Cerpen : Ibu dan Anak Laki-lakinya bila
sedang berdua.
"Ibu, mengapa kita harus mencari pasangan hidup yang baik?" tanya anak laki-lakinya di dalam mobil saat mengantar ibunya ke pasar.
"Menikah itu nilainya separuh agama. Karena dengan mencari pasangan yang baik, separuh agamamu telah selamat. Kamu tinggal menyelamatkan yang separuhnya lagi", jawab ibunya yang bijaksana.
"Apa salah bila kita mendapatkan seseorang yang mungkin belum baik, apakah dengan demikian separuh agama itu menjadi belum terselamatkan?", logika seorang laki-laki kembali berjalan.
"Mungkin tidak, tapi bisa jadi itu adalah cara terbaik untuk menyelamatkan seluruh agamamu. Kamu bisa mendapatkan separuhnya, kamu juga turut memperbaiki separuhnya. Bahkan mungkin lebih, karena kamu memperbaiki separuh miliki orang lain",
jawab ibunya.
"Baik atau tidak baik, itu bukan hak kita yang menilai. Setidaknya kita mengusahakan yang baik, masalah hasil itu adalah hak-Nya. Tugas kita sejauh itu dan sejauh doa yang bisa kita lakukan, Nak", tambah ibunya.
"Karena kita tidak pernah mengerti bahwa yang terbaik menurut kita, belum tentu terbaik menurut-Nya? Begitu Bu?"
Sang Ibu tersenyum. Memandang anak laki-lakinya yang sedang fokus menyetir.
"Ini mau ngenalin ke Ibu kapan ni, siapa?, selidik beliau.
"Eh?" sang anak kaget.
Mobil menepi, ngerem mendadak. Sang anak mulai gelisah.
Cerpen : Ayah dan Anak Perempuannya Bila Sedang Berdua.
"Ayah, laki-laki yang baik menurut Ayah itu yang
bagaimana?", tanya anak perempuannya, puteri
semata wayangnya. Sambil menggandeng tangan puterinya yang tak lagi kecil itu, sang Ayah berhenti.
"Laki-laki yang layak dipilih mungkin adalah yang selalu khawatir tidak layak jadi pilihan", sang Ayah menjawab sambil matanya melihat ke langit luas.
"Mungkin?", selidik puterinya.
"Iya mungkin, karena itu hanya salah satu yang Ayah tahu. Selebihnya ayah tidak tahu, karena Ayah tidak pernah menjadi selain itu?", sang Ayah menatap wajah puterinya.
"Menjadi selain itu? Apa Ayah dulu merasa tidak layak?",tanya puterinya sambil mengajak ayahnya duduk di bangku taman.
"Iya, waktu ibumu memilih ayah. Ayah hampir tidak percaya bahwa akan ada perempuan di dunia ini yang bisa menerima Ayah kala itu", sang Ayah menjawab parau. Sambil mengeluarkan foto dalam dompetnya.
Foto ia bersama sang Istri.
Puterinya merangkul bahu ayahnya. Ikut rindu pada ibunya yang telah lebih dulu tiada.
"Kalau perempuan yang baik itu yang gimana yah?", tanya anaknya untuk mengalihkan kesedihan.
"Perempuan yang baik bagi ayah adalah perempuan yang sulit dimengerti karena penjagaan dirinya yang begitu rapi, hingga tak ada celah buat orang lain mengetahuinya", kata Ayahnya.
"Apa seperti Ibu?", canda puterinya.
"Iya kayak ibumu, susah banget dimengerti dulu ketika Ayah mendekatinya, haha. Kamu juga susah dimengerti kayaknya sama laki-laki diluar sana, mirip ibumu", jawab ayahnya.
"Hahaha kan yang bisa ngerti aku cuma Ayah",
puterinya memeluk Ayahnya dari samping.