Wednesday 30 April 2014

pontensi konflik laut cina selatan



WIJI ASTUTI
170410130021
POTENSI KONFLIK LAUT CINA SELATAN
Laut cina selatan merupakan wilayah cekungan laut yang dibatasi oleh 10  Negara yaitu Cina, Vietnam, Philipina, Malaysia, Burma, Taiwan, Indonesia, Kamboja, Brunei Darusalam, dan Singapura. Merupakan kawasan yang strategis karena lebih dari 4.000 kapal melewati jalur tersebut setiap tahunnya, memiliki potensi yang melimpah berupa ikan dan minyak yang tidak kurang dari 28 milyar barel ( US Geological survey). Dalam cekungan ini terdapat dua kepulauan yaitu kepulauan spratly dan paracel, namun pada perkembangannya kemudaian potensi konflik yang lebih mengemuka adalah kepulauan spratly yang terdiri dari 350 pulau. karena melibatkan beberapa Negara ASEAN sekaligus, sedangkan kepulauan paracel hanya melibatkan Vietnam dan Cina. Sejak 1970 klaim terhadap wilayah tersebut meningkat pesat. Sengketa terhadap hal ini tidak bisa dianggap sepele karena pada akhirnya akan menimbulkan ketegangan pada Negara-negara sekitarnya. Inti masalah yang diperdebatkan adalah seputar klaim wilayah perbatasan (territorial zone). Indonesia sebagai salah satu Negara yang berada dikawasan Asia tenggara memang tidak secara langsung terlibat didalam konflik perebutan wilayah laut Cina selatan tesebut. Namun apabila stabilitas regional ASEAN terancam karena sengketa laut cina selatan tersebut. Kedekatan geografis Indonesia dengan hampir seluruh wilayah Negara yang berkonflik tersebut menyebabkan keamanan dan strategis Indonesia dapat terpengaruh jika konflik. Pada dasarnya laut cina selatan adalah kawasan no man’s island disebabkan oleh fakta bahwa kawasan ini tidak dimiliki oleh siapapun. Setidaknya terdapat tiga faktor yang membuat salah satu kepulauan di laut cina selatan yaitu spratly dinilai strategis, Pertama, penguasaan terhadap pulau tersebut akan sangat menentukan garis batas Negara dan terhadap jangkauan luas Zona ekonomi ekslusif (ZEE). Kedua, wilayah kepulauan spratly merupakan bagian dari jalur lalulintas internasional baik untuk kapal dagang maupun kapal militer, Sehingga akan menentukan bagi posisi geostrategis. Ketiga, lautan disekitar kepulauan ini disinyalir mengandung cadangan minyak dan gas alam yang sangat besar. Setidaknya ada 6 Negara yang mengklim wilayah kepulauan Spartly yaitu Cina, Taiwan, Vietnam, Philipina, Malaysia, dan Brunei Darussalam. Kelima Negara diatas kecuali Brunei Darussalam mempunyai klaim dan penamaan terhadap pualu-pulau dikepulauan Spratly, sementara Brunei Darussalam hanya mengklaim wilayah laut dikepulauan spratly sebagai bagian dari  Zona ekonomi eksklusif Negaranya. Klaim semakin gencar dilakukan semenjak ditemukannya fakta tentang kekayaan minyak yang terkandung di Kepulauan Spratly. Selain itu letaknya yang strategis menjadi daya tarik selanjutnya setelah potensi minyak tersebut. Upaya penyelesaian sengketa sudah lama dilakukan, namun sengketa masih saja berlanjut hingga sekarang. Akibatnya banyak terjadi konflik antara negara bersengketa. Upaya yang dapat dilakukan dan sudah dilakukan antara lain perjanjian bilateral, perjanjian multilateral dan perjanjian pengelolaan minyak dan gas bumi secara bersama. Lebih signifikan sebenarnya dari kajian geopolitik, artinya jika menguasai Spratly berarti akan mengontrol lintasan rute pelayaran antara Pasifik atau Asia Timur menuju Lautan Hindia. Lain Spratly lain pula Kepulauan Paracel, Meski daratannya berkarang lagi tandus, namun urgensi Cina atas kepulauan tersebut tak kalah penting dibanding Spratly. Oleh karena dari aspek keamanan bisa mengawasi gerak navigasi di bagian utara Laut Cina Selatan. Secara geostrategi, menguasai dua kepulauan tersebut bisa menjadi “batu loncatan” menyerang Daratan Asia. Tatkala Cina menerbitkan kebijakan ”Empat Modernisasi” Era 1978-an bidang administrasi, politik, ekonomi, dan pasar keuangan. Sepertinya harus dibarengi hasrat menjadi kekuatan maritim yang dominan di Laut Cina Selatan. Maka semenjak itulah Laut Cina Selatan, di mata Negeri Tirai Bambu menjadi kawasan strategis bernilai politis dan ekonomis sebab 80% impor minyaknya melalui jalur ini. Disini tersirat makna bahwa selain terkandung potensi konflik tinggi terkait distribusi minyak, mengharuskan ia mutlak bekerjasama dengan negara-negara lain di sekitar kawasan. Singkat kata bahwa Kepulauan Spratly dan Paracel menjadi rebutan berbagai negara karena faktor geopolitik, baik berupa kandungan minyak dan gas bumi maupun geostrategy possition di jalur perairan internasional. Dalam perspektif politik luar negeri Indonesia, kebangkitan dan geliat Cina pada tahun-tahun mendatang mutlak harus ada pantauan secara khusus mengingat embrio konflik di kawasan tersebut ada lagi nyata. Laut Natuna sangat vital bagi Cina maupun Indonesia karena merupakan jalur utama menuju kota-kota penting di Asia Timur. Bahwa gangguan terhadap komunikasi, pelayaran, ketegangan di sekitar kawasan Natuna niscaya berdampak negatif pada kepentingan Indonesia dan kestabilan regional. Masalah tak kalah penting ialah sejak 8 Mei 1992, The Chinese National Offshore Oil Company milik Cina dan Crestone Energy Company dari Amerika Serikat (AS) melakukan explorasi dan exploitasi minyak dan gas bumi di kawasan seluas 25.000 km di wilayah Nansha, Barat Laut Cina Selatan dimana lokasinya dekat dengan Natuna. Ada dugaan pemakaian teknologi (baru) dalam exploitasi minyak dasar laut konon mampu merambah ke wilayah Indonesia tanpa terlihat di permukaan. Sesuai uraian sekilas tadi, jika terkait UNCLOS maka Indonesia pun masuk dalam lingkaran sengketa hak atas Landas Kontinen di sekitar Kepulauan Natuna. Hal ini mutlak dicermati dan diwaspadai oleh Indonesia. Bentuk-bentuk kepentingan dinegara-negara manapun berpotensi menyebabkan konflik dan bisa menciptakan instabilitas baik secara global maupun regional, konflik kepentingan nasional yang bersumber dari kepentingan ekonomi, politik, sosial apabila tidak di manage dengan baik akan berujung terjadinya konflik secara langsung yang melibatkan kekuatan militer Negara-negara tertentu yang merasa terusik. Pembangunan landas pacu dan pengiriman kapal militer oleh Cina bukan rahasia lagi. Klaim yurisdiksi ini bahkan diperkuat landasan hukum di Cina sendiri sehingga bagi militer adalah sah saja menganggap Laut cina selatan  milik Beijing seluruhnya. Mereka yang mengklaim secara sebagian seperti Filipina, Malaysia atau Brunei dianggapnya merongrong kedaulatan. Bagi negara tetangga Cina, berhadapan dengan negara raksasa ini sangatlah menakutkan. Namun mereka tidak sendiri. Bagi Filipina, keberanian itu dimungkinkan karena keyakinan bahwa Amerika Serikat bahkan mungkin Jepang, takkan membiarkan Cina menjadi kekuatan hegemoni di Laut cina selatan.
Faktor AS dan Jepang serta Indonesia pada tingkat tertentu menjadikan Cina hanya berani main gertak saja. Persoalannya, main gertak ini kalau justru merunyamkan masalah bisa-bisa terlibat bentrokan terbatas, sesuatu yang bakal mempersulit kerja sama mengelola potensi sumber daya alam di Laut cina selatan. Lebih-lebih penyelesaian masalah kedaulatan.
Vietnam, terlebih Filipina, memang telah bersekutu dengan AS. Secara eksplisit, pemerintah AS menyatakan akan melindungi Filipina, berkaitan dengan sengketa perairan Laut China Selatan. Justru, "kembalinya" AS dalam percaturan politik kawasan Asia Timur ini akan menciptakan munculnya politik perimbangan kekuatan klasik. Kembalinya AS ini merupakan upaya pemindahan poros kebijakannya, dari sebelumnya lebih mengarah ke Timur Tengah, menuju Asia. Dalam majalah Foreign Policy (November 2011), Menlu AS waktu itu Hillary Clinton secara eksplisit mengatakan, "masa depan politik akan ditentukan di Asia, bukan di Afghanistan atau Irak, dan Amerika Serikat akan beraksi tepat di tengahnya." Ini menunjukkan bahwa AS tidak main-main dan dinilai perlu untuk melindungi kepentingan nasional negara-negara sekutunya. Para pengamat maupun pengambil kebijakan perlu cermat membaca politik kawasan. Sepanjang sejarah Asia Timur, konflik besar seperti Perang Korea, Perang Vietnam dan krisis Selat Taiwan pecah karena keterlibatan AS. Oleh sebab itu, kita patut bersikap obyektif dalam melakukan penilaian mengenai, siapa aktor yang paling mungkin memecah belah kesatuan kawasan.
Sumber :








No comments:

Post a Comment