata kelola yang hingga kini masih kerap terjadi.
Menteri Dalam Negeri, Tjahjo Kumolo, menyebutkan Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) sudah melakukan evaluasi permasalahan yang terjadi di banyak pemerintahan kota/kabupaten. Menurut Tjahjo, sebanyak 66 persen atau 351 dari 532 kota dan kabupaten di Indonesia punya tata kelola buruk. Masalah tata kelola itu pertama disebabkan rendahnya pendapatan asli daerah (PAD) sehingga tidak ada pemerataan pembangunan. Alhasil kesejahteraan masyarakat kota atau kabupaten di Indonesia yang ditujukan dalam konsep smart city akan sulit dicapai. Permasalahan tata kelola juga disebabkan kurang mampunya pemerintahan kota/kabupaten dalam menentukan skala prioritas alokasi anggaran. Tjahjo menyatakan, sebanyak 92 persen dari keseluruhan kota/kabupaten di Indonesia masih terlalu banyak menggunakan anggaran daerah untuk belanja aparatur.
Idealnya, 60 persen anggaran belanja daerah digunakan untuk pembangunan infrastruktur. Sisanya baru digunakan untuk belanja aparatur. Saat ini tidak sampai 10 persen yang melakukan hal itu, seperti Jakarta, Bandung, Surabaya, Bandar Lampung dan Palembang.Permasalahan laten di daerah, seperti krisis air bersih, daya listrik, serta sarana dan pra-sarana kesehatan juga perlu diperhatikan. Tjahjo mengingatkan perlu adanya pemahaman seluruh pemerintah kota/kabupaten terkait tugasnya memberikan pelayanan optimal kepada masyarakat. Masalah krisis air bersih disebabkan 201 Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) yang bangkrut. Kemendagri akan bekerja sama dengan Kementrian Keuangan (Kemenkeu) untuk melunasi hutang PDAM sebesar Rp 5 triliun. Sementara masalah listrik disebabkan sulitnya perizinan yang diberikan oleh Kementrian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) dan Perusahaan Listrik Negara (PLN). Ada pun untuk kesehatan, banyak daerah di Indonesia yang masih belum memiliki Pusat Kesehatan Masyarakat (Puskesmas).
Padahal pembangunan infrastruktur ini penting agar konsep smart city bisa dijalankan. Penyelesaian masalah-masalah ini juga telah dicanangkan dalam Program Nawacita Presiden Joko Widodo. Aspek terakhir yang perlu diperhatikan, adalah soal kedisiplinan pemerintah Kota/Kabupaten dalam menjalankan tugasnya. Dengan menyelesaikan permasalahan tersebut secara disiplin, konsep smart city baru berpotensi untuk diimplementasikan.
Masalah keempat prinsip tersebut belum dipahami. Ditambah lagi kegundahan politik yang terjadi seringkali menyangkut pemerintah Kota/Kabupaten. Tahun 2014 saja ada 416 pejabat Kota/Kabupaten yang terjerat masalah hukum. Menurut Tjahjo, bila keempat prinsip tersebut bisa diselesaikan mungkin konsep smart city bisa dilakukan. Tanpa adanya manajemen pemerintahan yang baik, berbagai permasalahan akan semakin menumpuk dan menimbulkan kekecewaan yang mendalam pada rakyat Indonesia. Oleh karena itu, Pemerintah daerah seharusnya dapat menjalankan pemerintahan secara jujur, adil, dan tegas agar masyarakat menikmati kesejahteraan dan keadilan.

















BAB IV
PENUTUP
4.1  Kesimpulan
Definisi Pemerintahan Daerah berdasarkan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 sebagaimana telah diamandemen dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008 Tentang Pemerintahan Daerah Pasal 1 ayat (2) adalah sebagai berikut :
1.      “Pemerintahan Daerah adalah penyelenggaraan urusan pemerintahan oleh pemerintahan daerah dan DPRD menurut asas otonomi dan tugas pembantuan dengan prinsip otonomi yang seluas-luasnya dalam sistem dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945”.
2.      Perencanaan adalah proses mendefinisikan tujuan organisasi, membuat strategi untuk mencapai tujuan itu, dan mengembangkan rencana aktivitas kerja organisasi.
3.      Pengorganisasian adalah suatu proses pembagian kerja atau pengaturan kerja bersama dari para anggota suatu organisasi. Staffing merupakan salah satu fungsi manajemen berupa penyusunan personalia pada suatu organisasi sejak dari merekrut tenaga kerja, pengembangannya sampai dengan usaha agar setiap tenaga petugas memberi daya guna maksimal kepada organisasi.
4.      Directing / commanding adalah fungsi manajemen yang berhubungan dengan usaha memberi bimbingan, saran, perintah-perintah, agar tugas dapat dilaksanakan dengan baik dan benar-benar setuju yang telah ditetapkan semula.
4.2  Saran
Dari analisis yang telah silakukan, saran kami untuk pemerintah daerah adalah agar meningkatkan kualitas fungsi menejemen dalam penyelenggaraan pemerintahan. Baik planning, organizing, staffing dan directing untuk dapat meningkatkan kualitas pelayanan publik.
DAFTAR PUSTAKA
Hasibuan, H. Malayu S.P., Manajemen: Dasar, Pengertian, dan Masalah Edisi Revisi. Cet. X ; Jakarta: Bumi Aksara, 2014
http://andyfisip.blogspot.com/2012/12/pengertian-manajemen-pemerintahan.html (Diakses tanggal 17 April 2015, pukul16.25)
http://lennyyuliani92.blogspot.com/2013/01/makalah-manajemen-pemerintahan.html (Diakses tanggal 17 April 2015, pukul 16.08)
Kompas edisi Selasa, 24 Maret 2015 yang berjudul “Manajemen Pemerintahan di 351 Kota/Kabupaten di Indonesia, Buruk!”
Titik Triwulan T, Hukum Tata Usaha Negara dan Hukum Acara Peradilan Tata Usaha Negara Indonesia, Jakarta: Prenada Media Group,  2011.
Victor M. Situmorang, Aspek Hukum Pengawasan Melekat, Jakarta: PT Rineka Cipta, 1994.



No comments:

Post a Comment